Tangkapan sipasin ini diolah dengan cara yang cukup sederhana. Pertama-tama, hewan ini dimatikan dengan cara direndam menggunakan air panas. Selanjutnya, mereka dicampur dengan irisan bawang merah dan sedikit garam. Barulah kemudian hewan ini digoreng hingga renyah.
Jangan salah, rasa sipasin ini tak kalah dengan rasa ikan goreng atau belalang goreng apalagi disajikan bersama nasi goreng khas Kerinci yang disebut "nasi ndang".Â
Berdasarkan cerita orang-orang tua terdahulu, ternyata mereka tidak hanya mengonsumsi nimfa capung atau sipasin tetapi juga mengonsumsi capung atau dalam bahasa lokal disebut semabat atau sepatung. Mereka biasanya mencari capung ini di tepi aliran sungai, tangkapan mereka diolah dengan cara dibakar sejenak dan digiling bersama bumbu-bumbu tertentu.
Bagi saya, sipasin ini bukanlah makanan ekstrem. Soalnya, masyarakat Kerinci sudah terbiasa mengonsumsinya termasuk saya sendiri. Pandangan ekstrem dilayangkan oleh mereka yang sama sekali belum pernah mendengar dan mencicipi makanan ini. Apalagi setelah melihat bentuk sipasin atau nimfa capung yang sekilas mirip jangkrik, serta ditaruh pula di atas nasi. Seolah seperti jangkrik yang merayap di atas hidangan bukan?
Meskipun merupakan kuliner ekstrem yang khas, sipasin goreng ini belum dijual bebas oleh masyarakat. Mereka hanya dimasak untuk dikonsumsi secara pribadi atau bersama keluarga. Tertarik untuk mencobanya?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI