Di sudut kota yang hingar,
Terdengar gema amarah tak tersaring,
Dari jiwa yang bergejolak,
Si manusia tantrum, ia bernyanyi.
Berteriak pada angin yang berlalu,
Menumpahkan keluh di tengah hiruk,
Dalam hati tersimpan bara,
Membakar tenang, menghancurkan hening.
Matanya nyala, merah membara,
Di setiap kerlip, ada cerita,
Tentang luka yang tak terobati,
Tentang cinta yang tak pernah sejati.
Namun di balik suara yang menggema,
Ada rindu yang tak terucap,
Ada mimpi yang terpendam,
Ada harap yang tak pernah padam.
Si manusia tantrum, ia berlari,
Menjauh dari bayang yang menghantui,
Namun tak pernah ia sadari,
Bahwa peluk adalah jawaban yang ia cari.
Dalam amarahnya, tersimpan kepedihan,
Dalam tangisnya, ada kesepian,
Si manusia tantrum, hanyalah kita,
Yang mencari cinta dalam gelapnya dunia.