Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Harimau dan Orang Kerinci, Sebuah Hubungan Magis-Religius

28 Oktober 2018   06:11 Diperbarui: 27 Juli 2023   07:55 4627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kepercayaan lain adalah manusia dapat menjelma menjadi harimau ketika mereka meninggal. Hal ini terjadi bagi mereka yang mengamalkan ilmu hitam selama hidupnya. Sebagaimana yang dituturkan oleh kakek saya sendiri, bahwa dulu paman beliau setelah wafat berubah menjadi harimau gaib. Hal ini diketahui dari adanya lubang di kuburan beliau setelah tujuh hari pemakaman serta jasadnya yang sudah menghilang.

Ketika kakek saya sedang berladang di pinggir hutan, harimau gaib yang merupakan jelmaan sang paman kerap muncul melindungi beliau. Menurut beliau ciri fisik harimau gaib tersebut yang terlihat dari jejaknya memiliki kesamaan demgam ciri fisik  dengan sang paman, yakni salah satu anak jarinya putus. Selain itu, harimau gaib ketika menemui manusia memiliki bunyi yang khas. Mereka berbunyi layaknya anak ayam, "menciap".

Kepercayaan manusia yang dapat menjelma menjadi harimau ini pulalah yang menyebabkan orang Kerinci menjadi salah satu etnik yang paling ditakuti di perantauan. Tulisan era Kolonial menyebutkan orang Kerinci ditakuti di Semenanjung Malaya karena mereka dipercayai bisa berubah menjadi harimau.

Secara antropologis, harimau yang dijadikan sebagai totem masyarakat Kerinci bisa dijelaskan. Pertama, hewan tersebut sangat dikenali sekaligus ditakuti oleh penduduk karena sifat buasnya. Kedua, hewan tersebut menghuni kawasan hutan yang secara adat telah diklaim kepemilikannya oleh komunitas adat tertentu. 

Watson, seorang antropolog mengatakan bahwa tidak ada satupun lahan di Kerinci yang tidak berpunya termasuk hutan-hutan lebat. Setiap komunitas adat yang mendiami Kerinci memiliki klaim terhadap penguasaan lahan tertentu yang disebut tanah ajun arah. Meskipun tidak semua lahan bisa dikelola dengan bebas. Lahan-lahan antarkomunitas adat tersebut dibatasi dengan tanda alam berdasarkan pada perjanjian sakral nenek moyang komunitas di masa lalu.

Untuk menjaga lahan-lahan tersebut, leluhur di masa lalu membutuhkan hewan penjaga yang berwujud harimau. Oleh sebab itulah, harimau gaib ini disebut sebagai Imau sabat (harimau sahabat Nenek Moyang) atau imau ulubalang (harimau prajurit).

Harimau gaib ini memiliki peran penting dalam menata relasi sosial masyarakat Kerinci. Mereka dianggap sebagai pelindung anggota komunitas saat berada di hutan milik mereka, atau menyerang anggota  komunitas lain ketika mereka memasuki hutan milik suatu komunitas tanpa izin. Mereka juga dianggap mampu mengusir harimau penganggu agar tidak menyerang manusia dan memasuki permukiman. 

Kadangkala harimau gaib ini juga akan masuk ke dalam permukiman penduduk bila ada suatu larangan adat dan hukum moral yang dilanggar atau ada tradisi adat yang tidak dilakukan oleh penduduk dusun terdekat. 

Ritual terhadap harimau gaib. Dok. Edy Susanto, National Geographic Indonesia
Ritual terhadap harimau gaib. Dok. Edy Susanto, National Geographic Indonesia
Karena peran pentingnya ini, harimau-harimau gaib rutin diberi sesajian oleh pemangku adat setempat. Berupa darah-darah ayam dikurbankan, dengan harapan harimau gaib tetap setia menjaga hutan dan melindungi mereka. Hal ini pulalah yang dilakukan oleh Mat Nasir, Saimun dan Gindo Rahim sebagaimana yang diberitakan oleh National Geographic.

Lihat di sini: Tiga Ayam Hitam dan Ayam Kuning bagi Si Tak Kasat Mata dalam Tradisi Kerinci

Adanya tradisi dan kepercayaan terhadap harimau di Kerinci sangatlah unik karena bisa dijadikan sebagai dasar dalam pelestarian harimau sumatra berbasis kearifan lokal. Hal ini sangat berbeda di wilayah lain di Indonesia, di Jawa misalnya tradisi perburuan harimau di kalangan para Priyayi di masa lalu menjadi salah satu penyebab kepunahan harimau Jawa. Namun  sayangnya, tradisi masyarakat lokal Kerinci tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah dalam upaya perlindungan harimau sumatra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun