DORTMUND, RABU -- Menghadapi laskar "Oranye" pada semifinal Pesta Bola Eropa 2024 membangkitkan memori tak mengenakkan bagi penggemar "the Three Lions". Tiga puluh satu silam, tim Inggris pernah amat kesal dengan Ronald Koeman. Pelatih Belanda ini menggagalkan mimpi tim Inggris lolos ke Piala Dunia 1994.
Oktober 1993, di Rotterdam, Belanda, Inggris bertanding melawan Belanda dalam laga kualifikasi Piala Dunia 1994. Mimpi mereka untuk lolos ke turnamen bergengsi ini hanya tinggal selangkah lagi.
David Platt, gelandang serang Inggris, menerima umpan terobosan dan tinggal berhadapan dengan kiper Belanda, Ed de Goey. Ronald Koeman, bek Belanda, berusaha mengejar Platt dan menjatuhkannya di dalam kotak penalti.
Sontak, para suporter Inggris bersorak kegirangan. Mereka yakin wasit akan memberikan hadiah penalti dan mengusir Koeman keluar lapangan. Dengan skenario ini, peluang Inggris untuk lolos ke Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat akan semakin terbuka lebar.
Namun, drama tak terduga terjadi. Koeman berargumen dengan wasit dan mengajukan banding. Ia bersikeras bahwa Platt dilanggar di luar kotak penalti. Secara mengejutkan, argumentasi Koeman diterima wasit. Penalti yang diimpikan Inggris langsung sirna, dan mereka hanya mendapatkan tendangan bebas.
Kekecewaan Inggris semakin bertambah ketika Koeman hanya dijatuhi hukuman kartu kuning atas insiden tersebut. Kehilangan penalti dan kartu kuning Koeman menjadi dua momen krusial yang meruntuhkan harapan Inggris untuk lolos ke Piala Dunia 1994.Â
Terlepas dari semua ini, tim Inggris tak terbantahkan telah mempersiapkan semua lebih baik ketimbang pertandingan tiga puluh tahun silam. Terlebih, ketika melihat cara anak asuh Gareth Southgate ini dalam mengambil penalti pada perempat final kemarin, mereka tidak terlihat merasakan tekanan sama sekali.Â
Belanda menuju sempurna
Menengok perjalanan sejauh ini, tim Belanda bisa dibilang berkembang cukup apik, mereka memulai sebagai peringkat ketiga dari Grup D hingga menjadi satu-satunya timnas tersisa dari Grup tersebut. Bahkan, mereka berhasil menghajar Romania, juara Grup E secara telak 3-0 dalam perdelapan final sepekan lalu.
Dari catatan pertemuan, Belanda juga menorehkan bekal apik dengan meraih 7 kemenangan, 9 imbang, dan 6 kekalahan atas Inggris. Besok, bermodalkan 4-2-3-1 dari Ronald Koeman laskar "Oranye" terlihat sangat siap untuk mempercantik statistik.
Lebih jauh lagi, di antara empat semifinalis ini, kita semua tahu cuma Belanda yang berhasil membungkus laga dalam waktu normal 90 menit. Inggris dan Prancis membutuhkan adu penalti, sedangkan Spanyol diharuskan bermain 120 menit pada perempat final kemarin.Â
Karena hal ini, anak asuh Ronald Koeman bisa dibilang sebagai ahli menghabiskan laga dalam waktu normal, mereka memiliki determinasi, konsentrasi, dan keinginan kuat memenangkan pertandingan secepat mungkin ketimbang harus menggantungkan peruntungan melalui adu penalti. Terlebih, catatan peruntungan tim Belanda memang buruk, kalah 6 kali dan menang 2 kali atau 25 persen.Â
Lebih jauh lagi, tim Belanda ini bisa dibilang memang harus menang dalam 90 menit, bukan cuma karena peruntungan mereka jelek atau tim Inggris memang terampil, tetapi karena "Oranye" mengerti cara memenangkan pertandingan dengan cara semacam ini.
Berbicara soal permainan, tim Belanda ini tak bisa dipungkiri jauh lebih baik ketimbang Inggris, mereka mengerti cara mengumpan ke depan, menciptakan peluang melalui kombinasi dalam kotak terlarang, juga beberapa pemain bisa "kill the game" datang dari bangku cadangan.
Selain itu, tim ini juga dianugerahi kehadiran pemain semacam Cody Gakpo dan Wout Weghorst, mereka berdua bisa dibilang "screamer" sepanjang turnamen ini, berkapasitas memecah kebuntuan dari lini pertahanan dengan cara mereka sendiri.
Inggris kurang mengiris
Berbeda dengan Belanda, tim Inggris ini sangat buruk dalam mengarungi 90 menit pertama pertandingan, mereka seolah harus memenangkan pertandingan melalui adu penalti. Memang benar mereka diberkahi sejumlah eksekutor andal untuk urusan ini, terlebih ketika adu penalti kemarin, lima pemain bisa bersiap dengan sama tenangnya dalam mencetuskan bola ke dalam gawang.
Bagaimanapun, permainan ini dinamakan sebagai sepakbola, bukan adu penalti, dan 90 menit bukan waktu sedikit, semua hal bisa terjadi di sini. Mereka masih perlu bekerja keras, terlebih urusan membongkar pertahanan, tidak ada kemistri terpercik dalam permainan tim ini.
Lebih jauh lagi, empat pemain berputar di depan gawang semacam Bukayo Saka, Harry Kane, Jude Bellingham, hingga Phil Foden harus lebih sering berbicara satu sama lain. Mereka berempat berkualitas tinggi, tetapi tanpa satu perasaan sama dengan bola, sulit untuk menciptakan perbedaan dalam pertandingan.Â
Meskipun, tak bisa dipungkiri permainan dari Kobbie Mainoo dan Declan Rice makin matang dalam menjaga stabilitas lini tengah, mereka berdua terlihat sudah saling mengerti satu sama lain, momen di mana salah satu harus maju, atau harus turun bersama, sinergi semacam ini harus bisa diteruskan.Â
Benar, menengok permainan dari kedua tim, terasa mustahil untuk anak asuh Gareth Southgate mengakhiri laga dalam 90 menit. Tim Belanda cuma terlampau tangguh untuk dikalahkan, tetapi melalui kualitas dari individu bukan tidak mungkin tim ini memberi kejutan, kita semua sudah mengenal Jude Bellingham, akan lebih baik untuk tidak meremehkan. Â
Setelah semua, kedua tim bisa dibilang pantas berada di sini, baik tim Inggris atau Belanda memiliki keunikan tersendiri dalam memenangkan pertandingan. Â Karena hal ini, sudah menjadi keharusan sebagai penggemar bola kita cuma perlu santai dalam menikmati pertandingan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H