Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Tutou Tabano", Mengenal Sapaan Kekerabatan Orang Kerinci

16 November 2018   09:23 Diperbarui: 21 April 2022   23:58 1458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan sesamanya. Agar interaksi itu berlangsung dengan baik, diperlukan adanya komunikasi termasuk dalam hal menyapa orang lain. 

Di Indonesia, kata sapaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena masyarakat hidup dalam norma-norma dan tradisi yang masih berlaku hingga kini. Salah menyapa bisa berakibat fatal. 

Bayangkan saja bila kata sapaan yang seharusnya digunakan untuk perempuan digunakan untuk menyapa seorang laki-laki atau kata sapaan untuk yang lebih muda digunakan untuk menyapa orangtua. Bisa heboh dunia persilatan. Kita akan dicap sebagai orang yang tidak punya sopan santun. 

Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, kata sapaan adalah kata yang digunakan untuk menegur sapa orang yang diajak berbicara (orang kedua) atau menggantikan nama orang ketiga.

Dalam Bahasa Indonesia, kata sapaan terbagi lagi dalam beberapa jenis yaitu nama diri, sapaan kekerabatan (kakak, adik, ibu, bapak, om, tante dan lain sebagainya), kata nama (tuan, nyonya), gelar kepangkatan, kata nama pelaku (hadirin, peserta, penonton), dan kata ganti persona kedua.

Selain kata sapaan yang berlaku umum, terdapat pula kata sapaan yang berlaku khusus yang digunakan oleh tiap-tiap etnis di Indonesia.

Hal ini karena kata sapaan sangat terikat dengan adat-istiadat dan norma kesantunan masyarakat setempat. Orang Batak mengenal istilah "partuturan" yaitu adat istiadat dalam bertutur sapa dan berinteraksi sosial berdasarkan sistem kekerabatan. Begitu pula dengan Orang Kerinci di Jambi, yang akan didedah secara khusus dalam artikel ini.

Lain di Batak, lain pula di Kerinci. Di Kerinci, adat istiadat bertutur sapa dikenal dengan istilah tutou tabano. Tutou berasal dari kata tutur yang berarti ucapan, kata atau panggilan. Sedangkan kata tabano diduga berasal dari Bahasa Sanskerta "Bano" yang berarti amat baik. Sehingga tuto tabano dapat didefinisikan sebagai ucapan atau panggilan yang amat baik.

Orang Kerinci sangat memperdulikan masalah tuto ketika berinteraksi dengan orang lain. Hal ini karena, tutou tabano menjadi bagian dalam adat kesantunan dan sebagai "penjelas" serta untuk mengetahui hubungan kekerabatan (tikap lampit). Terlebih lagi orang Kerinci merupakan masyarakat komunal yang hidup secara berkelompok berdasarkan sistem matrilineal. 

Pentingnya tuto tabano tertuang dalam pepatah adat mereka "ilang tutou tabano, ilang kato bakami" (Jikalau hilang tuto tabano, maka hilanglah perkataan "kami");"ilang tuto, ilang sanak" (jikalau hilang tutur, maka hilanglah saudara).

Di Kerinci sendiri, tuto tabano dapat berbeda-beda antarwilayah adat. Hal ini karena tiap wilayah adat memiliki dialek dan bahasa tersendiri sehingga mempengaruhi tuto tabano yang digunakan, meskipun terdapat pula persamaan yang masih bisa ditelusuri. Karena penulis dibesarkan dalam"budaya" masyarakat Kerinci dari wilayah Barat laut (mudik), maka tuto tabano yang dijelaskan mengikuti adat istiadat wilayah tersebut. Tuto tabano terbagi menjadi kata ganti orang kedua dan sapaan kekerabatan. 

Kata Ganti Orang Kedua
Kata ganti orang kedua sering digunakan ketika berbicara langsung dengan orang lain. Penggunaan kata ganti orang kedua ini sangat ditentukan oleh umur dari lawan yang diajak bicara. 

Bila lawan bicara berumur lebih tua dari kita, maka kata ganti yang digunakan adalah kayo artinya kamu tetapi dalam tingkatan yang paling sopan. Kata kayo ini digunakan baik bagi lelaki atau perempuan.

Bila lawan bicara sebaya atau setara dengan kita, maka kata ganti yang digunakan adalah "iko" artinya juga kamu. Kata ganti ini juga digunakan oleh orang yang lebih tua untuk menyapa orang yang lebih muda secara sopan. Selain kata "iko", sering juga digunakan kata "awak" namun kata "awak" dapat bermakna ganda, bisa sebagai kata ganti orang pertama atau kata ganti orang kedua, semuanya tergantung konteks pembicaraan.

 Bila lawan bicara berusia jauh lebih muda dari kita, anak-anak dan remaja maka kata ganti yang digunakan adalah "mpoun" dan "ka'u". Mpoun digunakan untuk laki-laki sementara ka'u digunakan untuk perempuan.

Sapaan Kekerabatan
Sapaan kekerabatan adalah kata sapaan bagi anggota kerabat yang lain dalam sebuah keluarga terutama yang berusia lebih tua dari kita. Sapaan tersebut sangat tergantung dari urutan kelahiran seseorang.

Anak ke-1 disebut sebagai Tuwo atau uwo, anak ke-2 disebut sebagai T'ngah atau Ngah, anak ke-3 disebut sebagai Pandak atau Andak, anak ke-4 disebut sebagai Putih atau Utih, anak ke-5 disebut sebagai Kitam atau Itam, anak ke-6 disebut sebagai Knek atau Nek, dan anak bungsu disebut sebagai Knsu atau Nsu.

Kata sapaan Ibu dalam bahasa Kerinci disebut sebagai Indouq atau Ndouq. Saudara ibu yang laki-laki disebut sebagai Tuwan atau Mamak. 

Bila saudara laki-laki ibu lahir pada urutan pertama maka disebut dengan Tuwantuwo dan begitu seterusnya. Saudara perempuan ibu yang lebih tua juga disebut sebagai Indouq dengan memperhatikan urutan lahir. Misalnya, bila saudara perempuan ibu yang lebih tua lahir diurutan kedua maka dipanggil sebagai Indouq t'ngah. 

Sementara itu, saudara perempuan ibu yang lebih muda disebut sebagai Nde atau Nday. Kata sapaan di atas umumnya digunakan oleh generasi tua, sementara generasi saat ini sudah banyak mengganti kata sapaan Indouq menjadi amak atau mak.

Kata sapaan Bapak dalam bahasa Kerinci disebut sebagai ayah, apak, abak. Saudara ayah yang perempuan disebut sebagai Datung atau Latung disertai dengan pertimbangan urutan lahir misalnya datungtuwo, datungknek dan seterusnya. 

Sementara itu saudara ayah yang laki-laki juga disebut sebagai apak dengan mempertimbangkan urutan lahir (misalnya Pak Tuwo, Pak Tngah, Pak Andak dan seterusnya). Bila usianya lebih muda dari usia ayah kita maka disebut sebagai Pak Cik.

Kakek dan Nenek dalam bahasa Kerinci disebut sebagai Nyantan dan Tino. Orangtua dari Nyantan dan Tino disebut sebagai Muyang, orangtua dari muyang disebut sebagai Piyut.

Generasi di atas piyut disebut sebagai tentah. Orang Kerinci jarang bertemu dengan generasi kelima di atas mereka yang masih hidup sehingga disebut sebagai tentah yang berasal dari kata Nyantan Entah (kakek yang tidak diketahui lagi).

Anak dari saudara perempuan ayah atau saudara laki-laki ibu yang berlawanan gender dengan kita disebut Pubisan atau Suku Duwo. Sementara itu, yang memiliki kesamaan gender disebut sebagai Ipa(r).

Saudara-saudara satu generasi yang lebih tua dari kita baik laki-laki dan perempuan dipanggil berdasarkan urutan lahirnya saja. Namun generasi saat ini, sudah banyak yang menggantinya dengan istilah abang (untuk laki-laki) atau uni (untuk perempuan).

Suami dari datung dipanggil sebagai mamak begitu pula sebaliknya istri dari mamak dipanggil sebagai datung. Suami dari saudara perempuan istri kita disebut sebagai Luway atau Duway. Istilah ini juga berlaku bagi umum bagi uhang semendo (para suami) lain yang istrinya satu generasi dengan istri kita dalam sebuah suku atau klan.

Larangan Menyebut Nama
Di Kerinci ada semacam larangan untuk menyebut nama seseorang secara langsung sebagai salah satu adat kesopanan. Biasanya, penyebutan nama secara langsung berlaku bagi mereka yang belum menikah, sesuai dengan pepatah adat "kcik benamo, gedang bagela" (kecil bernama, besar bergelar). 

Bila seseorang sudah menikah maka yang disebut adalah nama suami atau istrinya misalnya Laki Si Anu atau Bini Si Anu. Bagi yang sudah memiliki anak atau cucu biasanya dipanggil disertai dengan nama anak atau cucu mereka yang paling tua. Misalnya Indouq Ali (Ibunya Ali), atau Nyantan Fatimah (Kakeknya Si Fatimah).

Para orangtua yang sudah uzur (setingkat nyantan, tino dan muyang) dipanggil dengan nama aliasnya. misalnya Hangtuo tinggi (didasarkan pada postur tubuhnya yang tinggi), Hangtuo Gundok (didasarkan pada posturnya yang gemuk) dan lain sebagainya.

Sayangnya, generasi Kerinci saat ini sudah banyak meninggalkan tutou tabano dalam interaksi sosial mereka. Banyak pula kata sapaan yang diganti dengan istilah yang lebih modern seperti om, tante, umi dan lain sebagainya.

Hal ini menyebabkan hilangnya tradisi dan bergesernya standar-standar kesopanan masyarakat Kerinci. Padahal ini semua perlu dilestarikan sebagai jatidiri orang Kerinci. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun