Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Banyak Tinggalan Arkeologi di Kerinci Belum Ditetapkan sebagai Cagar Budaya?

10 Mei 2020   11:28 Diperbarui: 10 Mei 2020   12:12 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, kekurangan sumber daya manusia di bidang cagar budaya. Orang-orang yang ditempatkan di bagian bidang kebudayaan tidak memahami mengenai cagar budaya bahkan tidak mengetahui adanya UU tentang cagar budaya. Bagi mereka, budaya hanya dipahami hanya sebatas tari-tarian, musik tradisional, tradisi lisan dan sebagainya. 

Padahal budaya mencangkup aspek yang luas, termasuk yang bersifat kebendaan seperti bangunan kuno-tradisional, tinggalan arkeologi, naskah-naskah kuno, benda etnik dan lain sebagainya. Oleh karenanya, mereka mengabaikan budaya yang bersifat kebendaan ini dan dianggap tidak penting dalam membangun daerah.

Kedua, masalah anggaran. Karena ketidaktahuan tentang adanya UU cagar budaya, pemda tidak menyediakan anggaran khusus atau kekurangan dana untuk mendanai semua biaya dalam proses penetapan cagar budaya termasuklah honor bagi Tim Ahli Cagar Budaya, petugas lapangan hingga kompensasi bagi pemilik cagar budaya.

Anggaran pemda Kerinci banyak terserap untuk pendanaan bidang lain yang tidak begitu penting. Sebagai contoh, pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti jalan, irigasi dan lain lain. 

Proyek semacam ini merupakan proyek sepanjang tahun dan  didalangi oleh banyak mafia licik di dalamnya. Bayangkan saja, berbagai infrastruktur sengaja dibuat dengan kualitas yang buruk sehingga cepat mengalami kerusakan.

Dengan begitu anggaran perbaikan infrastruktur dapat dikeluarkan lagi pada tahun berikutnya dan begitu lagi seterusnya. Akibatnya anggaran yang ada habis hanya untuk keperluan semacam ini. 

Ketiga, masalah politik. Bagian ini  yang paling memuakkan saya, pejabat berwenang mencampuradukkan masalah pribadi dan masalah politik di dalam urusan publik. Banyak orang-orang yang memiliki kompetisi di bidang tersebut sengaja tidak dilibatkan karena perbedaan memiliki perbedaan pandangan politik. 

Kasus lain adalah sengaja mengajak orang-orang di lingkungan kerjanya meski tidak kompeten dalam bidang tersebut. Hal ini dilakukan supaya dana atau anggaran tidak diserap oleh orang atau instansi lain. Padahal di luar sana banyak orang-orang yang handal di bidang cagarbudaya dan kepurbakalaan.

Masalah di atas mungkin saja juga dialami oleh daerah lain di Indonesia. Tidak hanya terjadi di Kerinci. Begitu pula berbagai faktor lain yang belum terungkap di dalam tulisan ini. Tentu saja diperlukan penyelidikan lanjutan.

Memang di Kerinci ada beberapa tinggalan arkeologi yang berstatus sebagai agar budaya seperti situs megalitik batu patah, situs batu meriam, situs batu silindrik serta masjid-masjid kuno.

 Akan tetapi, situs-situs tersebut ditetapkan berdasarkan UU yang lama, sebelum tahun 2010. Sejak 2010 hingga sekarang, belum ada penetapan cagar budaya yang baru. Termasuk naskah kitab Undang-undang Tanjung Tanah belum berstatus sebagai benda cagar budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun