Lain geolog, lain lagi menurut etnis Batak yang menghuni kawasan Danau Toba. Orang Batak memiliki cerita tersendiri terkait dengan peristiwa terbentuknya Danau Toba. Bagi mereka, peristiwa terbentuknya Danau Toba tidak lepas dari legenda yang dituturkan turun temurun. Alkisah, seorang pemuda bernama Toba menikahi wanita cantik yang merupakan jelmaan seekor ikan.Â
Mereka dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Samosir. Suatu ketika, Toba menghianati janjinya kepada sang istri, untuk tidak mengungkapkan identitas aslinya. Sang istri marah, ia berubah kembali menjadi seekor ikan. Dari tempatnya, menyembur mata air yang sangat deras. Dataran tersebut lama-kelamaan berubah menjadi hamparan danau yang ikut menenggelamkan Toba. Sementara itu, Samosir berhasil menyelamatkan diri ke sebuah pulau yang terbentuk di tengah danau. Maka dari itu, danau tersebut dinamakan sebagai Danau Toba sedangkan pulau yang ada di tengahnya dinamakan sebagai Pulau Samosir.
Legenda ini hanyalah satu dari sekian narasi yang menautkan orang Batak dengan kawasan Danau Toba. Di tepi barat kawasan danau ini, terdapat lembah bernama Sianjur Mula-mula. Lembah ini dikelilingi oleh Gunung Pusuk Buhit dan tebing curam kaldera danau Toba. Lembah yang indah ini diyakini sebagai kehidupan leluhur orang Batak awal bermula (Permanasari dkk, 2019).
Konon sebelum bumi tercipta, di dunia atas hidup para dewa yakni Ompu Debata Mulajadi na Bolon, beserta dewa bawahannya yaitu Batara Guru, Soripada, dan Mangalabulan. Batara Guru memiliki seorang anak perempuan bernama Deakparujar yang ditunangkan dengan Raja Odapodap anak lelaki Mangalabulan. Namun Deakparujar menolak tunangan tersebut dan mengulur-ulur waktu pernikahan.Â
Ia berjanji akan menikah setelah kain tenunannya rampung. Debata Mulajadi mengetahui rencana Deakparujar, ia kemudian melempar benang tenunan tersebut ke bumi yang masih berupa lautan. Deakparujar segera turun dari kayangan untuk mencari benang tersebut. Namun, Deakparujar enggan kembali ke kayangan. Ia meminta Debata Mulajadi memberikannya segenggam tanah sebagai tempat berpijak. Tanah yang segenggam tersebut kemudian diubah menjadi dataran.
Debata Mulajadi tetap ingin membawa Deakparujar kembali ke kayangan. Ia mengirim seekor naga bernama Naga Padoha. Naga tersebut menghancurkan dataran yang dibuat Deakparujar menjadi pulau-pulau. Deakparujar tidak bergeming, ia tetap ingin tinggal di bumi. Setelah peristiwa itu, Deakparujar mendirikan permukiman baru yang dinamakan Sianjurmula-mula. Di sana Deakparujar dengan terpaksa menikahi Raja Odap-odap dan memiliki keturunan yang menurunkan marga-marga orang Batak.
Mitologi ini semakin memantapkan posisi dan nilai penting Danau Toba sebagai pusat budaya orang Batak. Bagi orang Batak, kawasan Danau Toba tidak hanya sebagai sumber penghidupan dari air dan ikan yang ada di dalamnya, tetapi sebagai tempat asal-usul leluhur yang kaya akan tinggalan budaya. Di kawasan Danau Toba berdiri puluhan kampung tua (huta) dengan bangunan arsitektur khas Batak, aktivitas menenun ulos, tari-tarian, musik tradisional, beternak dan bertani sebagai ciri khas kehidupan orang Batak. Semuanya adalah warisan budaya yang tak ternilai dari Danau Toba, Heritage of Toba.
Masa Depan Toba untuk Wisata dunia
Panorama alam yang indah memadu dengan budaya Batak yang menarik, menjadikan kawasan Danau Toba sebagai salah satu destinasi skala prioritas atau disebut DSP Toba oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Jauh sebelum itu, Kemenparekraf telah mempromosikan keindahan alam Danau Toba melalui slogan Wonderful Indonesia. Tujuannya adalah untuk menggaet lebih banyak wisatawan domestik dan mancanegara untuk menikmati dan menyaksikan suguhan keajaiban alam di kawasan Danau Toba.
Tidak hanya itu, demi meningkatkan perekonomian masyarakat melalui industri pariwisata, Kemenparekraf meluncurkan program baru melalui slogan "MICE di Indonesia Aja." Istilah MICE merupakan singkatan dari meeting (pertemuan), incentive (perjalanan insentif), convention (konvensi), dan exhibition (pameran). Dengan adanya kegiatan MICE, diharapkan dapat menggaet kelompok wisatawan dalam jumlah besar yakni mereka yang menjadi anggota atau peserta MICE. Wisata bisnis MICE jauh lebih menguntungkan, karena wisatawan cenderung untuk tinggal lebih lama dan mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan wisatawan biasa (Kemenparekraf, 2020).
Bagi industri pariwisata di Indonesia, hal ini tentu sangat menguntungkan. Selain mendongkrak pendapatan negara, MICE juga dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat di sekitar destinasi dari berbagai jasa yang ditawarkan selama kegiatan berlangsung. Oleh sebab itu, MICE merupakan masa depan bagi industri wisata di Indonesia, terutama di kawasan Danau Toba.