Mohon tunggu...
Hafidz Ramadhan
Hafidz Ramadhan Mohon Tunggu... Lainnya - hafidz ernanda ramadhan

welcome to my profil

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isu Agama dalam Persaingan Pemilu 2019

24 Juni 2019   10:42 Diperbarui: 25 Juni 2019   10:20 1471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agama berasal dari bahasa sansakerta yang berarti tidak kacau(Suherman,2008). Agama dimiliki semua umat manusia dan sebagai kepercayaan serta pola perilaku untuk menangani permasalahan dan mengatur hidup manusia di dunia. 

Tapi tahukah kalian agama sempat menjadi isu paling riskan dan sering terjadi di negara ini. Bagaimana isu ini tidak menjadi isu yang riskan dari total 267 juta jiwa penduduk indonesia di tahun 2019 merupakan penduduk beragama(Ritonga,2019), dimana 87% penduduk indonesia beragama islam, dan sisanya umat beragama lain yang diakui oleh negara(Wikipedia,2010). Dari banyaknya jumlah umat beragama tak ayal isu agama sangat riskan di ibu pertiwi.

Termasuk isu ini berkembang dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 yang sudah terjadi kemarin. Isu agama sendiri bukan hanya pertama kali terjadi dalam pemilu bahkan sudah beberapa kali namun yang paling mencuat terjadi pada tahun ini. 

Dimana isu ini diawalli sejak pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 kemarin. Hal ini berawal dari calon nomor urut dua yang notabennya bukan seorang muslim dianggap melakukan penistaan agama ketika mensosialisasikan dirinya sebagai calon gubernur. 

Beliau berkata bahwa Q.S. Al-Maidah ayat 51 sebagai alat kebohongan dan tak ayal hal itu dimajukan ke ranah hukum oleh umat islam. Singkat cerita calon nomor urut dua akhirnya tidak terpilih sebagai Gubernur dan kasusnya berlanjut hingga ia dijatuhhi hukuman penjara dua tahun lamanya(detiknews,2017).

Walau kasus ini dianggap sudah selesai tapi ternyata ada beberapa orang yang masih belum puas dengan hasil putusan dan masih meneruskan perkara. 

Bahkan hingga Pemilu Presiden 2019 kemarin, dimana isu agama sangat santer terdengar di berbagai wilayah Indonesia. Bukan hanya terdengar bahkan juga menjadi alat politik bagi beberapa orang untuk menggaet suara dan masa pada Pemilu Presiden kemarin.

Hal ini terjadi beberapa kali di berbagai tempat di Indonesia khususnya saat melakukan kampanye di daerah-daerah bahkan muncul isu-isu miring atau hoax soal agama dan kehidupan pribadi masing-masing calon presiden yang disebarkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ibarat lagu tiada hujan tiada badai, tiba-tiba mucul isu miring atau hoax tersebut ketika pemilu

Tak ayal hal tersebut menyebabkan keruhnya keadaan indonesia di beberapa minggu terakhir menjalang pemilu. Bukan hanya tensi politik saja yang meningkat namun tensi mengenai isu-isu agama semakin menggebu-gebu dan santer terdengar di masyarakat. 

Ini bukan tanpa sebab melainkan semua muncul karena banyaknya partai politik yang mengatas namakan agama tertentu menjadi makanan sehari-hari menjelang pemilu 2019.

Bahkan puncaknya pada pemilu tahun 2019, suara semakin menguat khususnya bagi para partai yang mengusung tokoh-tokoh agama dan mengatas namakan agama tertentu. 

Hal ini tidak terpungkiri bahwa suara mayoritas berasal dari suara umat beragama, bahkan suara presiden dan wakil presiden juga ikut terpengaruh. Bahkan mampu memenangkan suara di berbagai daerah-daerah.

Ini juga didukung dengan hasil wawancara saya dengan beberapa masyarakat Indonesia di Perumnas Pucang Gading, diantaranya dengan seorang karyawan swasta bernama Endang Prasetyaningsih (53 tahun) ia berpendapat bahwa "pemilu kemarin tidak terlepas dari isu agama, dimana banyaknya partai politik yang mengatas namakan agama tertentu, namun ia secara pribadi sebagai pemilih tidak setuju dengan adanya hal tersebut sebab menurutnya seharusnya agama tidak di campur adukan ke dalam politik bahkan menjadi sarana untuk memperoleh suara dalam pemilu". 

Kemudian saya juga mewawancarai seorang siswi SMA bernama Iva Salma Ramadhanti (17 tahun), ia berpendapat bahwa "dalam pesta demokrasi seharusnya tidak mencampur adukan urusan agama dalam pemilu ini karena setiap orang memiliki hak sendiri dalam memilih keyakinannya serta calon wakil rakyat dan presiden yang dipilih. Ia juga berpandangan sebagai seorang pemilih pemula seperti saya seharusnya isu agama jangan dimasukkan dalam unsur politik karena sudah ada ranahnya sendiri, apa lagi munculnya hoax-hoax yang berkaitan dengan agama justru menjadi kebimbangan bagi para pemilih pemula dalam memilih calon wakil rakyat dan presiden".

Jadi dapat saya simpulkan bahwa dalam suatu negara agama dapat menentukan terbentuknya suatu pilihan kedepan dalam pemerintahan suatu negara (Indonesia). Dimana pilihan tersebut mempengaruhi titik-titik atau bagian yang lain dalam suatu negara dalam mengambil kebijakan. 

Menurut pandangan saya agama menjadi salah satu faktor perubahan sosial berdasarkan pemikiran Talcot Parson tentang struktural fungsional dimana parson menyamakan seperti organ tubuh yang saling terkait satu sama lain. 

Maka apabila perubahan yang terjadi pada suatu pemerintahan karena faktor agama dapat mempengaruhi perubahan pada bagian-bagian lain yang mendukung atau dibawahi oleh pemerintahan, termasuk dalam hal ini kebijakan dalam suatu negara ke depannya.

Selain masuk kedalam perubahan sosial kejadian tersebut juga dapat dikategorikan ke dalam keilmuan sosiologi agama, khususnya dalam konsep pendekatan kultural. Tepatnya masuk dalam pendekatan kultural menurut pandangan Piere Bourdies (Religious Capital), menurut Pierre sesungguhnya interaksi simbolis yang terjadi dalam suatu agama merupakan akibat dari kepentingan-kepentingan agama. 

Faktor peristiwa disini dikategorikan ke dalam pandangan Piere Bourdies karena kasus tersebut terdapat beberapa ekspresi-ekspresi religiusitas dalam skala yang luas dalam menjadi pusat institusional khusunya dalam penjaringan masa partai dan suara rakyat. 

Dalam peristiwa tersebut yang menjadi target masa dan suara adalah rakyat terutama masyarakat yang beragama muslim. Jadi menurut pandangan ini agama itu dianggap sebagai field (elite yang membentuk komunitas interpretif dan posisinya di pertahankan institusi-institusi dan mandat-mandat dalam mengatur serta mendistribusikan sumber daya masyarakat). Bisa juga dikatakan agama menjadi pusat dari institusional yang ada di masyarakat.

Namun pada intinya kita sebagai rakyat dan warga indonesia pada umumnya tak seharusnya kita terus berlarut-larut dalam masalah politik khususnya pemilu. Mulailah merubah pandangan serta sikap agar mampu menjadi yang lebih baik lagi ke depan. 

Dalam hal ini kehidupan bermasyarakat dan berbangsa , hindari pertentangan dan berusaha hidup rukun dan bertoleransi antar umat bergama agar mampu mewujudkan kehidupan yang damai serta lebih baik lagi kedepannya. Pemilu telah usai, memang pilihan berbeda tetapi kita tetap satu nusa satu bangsa bhineka tunggal ika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun