Hal ini bisa diselesaikan dengan mengikuti kursus, seminar, atau bahkan magang secara langsung terkait bidang ingin diincar. Benar, tidak ada cara lebih cepat untuk akrab, kecuali dengan bergaul langsung dengan industri.
Kecanduan teknologi
Pikirkan kapan terakhir kali kalian dengan sadar tidak membuka gadget selama 2 jam, mungkin hal ini pernah terjadi, tetapi tak bisa dipungkiri sulit ditemukan kapan. Hal ini merupakan salah satu gejala kecanduan teknologi.Â
Momen di mana kita secara sadar merasa kesulitan untuk tidak terus-terusan terhubung dengan gadget kita, bahkan cuma sebatas mengecek jam. Dan, entah bagaimana hal ini mengantarkan kita menuju "doomscrolling" (terus-terusan scroll informasi random.
Pergi berkemah di tengah hutan, atau mendaki gunung, atau sebatas melakukan aktivitas fisik bisa dibilang cukup membantu dalam mengurangi ketergantungan teknologi. Lebih singkat lagi, bisa diatasi dengan lebih sering keluar dari rumah dan berolahraga.
Perkembangan teknologi
Kita semua mengerti terkait seberapa cepat teknologi melompat, hal ini selalu berhasil memangkas keribetan dan tak bisa dibantah telah membantu manusia. Meskipun, tak bisa dipungkiri dengan perkembangan secepat ini, sejumlah usaha dikerahkan dalam menjadi ahli di suatu bidang terancam tidak relevan.
Teori 10.000 jam menjadi ahli suatu bidang tak akan lagi dibeli, 10.000 jam cuma terlalu lama untuk bisa digantikan oleh perkembangan teknologi.Â
Di samping itu, kemunculan Artificial Intelligence (AI), kecerdasan semacam ini tak bisa dipungkiri bisa mengerjakan pekerjaan lebih baik dari manusia. Sekarang, berdasarkan alasan macam apa kita harus belajar coding, jika hal ini bisa dikerjakan melalui perintah verbal dengan lebih murah dan sederhana.
Kecemasan antara komitmen dan keusangan tak terbantahkan telah menjadi satu problem tersendiri di tengah generasi ini, mereka merasa ingin menguasai sesuatu, tetapi selalu dihantui dengan kecepatan perubahan terhadap hal baru.Â
Generasi dalam jebakan
Kita semua boleh jadi sudah mengenal istilah "generasi sandwich", di mana mereka terjebak dalam kebutuhan dua generasi, terlihat fenomena ini terus diturunkan dalam gen z. Mereka boleh jadi merasa tidak ingin menikah, atau tidak ingin memiliki anak, tetapi tetap terjebak dalam lubang sama.Â
Generasi satu ini tidak menaruh usaha tertentu untuk selesaikan masalah, mereka juga dibatasi oleh sistem ekonomi mengekang. Benar, melalui bunga tinggi pinjaman pendidikan dan berbagai ketidakpastian ekonomi akhir-akhir ini tak bisa dipungkiri sudah cukup untuk membuat mereka takut memulai keluarga.
Secara keseluruhan, sebagai bagian dari gen z, kami merasa semua problem mengarungi generasi ini tak perlu dipikirkan terlalu pusing. Memang benar akan selalu ada kemelaratan, juga kelelahan dalam realitas, dan sudah menjadi tugas kita untuk memastikan diri sendiri tidak termasuk salah satu dari mereka.Â