Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar dari Sejarah: Belenggu Hutang dan Awal Kehancuran Kesultanan Jambi

24 Mei 2019   14:30 Diperbarui: 24 Mei 2019   14:46 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cap/stempel Pangeran Sutawijaya, salah satu gelar Pangeran dengan jabatan tinggi di Kesultanan Jambi. Sumber: Gallop, 2009

Sultan Astra dimakzulkan dengan menyandang status sebagai seorang Panembahan (pensiunan raja) dengan gelar Panembahan Kesuma Negara. Sebagai gantinya, kerabat kerajaan memilih adiknya yang bergelar Pangeran Suta Wijaya sebagai sultan berikutnya. Pangeran ini dinobatkan sebagai raja dengan gelar Sultan Ahmad Zainuddin atau dikenal pula dengan Sultan Anum Seri Ingalaga.

Di tangan Sultan Seri Ingalaga,  Jambi tertolong dari keruntuhan yang lebih awal.  Ia mulai menyadari bahwa persekutuan dengan VOC sama sekali tidak menguntungkan. Ia menganggap pinjaman VOC adalah penyakit yang terus merongrong perekonomian Jambi dan cara menghilangkan penyakit itu adalah dengan membunuh sumbernya. Oleh sebab itu, Sultan Anum tidak ingin memperbarui kontrak lagi dengan VOC. Di pagi buta, 20 Maret 1768 pasukan Sultan Anum menghancurkan loji-loji dagang VOC di Muara Kumpeh. Dengan demikian berakhirlah kontrak dagang Jambi-VOC yang telah berlangsung hampir seabad lebih.

Jambi benar-benar runtuh saat seluruh wilayahnya ditaklukan oleh negara kolonial Hindia-Belanda. Keraton kerajaan Jambi dibumihanguskan pada tahun 1850-an, Rajanya saat itu Sultan Thaha harus bergerilya ke pedalaman karena tidak mau tunduk kepada Hindia-Belanda. Perjuangannya berakhir pada tahun 1904, setelah gugur tertembak pasukan Belanda. Tidak lama kemudian, Belanda menghapus Kesultanan Jambi, bangsawannya dilucuti, barang-barang kerajaan kemudian disita dan  Jambi hanya menjadi wilayah kecil dari keresidenan Palembang.

Jikalau saja Jambi masih menjadi negara monarki hingga saat ini, tentulah rakyatnya masih makmur. Dengan wilayah yang jauh lebih luas dari Brunei, populasi yang sedikit dengan sumber daya alam yang melimpah, seperti kilang minyak di sekitar Tungkal dan Rawas, tambang batu bara, kebun sawit. Itu semua sudah memenuhi pundi-pundi kerajaan.

Referensi: Andaya, B. W. 2016. Hidup Bersaudara: Sumatra Tenggara Abad XVII-XVIII. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun