Mohon tunggu...
H. H. Sunliensyar
H. H. Sunliensyar Mohon Tunggu... Penulis - Kerani Amatiran

Toekang tjari serpihan masa laloe dan segala hal jang t'lah oesang, baik jang terpendam di bawah tanah mahoepun jang tampak di moeka boemi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seminar Nasional Epigrafi Digelar oleh Departemen Arkeologi UGM Tahun Ini

6 Maret 2018   23:54 Diperbarui: 7 Maret 2018   00:43 1499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini 6 Maret hingga besok,  Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta menyelenggarakan seminar nasional epigrafi dengan tema "penelitian terkini prasasti di Indonesia". Seminar ini menghadirkan para arkeolog kenamaan yang menekuni bidang epigrafi (epigrap) dari berbagai instansi  di Indonesia serta mahasiswa yang berminat di bidang epigrafi. 

Epigrafi sendiri merupakan  ilmu mengenai tulisan kuno yang dituliskan pada benda budaya yang berisikan angka maupun tulisan. Umumnya benda budaya yang dimaksud adalah prasasti (baik batu, logam, maupun tulang) ataupun pada dinding bangunan kuno, nisan, dan berbagai artefak lainnya. 

Suasana sebelum acara Seminar di mulai
Suasana sebelum acara Seminar di mulai
Berbagai aspek kehidupan manusia masa lampau terutama dari masa Hindu-Budha (klasik) mampu diungkap dari pembacaan terhadap teks prasasti yang ditemukan di Indonesia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh para pemakalah pada hari pertama ini. Di antara paparan yang menarik adalah sebagai berikut:

Tjahyono Prasodjo dan JSE Yuwono dengan memadukan antara kajian epigrafi dan geografi mampu mengungkapkan aspek hidrologi masyarakat Jawa Kuno. Penelitian ini didasarkan pada pembacaan prasasti Tlu Ron yang ditemukan di Candi Plaosan tahun 2015 silam. Prasasti tersebut menyebutkan istilah dawuhan (bendung), wluran (saluran air) dan pancuran.  

Lebih lanjut, Mimi Savitri memaparkan unsur-unsur taman dari masa klasik. Kajiannya didasarkan pada prasasti Talang Tuo  yang menyebutkan bahwa di dalam taman sri terdapat aneka pohon seperti kelapa, pinang, aren dan sagu. Aneka bambu juga ditemui di taman yang dilengkapi dengan bendungan serta kolam.  Serta Prasasti Pajurungan yang menyebutkan tentang taman sima dengan unsur-unsur pepohonan di dalamnya seperti bambu, kelapa, pinang dan bunga-bungaan. 

Fenomena banjir akhir-akhir ini juga menarik perhatian mahasiswa arkeologi Fitri Kusumastuti untuk diangkat dalam seminar ini. Ia mendasari kajian dari pembacaan beberapa teks prasasti dari periode dan wilayah yang berbeda. Seperti prasasti Tugu di Jawa Barat  yang menyebutkan usaha raja membangun saluran air dan bendungan untuk mengatasi banjir yang telah memasuki istana raja. 

Barangkali fenomena banjir sudah jadi fenomena klasik yang masih belum teratasi hingga sekarang. Akan tetapi, di zaman dulu banjir lebih disebabkan sungai yang meluap karena tak mampu lagi menampung volume air. 

Berbeda dengan fenomena sekarang, banjir tak hanya terjadi akibat cuaca ekstrim saja tetapi juga keteledoran dan ulah manusia itu sendiri seperti dengan menggunduli hutan, membuang sampah di sungai, dan mengurangi area resapan air dari pembangunan fisik yang mereka lakukan. 

Objek baru kajian epigrafi juga diungkapkan dalam seminar kali ini yaitu prasasti yang ditulis pada media tanduk khususnya tanduk kerbau sebagaimana yang diungkapkan oleh WR Andhifani dari Balai Arkeologi Palembang. 

Selama ini, kajian epigrafi terbatas pada inskripsi/prasasti yang ditulis pada batu, logam,  dinding bangunan, nisan dan lain sebagainya. Tetapi belum menyentuh prasasti dalam bentuk lain seperti pada tanduk kerbau. 

Memang prasasti tanduk kerbau tidak ditemukan di Pulau Jawa dan bahkan di wilayah lain di Asia. Tetapi prasasti ini kebanyakan ditemukan di pedalaman Sumatra seperti di Rawas, Lebong, Ogan, Kerinci, Toba, Batak, dan Mandailing.   

Kurang lebih ada sebanyak 28 pemakalah yang menyampaikan tulisan dan pemikirannya dalam seminar epigrafi selama dua hari ini. Diharapkan dengan diadakannya seminar ini, minat kajian epigrafi di Indonesia semakin meningkat dan makin digandrungi oleh para arkeolog, ungkap Kepala Departemen Arkeologi, UGM. Di Indonesia sendiri, peminat kajian epigrafi termasuk dalam kategori langka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun