Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bakunun, Tradisi Mendongeng Orang Kerinci yang Hampir Punah

20 Maret 2018   14:42 Diperbarui: 1 Januari 2021   10:41 3134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jafril sedang mendongeng tentang tupai jenjang (baca: bakunun tupai jenjang). Dok. Efendi dkk, 2012

Permohonan tersebut dikabulkan oleh Tuhan, di mana Puti Lindung Bulan pada akhirnya memiliki putra yang berwujud dan berprilaku seperti tupai dan diberi nama Tupai Jenjang. Rajo Tuwo kemudian menolak sang putra dan mengusirnya dari rumah, bahkan menembakinya seperti menembak seekor tupai. 

Ibrahim (alm) memainkan peran sebagai tupai jenjang sambil berdongeng. Dok. Efendi dkk, 2012
Ibrahim (alm) memainkan peran sebagai tupai jenjang sambil berdongeng. Dok. Efendi dkk, 2012
Akhir kisah ini, adalah kembalinya tupai jenjang ke istana setelah dirinya benar-benar menjadi seorang manusia yang berwajah tampan. Sang ayah kemudian menerima kembali sang anak, dan diangkat sebagai penggantinya. 

Kisah tupai jenjang sendiri bukanlah kisah berasal dari Kerinci. Kisah ini juga dikenal oleh masyarakat Minangkabau di Luhak Agam Sumatra Barat. Tetapi, dalam penyampaian atau tradisi mendongengnya murni merupakan tradisi khas orang Kerinci. 

Kunun tupai jenjang pertama kali dituturkan oleh Sutan Aris di wilayah Lubuk Nagodang Siulak, Kerinci pada tahun 1950-an, kemudian diteruskan oleh Ibrahim dari desa Koto Rendah Siulak (umur 71 tahun pada tahun 2012, dan wafat tahun 2016). 

Kini, tradisi kunun tupai jenjang hanya diteruskan oleh satu-satunya tukang kunun yang bernama Jafril (usia 65 tahun) dari dusun baru Siulak. 

Jafril sedang mendongeng tentang tupai jenjang (baca: bakunun tupai jenjang). Dok. Efendi dkk, 2012
Jafril sedang mendongeng tentang tupai jenjang (baca: bakunun tupai jenjang). Dok. Efendi dkk, 2012
Menurut Jafril, dulu kunun tupai jenjang masih diminati oleh masyarakat Kerinci sebagai salah satu alternatif hiburan masyarakat. Ia kerap diundang guna meramaikan perhelatan dan acara kenduri seperti pernikahan, turun mandi (akikahan) dan pesta menghuni rumah baru. 

Namun kini, kunun tupai jenjang tak lagi diminati masyarakat. Tempatnya telah digantikan dengan hiburan kekinian seperti "organ tunggal" dan lain sebagainya. Hampir tak ada lagi yang mengundang Jafril mengisi acara kendurian. Begitu pula dengan generasi muda Kerinci saat ini, hampir tidak ada yang berminat mempelajari tradisi kunun, tuturnya. 

Sedikit angin segar berhembus di tahun 2015 di mana teater tutur tupai jenjang ditetapkan oleh pemerintah sebagai warisan budaya tak benda dari Jambi. Namun demikian, penetapan tersebut tak hanya acara simbolis dan seremonial belaka. 

Tetapi harus dibarengi tindakan nyata untuk menggalakkan tradisi bakunun agar mendapatkan tempatnya kembali di tengah masyarakat, sehingga tukang kunun mampu berekspresi kembali di dalam komunitasnya sendiri. Pemerintah juga harus mewadahi para tukang kunun dan seniman lokal tradisional sehingga ekspresi seninya tidak mati digilas gigi zaman.

Referensi:

Efendi, Leni, dkk, 2012. Tinjauan Sejarah dan Budaya yang Mempengaruhi Teater Tutur Tupai Jenjang Masyarakat Kerinci Jambi. Jurnal Seni ISI Padang Panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun