Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menelusuri Sisa-sisa Megalitik di Kampung Adat Todo, Dataran Tinggi Manggarai

8 Desember 2018   11:05 Diperbarui: 10 Desember 2018   19:16 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mbaru Niang dan Todo sebagai Pusat Kerajaan Manggarai

Mbaru Niang adalah rumah tradisional bagi Ata (orang) Manggarai. Mbaru berarti rumah dan niang berarti bundar, sehingga mbaru niang diartikan sebagai rumah bundar. Mbaru niang memiliki arsitektur yang sangat unik dibandingkan dengan rumah-rumah adat suku lain yang berdiam di Pulau Flores yakni atapnya yang berbentuk kerucut dan rumah yang berbentuk lingkaran.

Saya dan Pak Titus berkeliling di kampung Todo. Dok. Muhammad Irzal Adikurnia
Saya dan Pak Titus berkeliling di kampung Todo. Dok. Muhammad Irzal Adikurnia
Menurut Titus Jegadut (pengelola Kampung Todo), pada mulanya rumah tradisional orang Manggarai berupa rumah panggung seperti rumah adat orang Minangkabau (hubungan Minangkabau dan Manggarai akan dibahas dalam artikel lain). Akan tetapi kemudian leluhur Ata Manggarai menciptakan bentuk rumah tersendiri sebagai identitas dan simbol persatuan Ata Manggarai sebagaimana yang terlihat pada arsitektur Mbaru Niang saat ini.

Di Kampung Todo, sejatinya ada sembilan Mbaru Niang namun yang tersisa hingga kini hanya lima bangunan. Mbaru Niang ditata mengelilingi compang/altar membentuk tapal kuda, bagian pondasinya berada pada bagian tanah yang lebih rendah dari compang sehingga dari kejauhan yang terlihat hanya bagian atap kerucutnya saja.

Mbaru Niang di kampung Todo memiliki keistimewaan dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Mbaru Niang lainnya yang ada di Manggarai bahkan dengan Wae Rebo sekalipun. Hal ini cukup beralasan karena Todo memiliki sejarah dan kedudukan penting dalam struktur adat orang Manggarai.

Kampung Todo merupakan keraton atau istana bagi Raja-raja Manggarai. Di kampung ini, Raja dan para menterinya menjalankan pemerintahan adat mereka. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa Todo adalah pusat dari Kerajaan Manggarai.

Di masa lalu, Kerajaan Manggarai memiliki struktur pemerintahan adat yang hierarkis. Kekuasaan tertinggi dipegang oleh Raja yang disebut Mbowang bersama para Menterinya. Di bawahnya ada para Dalu (setingkat Gubernur) yang menguasai 12 wilayah di Manggarai, wilayah para Dalu ini disebut dengan Kedaluan. Di bawah Dalu terdapat komengkaba (setingkat camat saat ini) dan di bawah komengkaba ada para Leke' sebagai kepala-kepala kampung/desa.

Sebagai sebuah keraton, Mbaru Niang yang ada di Kampung Todo merupakan rumah bagi Raja dan para pejabat kerajaan. Mbaru Niang di kampung Todo terbagi menjadi sembilan bangunan rumah. (1) Niang Mbowang yaitu rumah bagi Raja Manggarai yang terletak di tengah-tengah deretan rumah. Di sebelah kanan Niang Mbowang terdapat (2) Niang Rato, rumah bagi perdana menteri kerajaan.

Seterusnya bangunan-bangunan yang menempati sisi kiri dan kanan Niang Mbowang-Niang Rato adalah (3) Niang Lodok, rumah bagi menteri urusan pertanahan sekaligus tempat sidang perkara-perkara yang menyangkut sengketa tanah (4) Niang Mongko, rumah bagi hakim agung yang menyelesaikan perkara hukum kerajaan, (5) Niang Dopo, rumah bagi menteri yang mengurusi hukum dan aturan Kerajaan, (6) Niang Wa, rumah bagi menteri yang mengurusi hubungan dengan kerajaan lain, (7) Niang Teruk, rumah bagi menteri yang mengurusi rumah tangga kerajaan, (8) Niang Supe, rumah bagi menteri yang mengurusi masalah militer Kerajaan dan (9) Niang Vase, rumah bagi juru bicara raja. 

Selain itu, di depan Niang Mbowang terdapat rumah kecil yang disebut Mbaru Tekur, tempat khusus bagi raja melakukan perenungan dan lobi ketika ada suatu perkara kerajaan yang menemui jalan buntu.

Niang Mbowang selain sebagai rumah bagi Raja juga menjadi tempat sebuah pusaka sakral bagi Orang Manggarai yaitu Loke Nggerang. Menurut Titus, Loke Nggerang adalah sebuah gendang yang bidang pukulnya terbuat dari kulit seorang putri cantik rebutan para raja.

Konon, Putri Nggerang menjadi rebutan tiga orang raja yakni Raja Todo, Raja Gowa dan Raja Bima, namun pada akhirnya sang putri memilih bunuh diri. Setelah sang putri meninggal, bagian kulit perutnya kemudian dijadikan bagian bidang pukul gendang yang disimpan di Todo sementara bagian kulit punggungnya dibawa ke Bima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun