Tempurung bawa ke tambang
Tiba di tambang menjadi cawan
Kasih burung bawa terbang
Duduk di sini merintangi kawan
Sementara itu, talibun ditemukan pada naskah bernomor TK 186 Pusaka Sutan Depati Susun Negeri dari Dusun Koto Baru Mendapo Semurup berbunyi:
Bihawak mandilah kau
Karubut apakan bunga
Karintang dipandam banyak
Hih awak matilah kau
Ajin idut apakan guna
Idut mangintang ninik mamak
Artinya:
Biawak mandilah engkau
Kerubut apakan bunga
Kerintang dipendam banyak
Hih, tubuh matilah engkau
Pernah hidup apakan guna
Hidup menghalangi ninik mamak
Pantun di dalam naskah Incung memiliki karakteristik yang cukup khas. Hal ini terlihat dari adanya interjeksi atau kalimat berinterjeksi antara sampiran dan isi pantun.
Interjeksi tersebut umumnya berbunyi "hih aduh hinyut haih ini nyanyi tadi" (TK 16), "tipak di hawak haku surang hini" (TK 258), "tipak panira badan" (TK 156), "hih adik sigadis anu" (TK 64), "hitu halah nyanyi" (TK 16), "his sahis undir" (TK 60), "hah saih" atau "hih saih" (TK 60, TK 93), "hih adik" (TK 60, TK 64), "hah" (TK 250), dan "hih" (TK 93, TK 94, TK 186).
Interjeksi ini bertujuan untuk mempertegas kembali rasa kesedihan dan menunjukkan kemana rasa kesedihan tersebut dialamatkan. Apakah kepada diri sendiri, seperti "ungkapan tipak di awak aku surang ini, " atau kepada oranglain seperti ungkapan "hih adik" atau "hih adik sigadis anu."
Kesalahan para Penulis
Tidak semua pantun di dalam naskah Incung ditulis secara sempurna. Penulis naskah Incung tidak luput dari kesalahan  ketika mengekspresikan tulisannya.
Kesalahan tersebut yang kerap dijumpai adalah adanya larik atau baris pantun yang tetinggal, terutama pada bagian isi. Kesalahan lain adalah pola rima yang tidak mengikuti kaidah berulang (a-b-a-b). Misalnya pantun pada naskah bernomor TK 60, tertulis pantun: