Mohon tunggu...
Muhammad Hafidz
Muhammad Hafidz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Halo, Nama saya Muhammad Hafidz Rangkuty, asal Medan Sumut.

Semoga menyukai tulisan saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Beberapa Konsep Penting Komunikasi Profetik

25 November 2021   10:52 Diperbarui: 25 November 2021   10:59 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Komunikasi Manusia Sebagai Tindakan Konstitutif dan Politis

Komunikasi Profetik adalah upaya menjadikan tujuan kenabian yakni humanisasi liberasi dan transedensi menjadi prespektif atau paradigma dalam teori dan praktik komunikasi. Komunikasi sendiri telah disinggung oleh Qur'an semenjak penciptaan Adam. Komunikasi telah dilukiskan Qur'an mengenai penciptaan Nabi Adam melalui ayat 30 hingga 34 Q.S Al-Baqarah yang dapat dibaca sebagai tindakan komunikasi/mediasi manusia pertama. Dalam ayat ini mengajarkan bahwa tindakan komunikasi Adam (manusia) menyebut benda-benda di hadapan Malaikat dan Tuhan. haruslah dilihat sebagai 'tindakan menamai'.  

Terdapat dua hal penting dalam konsep komunikasi sebagai 'tindakan menamai' ini:

  • Pertama, menamai bersifat Konstitutif, berarti memiliki efek membentuk sesuatu. Artinya kemampuan menamai disebutkan adalah tindakan konstitutif, sebuah tindakan yang membentuk suatu paham tertentu.
  • Kedua, menamai adalah upaya kategorisasi dan oleh karenanya politisi. Maksudnya, kegiatan 'mengatakan' atau 'membahaskan' adalah merepresentasikan sesuatu melalui wujud kata/bahasa, sementara kegiatan 'menamai' adalah merepresentasikan tapi juga memberi identitas pada objek yang dinamai. Dan identitas ini erat kaitannya dengan politik.

Dengan kata lain. ayat yang menjelaskan bahwa komunikasi haruslah dipandang sebagai tindakan politis atau kegiatan yang melibatkan kekuasaan. Komunikasi bukanlah kerja netral, melainkan selalu merupakan tindakan menamai yang mengatur objek komunikasi dalam tatanan hierarki. Artinya paradigma profetik digagas Kuntowijoyo sebagai adalah paradigma yang sadar kuasa. Ia adalah paradigma yang mendorong ilmu sosial untuk turut berperan serta melakukan transformasi sosial yang selalu terkait dengan masalah politis dan kekuasaan.

B. Mustadh'af sebagai Instrument Analitis. 

Istilah mustadh'af adalah bentuk kata objek dari dha'afa, yang kemudian Ahmad Farhan menyimpulkan bahwa istilah mustadh'afun mengacu kepada kelompok yang lemah (inferior) yang terkahir akibat dari penindasan atau sikap arogansi dari kaum yang lebih kuat (superior). 

Dhu'afa dan mustadh'af dibedakan kategorinya dalam Qur'an. Dhu'afa artinya adalah orang lemah yang penyebabnya adalah dari kondisi internal sementara mustadh'af  adalah orang lemah yang penyebab kelemahannya adalah karena dianggap lemah atau dijadikan lemah. Artinya faktor pembentuknya berasal dari luar diri seseorang, umumnya menurut Qur'an, karena kedzaliman atau kesombongan (istikbar). 

Begitu pula komunikasi dengan prespektif profetik memilih istilah mustadh'af  untuk menekankan bahwa tujuan dari prespektif profetik adalah untuk mewujudkan keadilan, memihak pada mustadh'af. Pemilihan konsep mustadh'af  ini tidak dengan sendirinya mengeksekusi konsep dhu'afa, tapi semata untuk menekankan pembelaan pada keadilan dan dengan demikian memerlukan sebuh analisis sosial yang seksama.

C. Etikanormative Komunikasi Profetik

prinsip komunikasi menurut Qur'an dibahas di Indonesia pertama kalinya oleh Jalauddin Rakhmat (Rakhmat, 1991, pp. 76-87), pengajar Komunikasi Universitas Padjajaran sekaligus intelekutual Muslim. Dalam prinsip komunikasi ini juga memiliki "etika komunikasi profetik", prinsip-prinsip tersebut adalah qaulan sadiidan , qaudan baliighan, qaulan maysuraan, qaulan layyinan, qaulan kariiman, qaulan ma'ruufan (Syahputra, 2017, p.136).

Prinsip pertama adalah Qaulan sadiidan, qaulan sadiidan sendiri adalah prinsip yang berkaitan dengan kebenaran komunikasi yang dilakukan haruslah sesuai dengaan kriteria kebenaran

Prinsip kedua adalah Qaulan baliighan, qaulan baliighan berasal dari kata baligh yang berarti sampai, mengenai sasaran atau mencapai tujuan. Prinsip ini berkatian dengan efektivitas komunikasi, tempat mengungkapkan apa yang diinginkan.

Prinsip ketiga adalah Qaulan maysuuran, qaulan maysuuran adalah prinsip yang berkaitan dengan bahasa yang mudah dimengerti. Menurut Jalauddin Rakhmat konsep ini lebih tepat diartikan sebagai "ucapan yang menyenangkan".

Prinsip keempat adalah Qaulan layyinan, qaulan layyinan adalah upaya untuk berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang lunak, tidak memvonis, mengingatkan sesuatu yang sudah disepakati misalnya kematian dan memanggil lawan bicara dengan panggilan yang ia sukai.

Prinsip Kelima adalah Qaulan kariiman, konsep ini hanya digunakan sekali oleh Al-Qur'an. Jalauddin Rakhmat menulis bahwa konsep ini menyiratkan satu prinsip utama dalam etika komunikasi Islam yakni penghormatan.

Prinsip Keenam adalah Qaulan ma'ruufan, qaulan ma'ruufan memiliki prinsip yang berkaitan dengan kode etik atau kebaikan. Ibnu Zaidi mengatakan bahwa makna qaulan ma'ruufan  adalah ucapan yang baik, pantas lagi tegas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun