Mohon tunggu...
A Peace
A Peace Mohon Tunggu... Penulis - Praktisi IT

Praktisi IT dan Pengamat Media Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik

Isu Bank Konvensional Vs Bank Syariah, Blunder Beberapa Ulama: Minimnya Literasi Digital

3 November 2022   17:20 Diperbarui: 3 November 2022   17:31 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sangat menarik saat seseorang yang mendapatkan predikat Ulama malah terseret dalam "pesanan" politik. Pernyataan-pernyataan yang disampaikan malah seperti menggambarkan mereka tidak membaca secara keseluruhan pernyataan Taufiqulhadi, tidak mengikuti perkembangan terhadap pemberitaan tersebut dan seperti tidak mau tau apapun alasannya, yang penting Taufiqulhadi harus turun.

Misinformasi, mungkin ini istilah sementara yang dapat saya simpulkan tanpa melihat kemungkinan ada kepentingan politik untuk menjatuhkan Taufiqulhadi. Seperti contoh pernyataan Tgk. H. Armisli, Pimpinan Pondok Pesantren Baburrahmah dimana beliau menyampaikan disalah satu media online lokal theatjehpost.com bahwa Taufiqulhadi terlalu gampang menggantikan lagi sistem bank di Aceh dari Syariah ke Konvensional.

Pertanyaan saya kepada Tgk. H. Armisli, Anda baca dimedia mana pernyataan bahwa Taufiqulhadi ingin menggantikan lagi sistem syariah ke konvensional? Karena yang saya tau, Taufiqulhadi menyarankan Bank Konvensional kembali beroperasi di Aceh, bukan mengganti kembali Bank Syariah kembali menjadi konvensional.

Dari beberapa pernyataan kontra yang saya sebut sebagai Misinformasi ini, saya simpulkan bahwa perlu adanya penguatan terkait Literasi Digital agar pendidikan Agama yang sudah sangat kental di Aceh dapat menyeimbangi buruknya dampak dari kemajuan teknologi. 

Sudah terbukti beberapa kali bahwa masih banyak masyarakat, bahkan ulama yang tidak mampu untuk mencerna informasi yang berasal dari pemberitaan di internet dan langsung menyambutnya secara spontan sehingga memprovokasi masyarakat atas dasar informasi yang salah.

Seandainya masyarakat berasumsi persis seperti informasi salah yang disampaikan dan mereka sebarkan lagi kepada yang lain  itu berdosa atau tidak? Kira-kira siapa yang punya tanggungjawab moral tertinggi dan siapa yang paling banyak berdosa?

Wallahu a'lam bishawab.
Bisa jadi saya yang salah menganalisa. Jika apa yang saya tulis ini betul, itu karena Allah yang mengarahkan Pikiran saya, Jika salah, maka hati dan fikiran saya yang berantakan dipenuhi keburukan. 

Saya mohon maaf karena telah menyinggung banyak pihak. Hanya pemikiran dari seorang awam yang masih belum begitu paham dan masih belajar syariat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun