Pendekatan Six Thinking Logic dari Robert Dilt (Pakar NLP) menyatakan, ada 6 logika berpikir yang saling memengaruhi, berturut-turut dari level tertinggi ke terendah adalah: Purpose, Identity, Values and Belief, Capability, Behavior, dan terakhir Environment. Semakin tinggi maka makin kuat pengaruhnya terhadap orang yang di bawahnya. Ini berarti Identity akan berdampak pada Values and Belief, Capability, Behavior, dan terakhir berdampak pada Environment.Masuk akal bila seseorang merasa dirinya bodoh (Identity) maka perilaku dan kemampuannya akan merefleksikan kebodohannya. Pada akhirnya, yang bersangkutan akan semakin tidak yakin bahwa mereka sebenarnya pintar.
Perjumpaan dengan anak-anak didik yang unik harus kita anggap sebagai “blessing in disguise” suatu keadaan yg terlihat tidak menguntungkan bagi banyak pihak, tapi satu sisi menyenangkan. “A misfortune that has an unexpected benefit”, ketidak beruntungan yang memberikan peluang bagi kita untuk belajar hal-hal baru. Tidak akan pernah tercipta sebuah perjumpaan tanpa alasan dan maksud yang indah. Dengan anak-anak yang unik kita menjadi tahu sebatas apa rasa ingin tahu kita apabila kita ingin lebih maka disitulah pengembangan diri kita sebenarnya. Inilah makna pendidikan yang sebenarnya.
Dan seperti kata Einstein, bahwa rasa ingin tahulah yang telah mempertahankan pendidikan formal. Saatnya kita memberikan anak-anak pilihan tentang apa yang mereka pelajari berpikir tentang berapa banyak mereka dapat belajar. Memberikan kemerdekaan mereka untuk memperoleh apa yang ingin mereka ketahui. Hal utama dari tugas-tugas kita sebagai guru adalah untuk memperbesar dan menghidupi rasa ingin tahu itu dalam dunia kecil kita yang bernama sekolah.
Sumber gambar: http://www.edutopia.org/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H