Cukup lama Banu menunggu hari gelap untuk masuk ke dalam rumah. Dia telah menyiapkan pintu masuk untuk menggantikan dirinya kembali dengan Banu lain yang selama ini menenemani Widia. Lalu semua di dalam rumah itu berjalan normal kembali setelah dirinya yang lain disimpan di gudang tersembunyi.
Usai memeriksa rekaman aktivitas Banu yang lain selama ditinggal, Banu mengetahui semua peran dirinya dijalankan sangat normal dan natural. Banu merasa puas, dia lalu keluar dari gudang hendak menemui Widia yang sejak Banu tiba dilihatnya tertidur di kamar.Â
Berusaha membangunkannya dengan lembut. Mengusap tengkuk Widia perlahan-lahan seperti biasanya dia menginginkan hubungan intim apabila Widia lebih dulu menuju tempat tidur.
"Wid.... Widia....."
Widia tak bereaksi. Diam tak bergerak.
"Wid... Widia...."
Berkali-kali dia berusaha membangunkan Widia, tapi tetap saja istrinya diam mematung. Denyut di pergelangan tangan diperiksa, di sekitar leher, tak ada detak. Banu mencoba memaksa membuka mata Widia, kembali terkatup. sekali lagi Banu memeriksa denyut nadi... Astaga..... tak ada reaksi.
Tapi tubuh Widia masih terasa hangat. Bahkan lebih hangat dari biasanya.Â
Banu panik, semua organ tubuhnya terasa kaku, dan kini wajah Banu memucat. masih terus berusaha menggerakkan tubuh istrinya dengan kedua tangan. Widia diam mematung. Sama sekali tak bergerak.
Seperti tersambar petir, Banu benar-benar terperanjat bercampur tegang, perasaanya tak menentu. Samar-samar dia mendengar bunyi dari sekitar tubuh Widia. Banu semakin gugup, mencoba mendekatkan telinga ke arah dada Widia.
"Bip.... bip.... bip.... bip....."Â []