Mohon tunggu...
Muhammad F. Hafiz
Muhammad F. Hafiz Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis sebagai profesi dan amal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bansos

27 Maret 2024   09:17 Diperbarui: 27 Maret 2024   09:20 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hati Ruhiyat panas mengenang semua kesulitan hidup dirinya dan banyak orang lain. Namun tubuh Iyat dingin menggigil. Terngiang kembali ucapan orang-orang baik yang didengar Ruhiyat di televisi. Orang-orang di ibu kota yang merancang perubahan di tengah-tengah orang lainnya yang salah mengurus negeri ini.

Semangat Ruhiyat menyala-nyala walaupun tubuhnya beku. Dia menyimpan segunung harapan perubahan. Ruhiyat senang, apalagi kini Sahram mulai mengunyah nasi yang semula untuk ayahnya itu. Iyat tertidur dalam kedinginan tetapi saat nanti matahari terbit dia akan memulai perubahan yang diimpikan.

"Tok tok tok... tok tok... tok tok tok"

Iyat terbangun dari tidur sewaktu mendengar bunyi ketukan pintu. Dia mengawasi jam dinding, sudah pukul 9 pagi. Sahram tentu sudah di sekolah pikirnya. Ruhiyat tak mendengar anaknya berpamitan ke sekolah.

"Assalamualaikum, Pak Ruhiyat, boleh buka pintu sebentar? Ada sedikit bingkisan buat Bapak...," ujar seseorang di luar rumah.  

Iyat membukakan pintu untuk sejumlah orang yang dia intip dari balik gorden jendela. Tak seorang pun yang dikenalinya. Laki-laki dan perempuan yang membawa tas besar mirip tas belanja. Beberapa orang memotret dengan kamera hape, lainnya menyapa orang-orang yang ikut menemani mereka menuju rumah Iyat.

"Mohon diterima Pak Ruhiyat, bingkisan dari Presiden. Isinya beras dan kebutuhan pokok lainnya. Semoga membantu ya Pak, bingkisan sekadarnya ini," ungkap seseorang yang diikuti bunyi jepretan rana kamera sewaktu Iyat menerima bingkisan.

Ruhiyat gugup. Dia teringat gambar besar di simpang jalan. Foto presiden bersama seorang anak laki-lakinya.

Iyat kedinginan.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun