Ada pula jangki yang lebih kecil, biasanya ini dijadikan sebagai tas yang berisi perlengkapan menyirih wanita Kerinci di masa lalu. Bentuknya mirip bakul dan cara membawanya di sandang di samping badan.
Tiap dusun di Kerinci punya sebutan yang berbeda untuk benda ini, ada yang menyebutnya sebagai "jangki", ada yang menyebutnya sebagai "ambung", ada pula yang menyebutnya sebagai "guyang".
Tetapi jangki yang disimpan di Museum Nasional ini memiliki bentuk yang lebih otentik dan orisinal. Sangat berbeda dengan jangki serupa yang masih digunakan di masa kini.
Ukuran jangki tersebut jauh lebih besar dan di bagian luarnya dihiasi oleh jahitan perca-perca kain berwarna putih,hitam, merah dan kuning.
Perca-perca kain tersebut dijahit membentuk pola motif tertentu pula. Kalau yang digunakan sekarang, jangki-nya berukuran lebih kecil, dan ditutup satu kain berwarna cerah saja.
Hiasannya berupa pernak-pernik berkilapan yang dijahit di kain tersebut. Tentu, jangki yang dari masalalu tersebut jauh lebih elok dari yang sekarang.
Lapeik Pandan
Lapeik pandan adalah anyaman tempat duduk orang Kerinci yang terbuat dari bahan pandan. Lapeik ini berbentuk persegi dan secara khusus hanya digunakan sebagai tempat duduk para pejabat adat dan para tamu yang dihormati di Kerinci. Lapeik ini masih terus diproduksi hingga kini terutama sentranya di daerah Rawang.
Cuma bedanya, lapeik yang disimpan di Museum Nasional lebih tebal dari anyaman yang dijumpai sekarang. Selain itu motifnya lebih raya dan indah tetapi warnanya lebih pudar dari lapik yang ada sekarang. Biasanya, lapeik ini berwarna dasar merah. Lebih bagus lapeik yang sekarang atau yang lama?
Berdasarkan keterangan di Museum Nasional, Jangki dan Lapeik Pandan ini berasal dari Dusun Kubang, Kerinci yang dibeli sekitar tahun 1970-an. Dua barang ini dipamerkan bersama jenis barang lain seperti kampil sirih, dan kampil rokok yang juga berasal dari Kerinci.