WARNING : "Jangan Beternak Kebodohan, jika membaca sebuah artikel harus sampai habis, baru dianalisa. Ingat Aceh penyumbang pejuang dan orang-orang cerdas, bukan orang-orang dungu"
Masih menjadi tanda tanya besar bagi saya, bagaimana bisa setelah bertahun-tahun berselancar di dunia maya, sudah sangat familiar dengan sosial media (sosmed) dan pemberitaan media online, tapi masih banyak yang misinformasi, masih banyak yang seperti doyan memberikan pernyataan kontra dengan informasi yang salah, masih banyak yang memvonis seseorang bahkan dengan menyebutkan anti syariat, padahal sesama muslim.Â
Pernyataan saya sederhana, apakah menyebarkan informasi salah yang dipelintir itu tidak berdosa dan ada pembenarannya? Apakah jika informasi yang dipelintir tersebut malah jatuhnya menjadi informasi yang salah yang memvonis seseorang itu merupakan sebuah ujaran kebencian bahkan mungkin menjadi fitnah?
Ketua Partai NasDem Aceh, Taufiqulhadi menjadi sosok politisi viral di Aceh dalam seminggu terakhir terkait pernyataannya terkait ide "nyeleneh"nya yang mengusulkan kepada pemerintah untuk kembali mengoperasikan bank konvensional di Aceh.Â
Sontak pernyataan ini mendapatkan respon yang luar biasa dari berbagai kalangan mulai dari MPU, "perwakilan" Ulama, "Ulama Partai", pimpinan pondok pesantren, orang-orang "berkepentingan" dalam politik, para "Pakar" ekonomi, komunitas sampai akun-akun medsos yang tiba-tiba menjadi ahli dibidang ekonomi dan syariat islam.
Pernyataan-pernyataan yang mengarah kepada vonis kepada Taufiqulhadi pun sepertinya dipaksakan. Framing Anti Syariat pun akhirnya tersemat kepada Taufiqulhadi yang sepertinya semua pernyataan kontra tersebut mengarah pada keinginan mereka agar Ketua Umum NasDem, Surya Paloh mengganti Ketua NasDem Aceh tersebut, bahkan oleh "Ulama Partai" yang ada di NasDem itu sendiri.
Yang membuat saya heran, orang-orang yang kontra ini memberikan pernyataan yang tidak sesuai dengan data dan fakta yang ada atau tidak ada proses analisa informasi yang matang. Mereka malah terlihat seperti anak kemarin sore yang baru diberikan gadget sebagai mainan dimana belum memiliki kemampuan untuk mencerna informasi dan langsung menyebarkannya, alhasil malah mempermalukan diri sendiri.
Pernyataan-pernyataan tidak mendasar dan mengarah pada ujaran kebencian datang dari beberapa tokoh agama dan akun medsos personal. Bagaimana bisa vonis ini jatuh ke Taufiqulhadi yang merupakan seorang muslim dan Putra Aceh? Apa dasarnya divonis Anti syariat atau anti islam kepada sosok yang merupakan penggagas Al Quran Digital di Indonesia? Apa hanya karena usulan mengembalikan bank konvensional ke Aceh lalu dikatakan anti syariat atau anti islam?
Padahal jika kita baca statemen dan penjelasannya serta kelanjutan di dua hari berikutnya jelas tidak ada pernyataan Taufiqulhadi untuk mengganti atau menutup bank syariah. Bahkan ingin agar ada perbaikan di sistem perbankan syariah dan penyempurnaan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan menghadirkan pesaingnya.
Akun Facebook atas nama Bang Wira menjadi akun pertama yang saya baca mencantumkan istilah anti syariat. Artikel yang dituliskan di beranda profilnya ini sangat menyengat berbau politis. Akun yang mengaku sebagai pengamat politik dan pernah berkecimpung di Partai NasDem ini merekomendasikan agar Taufiqulhadi segera  diganti. Selain itu, beberapa nama yang disematkan dibawah artikel juga merupakan tokoh-tokoh politik. Jelas disini ada kepentingan "khusus" yang tujuannya menjatuhkan Taufiqulhadi.
Nah, mari kita perhatikan tulisan yang sebenarnya mempermalukan dirinya sendiri. Judul yang dipilih, Partai NasDem : Dari tuduhan Penista Agama menjadi Anti Syariat : Gagalnya Komunikasi Politik"Â dan kalimat "Sebagai orang yang pernah terlibat di NasDem".Â
Disini saya bisa menyimpulkan bahwa, Akun ini merupakan salah seorang politikus yang gagal dalam komunikasi politik  yang menyebabkan terpuruknya NasDem dimasa lalu. Selain itu, beberapa pernyataan yang beredar dari berbagai media, bahkan dari orang-orang yang kontra terhadap pernyataan Taufiqulhadi, NasDem saat ini sedang bagus-bagusnya di Aceh.
 Artinya kepengurusan saat ini yang dipimpin Taufiqulhadi masih belum gagal, baru terdapat satu pernyataan blunder yang secara resmi telah ditarik dan dengan pernyataan merasa bersalah serta permohonan maaf yang elegan. Penyataan bersalah dan permohonan maaf ini mendapatkan Apresiasi yang luar biasa dari tokoh ulama, politikus (Non NasDem) dan Netizen.Â
Sikap ini jauh lebih baik dari pada NasDem dimasa lalu dimana salah satu yang terlibat didalamnya adalah Bang Wira ini, NasDem masa tersebut tidak pernah merasa bersalah dan tanpa permohonan maaf. Yang terakhir, menurut saya, sebagai yang paling cepat merespon saat itu dan sebagai "mantan" NasDem, akun inilah yang membranding NasDem saat ini sebagai Partai Anti Syariat
Contoh lainnya, Akun Facebook atas nama Muffazal Jr yang menuliskan kalimat "wajah-wajah anti islamisasi di Aceh, Keturunan Teuku tapi isi kepalanya Liberal " dengan menyematkan tautan pernyataan Taufiqulhadi disalah satu media online lokal.Â
Memvonis Taufiqul hadi anti islamisasi dan isi kepalanya liberal hanya dari sebuah pernyataan yang saya yakini bahwa pemilik akun ini tidak membaca keseluruhan artikel terkait pernyataan Taufiqulhadi. Berita yang disematkan ditambahkan kalimat yang tidak beretika tersebut menunjukkan dangkalnya adab dan ilmu si pemilik akun serta minimnya literasi digital.
Ni akun Jika nanti ada yang balas :  "Akun-akun sok paling islami, isi postingan seperti pasukan dajjal yang suka nyebar fitnah dan kebencian", repot dia ntar...! :p
Dalam artikel saya sebelumnya berjudul "Saat Ulama Partai Nasdem Terlihat Konyol Demi Menjatuhkan Ketuanya Partainya Sendiri" sudah saya jelaskan bagaimana konyolnya pernyataan dari Abon Thalib, salah seorang anggota Dewan Pertimbangan Partai Nasdem yang mendapatkan predikat Ulama Aceh.Â
Selain tidak mendasar, beliau sepertinya tidak memiliki kemampuan menganalisa informasi dan tidak memberikan toleransi pasca permintaan maaf Taufiqulhadi yang mana beberapa Ulama lainnya telah memberikan apresiasi terhadap sikap Gentle tersebut seperti Tgk Faisal Ali, Ketua MPU Aceh dan Fadhil Rahmi, Lc, Anggota DPD RI.
Abon Thalib meminta Surya Paloh untuk mengevaluasi Ketua Partai Nasdem Aceh dengan dalih dapat berdampak negative terhadap NasDem Aceh yang sedang bagus-bagusnya dimata Masyarakat Aceh. Hal ini seperti menganulir kenyataan bahwa NasDem sedang bagus-bagusnya saat kepemimpinan Taufiqulhadi.
Sekretaris NasDem Aceh, Muslim Ayub sampai menerbitkan rilis disalah satu media online terkait pernyataan Abon Thalib tersebut dengan mengatakan bahwa permintaan evaluasi  Taufiqulhadi kurang beralasan dan dipandang kurang bijak. Muslim Ayub juga menjelaskan bahwa selama ini Abon Thalib mungkin kurang berinteraksi dengan NasDem Aceh. Beliau sangat menyayangkan kenyataan ternyata ada orang yang mengaku kader NasDem malah ikut "mengipas-ngipas" situasi agar panas kembali.
Selain itu ada juga beberapa Ulama lainnya yang ikut bersuara, baik dari ketua organisasi sampai pimpinan pondok pesantren yang intinya memvokis Taufiqulhadi tidak mengerti tentang syariat islam bahkan sampai "mengajari" Taufiqulhadi tentang sejarah perjuangan bangsa Aceh yang intinya ingin Taufiqulhadi diturunkan.
Sangat menarik saat seseorang yang mendapatkan predikat Ulama malah terseret dalam "pesanan" politik. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan malah seperti menggambarkan mereka tidak membaca secara keseluruhan pernyataan Taufiqulhadi, tidak mengikuti perkembangan terhadap pemberitaan tersebut dan seperti tidak mau tau apapun alasannya, yang penting Taufiqulhadi harus turun.
Misinformasi, mungkin ini istilah sementara yang dapat saya simpulkan tanpa melihat kemungkinan ada kepentingan politik untuk menjatuhkan Taufiqulhadi. Seperti contoh pernyataan Tgk. H. Armisli, Pimpinan Pondok Pesantren Baburrahmah dimana beliau menyampaikan disalah satu media online lokal theatjehpost.com bahwa Taufiqulhadi terlalu gampang menggantikan lagi sistem bank di Aceh dari Syariah ke Konvensional.
Pertanyaan saya kepada Tgk. H. Armisli, Anda baca dimedia mana pernyataan bahwa Taufiqulhadi ingin menggantikan lagi sistem syariah ke konvensional? Karena yang saya tau, Taufiqulhadi menyarankan Bank Konvensional kembali beroperasi di Aceh, bukan mengganti kembali Bank Syariah kembali menjadi konvensional.
Dari beberapa pernyataan kontra yang saya sebut sebagai Misinformasi ini, saya simpulkan bahwa perlu adanya penguatan terkait Literasi Digital agar pendidikan Agama yang sudah sangat kental di Aceh dapat menyeimbangi buruknya dampak dari kemajuan teknologi.Â
Sudah terbukti beberapa kali bahwa masih banyak masyarakat, bahkan ulama yang tidak mampu untuk mencerna informasi yang berasal dari pemberitaan di internet dan langsung menyambutnya secara spontan sehingga memprovokasi masyarakat atas dasar informasi yang salah.
Seandainya masyarakat berasumsi persis seperti informasi salah yang disampaikan dan mereka sebarkan lagi kepada yang lain  itu berdosa atau tidak? Kira-kira siapa yang punya tanggungjawab moral tertinggi dan siapa yang paling banyak berdosa?
Wallahu a'lam bishawab.
Bisa jadi saya yang salah menganalisa. Jika apa yang saya tulis ini betul, itu karena Allah yang mengarahkan Pikiran saya, Jika salah, maka hati dan fikiran saya yang berantakan dipenuhi keburukan.Â
Saya mohon maaf karena telah menyinggung banyak pihak. Hanya pemikiran dari seorang awam yang masih belum begitu paham dan masih belajar syariat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H