Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melihat Perbedaan untuk Merawat Persatuan Bangsa

17 Agustus 2020   00:05 Diperbarui: 17 Agustus 2020   05:42 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi saya dan si bapak. Dokpri

Namun, ketika isu perbedaan ini dilempar ke dunia politik. Ia seolah-olah dosa dan aib yang tak patut diperbincangkan. Perbedaan dianggap menjadi alat merendahkan martabat manusia dan alat untuk memecah belah persatuan bangsa. 

Entah sejak kapan perbedaan fisik dijadikan alat untuk merendahkan martabat manusia. Saya yakin orang-orang prasejarah tak melakukan itu. Perbedaan fisik yang terbentuk secara alami, ataupun atribut pembeda yang sengaja dipasang ditubuh mereka hanyalah penanda golongan atau penanda kelompol mereka dengam kelompok lain. Sehingga tentu mana kelompok sekutu dan mana kelompok yang notabenenya adalah rival dalam satu kawasan.

Isu ras mulai muncul sebagai alat propaganda politik tampaknya sudah di mulai saat peradaban manusia semakin maju seperti di era Mesir Kuno. Di dalam kitab suci diceritakan bangsa Mesir memperbudak orang Yahudi yang ada di sana. Mereka menjadikan bangsa Yahudi sebagai bangsa kelas rendahan kala itu.

Perilaku bangsa Mesir Kuno, tampaknya terus dilanggengkan hingga masa kolonialisasi. Bangsa Eropa merasa diri mereka sebagai ras yang unggul dibandingkan dengan bangsa-bangsa berlain ras di tempat-tempat yang mereka jajah. 

Warna kulit menjadi isu hangat, semakin cerah kulit seseorang semakin unggul pula ras mereka. Sebaliknya, semakin gelap semakin tak unggul pula ras mereka.

Di sisi lain pula, perbedaan justru mampu menjadi alat mempersatukan bangsa. Hal ini seperti apa yang terjadi di Indonesia. Meski dihuni oleh ratusan etnis yang berbeda, rasa senasib dan sepenanggungan mampu menyatukan mereka. Sehingga terbentuklah bangsa baru yang menamakan diri sebagai bangsa Indonesia. Pepatah Melayu mengatakan "asam di gunung, garam di laut ketemu di dalam belanga," Kerinci, Manggarai, Melayu, Jawa bertemu dalam satu bangsa.

Bagi saya, segala sesuatu yang terkait dengan perbedaan tidaklah tabu dan tidak terlarang untuk diperbincangkan. Perbedaan terbentuk secara alamiah, hasil kreasi Tuhan yang tak bisa ditolak dan dipungkiri. Akan tetapi, semuanya itu tergantung kita yang menggunakan dan memaknainya. Bila segala macam perbedaan digunakan untuk memecah belah persatuan. Maka, terlaranglah untuk dibincangkan. Akan tetapi, bila narasi perbedaan mampu menyatukan kita, maka pantaslah untuk dirawat bersama.

Dirgahayu Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun