Kita semua tahu Manchester City sudah bertransformasi menjadi salah satu klub terbaik di dunia, bagaimana tim ini sudah berhasil memenangkan semua gelar yang mungkin untuk dimenangkan oleh sebuah klub, juga proses dalam meraihnya, yang jauh tak kalah lebih penting.
Perjalanan dalam memperbaiki cara bermain yang sudah dianggap sempurna oleh berbagai media, tetapi setiap tahun kita selalu bisa menonton ada perubahan di sana, sesuatu yang baru dan segar, selalu berhasil dihidangkan dalam keadaan matang.
Di samping itu, semua ini sudah berjalan lebih dari tujuh musim, bukan waktu yang sedikit. Namun, fakta bisa berbicara, terlepas dari Jurgen Klopp, hanya Pep Guardiola yang diberikan kepercayaan penuh dalam membangun “football project” di era sepakbola modern, di mana tekanan tiap tahun sudah menjadi semakin tak masuk akal dan di sini akan dijelaskan mengapa proyek ini begitu spesial untuk dilanjutkan.
Kesadaran yang ditanamkan seorang Guardiola
Semua kesuksesan klub tentu tak lepas dari kerja keras seorang maestro di luar lapangan, bagaimana Guardiola membawa klub ini, yang sebelumnya hanya diperhitungkan dalam pertandingan domestik menjadi salah satu klub paling dihindari di Eropa, tentu bukan pekerjaan yang mudah. Terlebih, tim ini bermain selalu bermain dengan cantik.
Dalam sepakbola kita juga menemukan yang namanya proses dalam sebuah tim, level dasar selayaknya Chelsea musim ini, entah berada di mana klub ini berakhir dalam klasemen semua masih akan bertahan. Selanjutnya, bisa dibilang selayaknya Manchester United musim ini, di mana kemenangan sangat penting, tuntutan untuk empat besar jauh di atas segalanya. Beberapa orang terancam diberhentikan di mana target tidak terpenuhi.
Sementara itu, Manchester City berada di atas semua. Bukan hanya tentang kemenangan dan hasil, mereka juga dituntut untuk bermain menghibur dalam lapangan.
Semua hal ini juga dikonfirmasi berkali-kali hampir setiap pertemuan pers setelah pertandingan oleh Guardiola, seolah tak pernah lelah untuk menunjukkan apresiasi bagaimana timnya bermain, sekaligus seperti menunjukkan cara bermain sepakbola yang layak kepada tim lawan.
Lebih jauh lagi, cerita tentang bagaimana sepakbola seharusnya dimainkan ini juga sudah narasikan dalam ajang ballon d'or, momen di mana Manchester City dinobatkan sebagai klub terbaik di dunia dalam dua tahun terakhir. Mereka bukan memaksa tim lain untuk bermain, tetapi menunjukkan bagaimana tim ini bisa sukses dengan proses yang benar dalam lapangan.
Kesamaan filosofi bermain dari semua tim
Kita semua tahu bagaimana Guardiola bermain, bagaimana keberanian benar-benar ditekankan dalam menjadi tim yang mengambil resiko lebih banyak dalam lapangan. Bukan hanya itu, tim ini juga terlihat semakin sempurna bermain dengan bola, maupun tanpa bola.
Dulu, tim ini atau lebih tepatnya tim yang dilatih Pep selalu cenderung menguasai bola dengan kontrol penuh yang tak masuk akal, 70% penguasaan pernah bukan menjadi angka yang tinggi. Masalahnya, seiring berjalan waktu dia mulai sadar penguasaan saja tak pernah cukup, muncul itu permainan seperti sekarang, di mana transisi cepat dalam serangan, juga umpan langsung tak dikesampingkan sebagai opsi untuk mencetak gol.
Menariknya, permainan dengan kontrol dalam lapangan, juga transisi cepat, umpan langsung, serta keberanian dalam bermain sama baiknya diterapkan dalam permainan tim akademi. Jadi, seharusnya sebagai penggemar bukan lagi suatu kejutan di mana pemain muda selayaknya Rico Lewis, Oscar Bobb, hingga Micah Hamilton bisa langsung bermain klop dengan tim utama.
Copenhagen-Man City | UEFA Champions League 2023/24 | UEFA.com
![Copenhagen-Man City | UEFA Champions League 2023/24 | UEFA.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2024/02/23/screenshot-1708629710995-65d8274fde948f03ca039a92.png?t=o&v=770)
Kepemilikan ganda dalam klub
Awal tahun lalu, momen di mana sultan Qatari sudah sangat dekat untuk mengakuisisi Manchester United, UEFA mulai melarang kepemilikan klub ganda yang bermain dalam kompetisi level Eropa oleh individu, maupun suatu entitas. Kesepakatan harus dibatalkan, karena sultan sudah memiliki PSG.
Namun, jauh sebelum aturan itu berlaku. Manchester City sudah memiliki 13 klub yang berada dalam naungan Manchester City Group, salah satu yang paling terkenal Girona. Mengacu pada aturan UEFA, seharusnya tidak ada masalah di sana, semua klub yang dibawahi tidak bermain dalam level Eropa, tetapi kita semua tahu hanya soal waktu Girona akan menuju ke sana. Meski demikian, kita semua tahu itu bisa diurus nanti.
Menariknya, konsep kepemilikan ganda dalam klub ini sangat membantu dalam transfer pemain, juga peminjaman pemain antar-klub, untuk membuat semua lebih mudah. Karena kita semua tahu bermain langsung dalam kompetisi liga Inggris, bukan untuk semua pemain, beberapa harus naik dulu perlahan baru bisa mengikuti permainan tim utama.
Contoh paling menarik Claudio Echeverri, bintang muda yang sudah kita tonton langsung dalam kompetisi piala dunia U-17, beberapa bulan lalu sudah selesai kesepakatan, dia sudah menjadi bagian dari tim. Masalahnya, dengan materi pemain sekarang, jelas dia akan mengalami masa sulit dalam mendapatkan menit bermain, karena itu ada satu skenario, yang mana Claudio harus “disekolahkan” dulu menuju Girona, dimatangkan di sana.
Dengan semua kelebihan mutlak dalam klub, tak heran sudah tak ada lagi pemain yang menolak tawaran bermain bersama Manchester City, tidak juga Erling Haaland. Kalau diputar ulang, agak kejam rasanya bagaimana media meragukan keputusannya memilih tim ini dibandingkan dengan beberapa klub raksasa lain. Namun, di akhir kita semua bisa memahaminya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI