Pelabuhan merupakan simpul penting dalam rantai logistik di negeri maritim seperti Indonesia. Bahkan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2018 Tentang Pelayaran dapat disimpulkan kompleksitas cakupan istilah kepelabuhanan, yakni segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksananaan fungsi pelabuhan, mulai dari pintu gerbang orang dan barang, mata rantai perpindahan moda antara transportasi darat dan laut, tempat kegiatan bongkar muat jutaan ton barang, serta menjadi zona bisnis dan industri. Maka pelabuhan jadi belanga tempat bertemunya berbagai pemangku kepentingan, mulai dari entitas negara, warga, hingga swasta.
Di mana ada pertemuan kepentingan intensif, maka di situlah ada eskalasi pertukaran pesan. Gaung Program Tol Laut yang didengungkan oleh Pemerintah Indonesia menggelorakan tidak hanya para pemangku kepentingan langsung di sektor maritim. Tetapi juga sektor lainnya yang terkait secara tidak langsung, atau memang hakikat laut itu menyatukan berbagai elemen bangsa. Termasuk juga para praktisi komunikasi yang menjadi seniman penabuh genderang pelantang gema kebangkitan maritim bangsa di ruang publik.
Karya nyata praktisi komunikasi, yang di antaranya ialah para pekerja hubungan masyarakat (humas) benar-benar krusial dalam isu kemaritiman. Salah satunya untuk menyampaikan topik yang kompleks dengan sederhana, agar bisa diterima dengan tepat oleh segala lapisan masyarakat. Misalnya pada sengkarut pengertian apa itu "Tol Laut". Apakah suatu hard infrastructure berupa jalan tol yang berada di atas laut, atau sebaliknya, berupa soft infrastructure, yakni konsep yang bisa disampaikan dengan sesederhana: Tol Laut ialah layanan kapal antarpulau yang terjadwal, sehingga biaya transportasi barang dan orang lebih murah.Â
Meski tidak sepenuhnya menjelaskan definisi yang komprehensif, tapi cukup efektif untuk menekan potensi informasi yang misleading. Apalagi di era banjir hoax seperti sekarang ini. Alur informasi yang berkualitas di masyarakat akan menyokong stabilitas negara, agar pembangunan dapat berjalan lebih produktif.
PENDULUM KEPENTINGAN
Dengan menyadari kompleksitas kepentingan yang ada di pelabuhan dalam rantai logistik nasional, serta di tengah Program Tol Laut yang jadi sorotan banyak pihak. Maka peran humas sebagai penjaga citra pelabuhan semakin vital untuk tidak hanya mengelola informasi dari pelabuhan saja, tapi juga harus menjaga stabilitas komunikasi di seluruh pemangku kepentingannya.
Direktur utama Pelindo III Doso Agung -yang memiliki latar belakang Ilmu Komunikasi dan pernah menjabat sebagai humas, memberikan tips pentingnya komunikasi untuk menyelesaikan masalah. Menurutnya, menjalankan komunikasi di sektor pelabuhan itu ibarat shadowboxing (teknik latihan dalam olahraga tinju di mana petinju melatih teknik dan taktik bertanding, seorang diri, dengan membayangkan skenario pertandingan yang dibuat sendiri). Â
Jadi humas pelabuhan harus bisa membongkar muat pesan kepada setiap komunikasi sesuai tujuannya, karakter pemangku kepentingan yang menjadi komunikannya, serta mengatur ritme (intensitas) dan bahkan kombinasi kanal dalam proses komunikasi tersebut. Sehingga tidak bisa dipungkiri bahwa penguasaan pengetahuan dasar dan logika bisnis di industrinya penting bagi setiap humas untuk mengatur strategi kehumasannya.
Misalnya pada isu yang sempat marak tentang lamanya dwelling time pada pelabuhan di Indonesia. Sebagai pihak yang 'tertuduh' karena menjadi TKP, humas pelabuhan memilih untuk tidak memberikan sanggahan berupa data di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, dari 8,09 hari rerata dwelling time di jalur merah, Pelindo III hanya berkontribusi rata-rata 0,05 hari atau 6,17 persen dari total dwelling time sepanjang 2017. Mengapa tidak mempublikasikan pesan yang baik sebagai sanggahan? Karena jika direspon secara reaktif dengan data tersebut yang disampaikan terbuka ke semua media massa. Maka dikhawatirkan terjadi snowball effect. Isu tersebut justru membesar dengan semakin misleading dan suasana semakin keruh.Â
Jadi langkah yang akhirnya diambil ialah menjelaskan data tersebut kepada media massa dengan karakter audience yang sesuai untuk menerima informasi di bidang logistik, yakni media ekonomi. Secara teoritis, informasi dari mereka akan disampaikan kepada audience yang tepat untuk menjadi opinion leader yang kemudian berpotensi meluruskan isu tersebut ke khalayak yang lebih luas. Setelah tingkat ekspos yang keliru dari isu tersebut mulai mereda, barulah press release disebarkan ke media yang lebih luas untuk mempercepat klarifikasi.