Mohon tunggu...
Hadenn
Hadenn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Football and Others

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rewang, Keharmonisan bersama Tetangga

6 Juni 2024   18:24 Diperbarui: 6 Juni 2024   18:39 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi Rewang dan Peran Perempuan sebagai Penentu Kesuksesan Hajatan (goodnewsfromindonesia.id) 

Kurang dari tiga bulan lalu, 8 Maret atau lebih tepat lagi diperingati sebagai hari Wanita sedunia, Kompas sebagai salah satu media terbesar di negeri ini, kembali mengingatkan tentang perjuangan melindungi wanita belum berakhir.

Meski, tak bisa dipungkiri kami sendiri bukan bagian dari wanita, tetapi kami sadar benar wanita telah memerankan peranan signifikan terhadap keberlanjutan peradaban, di lain sisi juga kita semua berasal dari wanita, ibu kita masing-masing.

Karena itu, sudah menjadi satu hal wajar untuk kita memberikan perhatian akan kegiatan dikerjakan wanita, satu kegiatan yang membuat mereka senang, rewang merupakan salah satu dari kegiatan tersebut. 

Mengambil dari wawancara eksklusif bersama bu Yulia, salah satu staf di Perpustakaan Arsip Gresik, beliau menerangkan, "rewang merupakan kegiatan bersama-sama yang dikerjakan untuk membantu hajatan seorang tetangga agar berjalan lancar, biasanya diikuti oleh para wanita di kampung."

Benar, dari sini kita bisa mengerti, wanita cenderung lebih menikmati rewang, dari sana mereka bisa berkumpul, bercengkerama dengan tetangga, tetapi tetap produktif dalam artian menghasilkan sesuatu. 

Bagaimana rewang berjalan?

Kita semua tahu rewang bertujuan menjaga kerukunan antar tetangga, di mana mereka bergantian saling membantu ketika ada hajatan tanpa mengharapkan sepeser imbalan. Semua ini dikerjakan terus-menerus sungguhan cuma untuk keharmonisan bertetangga.

Benar, nilai kerukunan dan keharmonisan sangat dijunjung di sini.

Hajatan dalam rewang sangat beragam, terutama pesta pernikahan, di mana setiap warga biasanya merayakan dengan megah-megahan, sangat dipahami semenjak acara ini memang diadakan sekali seumur hidup, dan menyenangkan.

Rewang sendiri identik dengan wanita dikarenakan pekerjaan terberat dalam hajatan berada di dapur, di mana segala suplai makanan ketika hajatan disiapkan. Karena ini, sudah menjadi satu hal lumrah jumlah wanita mendominasi dalam persiapan acara.

Meskipun digemari oleh wanita, tetapi pekerjaan rewang ini bukan hal mudah, dibutuhkan minimal dua hari dedikasi di dapur tetangga. Benar, kegiatan ini bukan cuma tentang bercengkerama sambil memasak, tetapi juga sejumlah waktu diluangkan di sana.

Para pekerja di ruang domestik, seperti ibu rumah tangga, sering kali tidak mendapatkan upah atas jerih payah mereka dan jarang mendapatkan pengakuan publik. Rewang, sebagai sebuah gerakan, tidak hanya menyoroti tugas perempuan di dapur, tetapi juga mengangkat perjuangan dan pengorbanan mereka bagi masyarakat.

Dari sejumlah waktu diluangkan di sini, terdapat cerita-cerita mendalam diceritakan, terutama ketika para wanita ini bosan menunggu masakan matang. Benar, secara tidak sadar hubungan mereka terjalin dari sana.

Berperan penting dalam rewang membuat wanita harus mengalah, ketika rasa lapar datang, mereka selalu makan paling terakhir, menunggu para tamu, bapak-bapak, dan sinoman selesai makan. 

Meskipun wanita mendominasi, bukan berarti para pria tidak ikutan bekerja di sini. Sebagai pemuda desa, mereka bekerja sebagai sinoman ikut bertugas menjadi pelayan tamu, pengantar hidangan, atau bahkan pemasang tenda hajatan.

Kembali diingat, semua jasa ini tidak dibayar, mereka saling bergantian ikhlas memiliki tujuan membantu tetangga. Meski, terkadang tuan rumah tetap memberikan sisa jajanan untuk mereka yang sudah membantu. 

Benar, sisa jajanan di sini bisa juga dikatakan sebagai jika tidak ada yang bersisa, maka tidak perlu ada yang dibagi. Terpenting di antara semua adalah terdapat keberlanjutan di sana, ada rasa tanggung jawab untuk saling menolong.

Terakhir, mengutip dari Good news, rewang harus dilihat sebagai karya yang bukan hanya pekerjaan dari satu perempuan saja. Melainkan peran dari para perempuan lain melalui kerjasama dengan yang lain, sehingga memunculkan sebuah dimensi persatuan.

Ancaman rewang 

"Apa itu rewang, saya tidak mengerti tentang rewang?", merupakan sedikit dari wawancara eksklusif bersama bu Yuni, salah satu kepala administratif di Perpustakaan Arsip Gresik.

Sejujurnya, setelah mendengar pernyataan ini tidak siap, terasa agak bingung, gagal paham, dan berbagai masalah mental lain. Sebagai anak dibesarkan di Gresik, besar dengan tradisi rewang, dan mengetahui terdapat orang dari satu kota sama tidak mengetahui rewang sama sekali sungguhan seperti tamparan siang-siang. 

Meskipun demikian, hal ini tetap harus diterima, orang-orang semacam bu Yuni memang ada, dan setelah digali lebih jauh ditemukan fakta menarik, di mana bahkan Ibu dari bu Yuni sendiri tidak mengerti konsep rewang.

Benar, meski sama-sama dari Gresik, antara bu Yuni dan bu Yulia, mereka berdua memiliki pemahaman sangat berbeda tentang rewang. Lebih tepat lagi, bukan cuma dua orang ini, tetapi lingkungan di mana mereka tinggal.

Semua ini tak lepas dari katering, juga beberapa usaha lain terkait Event organizer. Kehadiran usaha-usaha ini, meski sudah terbukti membantu perekonomian warga, tetapi di lain sisi tak bisa dipungkiri mengurangi interaksi antar tetangga. 

Selain itu, pengurangan interaksi antar tetangga juga membuat para wanita ini tidak merasakan kewajiban untuk meneruskan tradisi, terutama ketika para gadis sendiri terlibat dalam usaha Event organizer, ini bisa menjadi paradoks tersendiri dalam rumah tangga.

Secara keseluruhan, keberlanjutan rewang tergantung pada masyarakat sendiri, entah mereka akan meneruskan atau meninggalkan. Sebagai salah satu pemuda dibesarkan dengan tradisi ini, memang kegiatan ini memiliki nilai tersendiri, dan berpotensi membangun negeri, tetapi dibutuhkan toleransi juga untuk sebagian yang tidak mengerti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun