Mohon tunggu...
Hafid Rofi Pradana
Hafid Rofi Pradana Mohon Tunggu... Penulis - Transportation and Colonial Historian

History and Tech Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadikan Benteng Kedung Cowek Sebagai Bangunan Cagar Budaya!

18 Juni 2019   20:04 Diperbarui: 18 Juni 2019   20:28 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu yang lalu para pecinta sejarah di Kota Surabaya sempat dihebohkan dengan dua artikel berita dari Harian Surya dan Tribun Jatim tertanggal 23 Mei 2019 yang berjudul "Benteng-Bunker Milik Swasta, Pemkot Surabaya Gagal Ubah Jadi Destinasi Wisata", dan "Pemkot Surabaya Kubur Impian Jadikan Bunker di Kaki Suramadu Destinasi Wisata, Jatuh ke Pihak Swasta". 

Bak petir di siang bolong, berita ini seolah menjadi kabar buruk mengingat Kota Surabaya saat itu sedang melaksanakan momen hajatan yang ke-726 yang bertepatan pada tanggal 31 Mei 2019. Lalu bagaimana hal ini bisa terjadi? 

Dalam artikel Tribun Jatim tersebut tertulis bahwa informasi pergantian kepemilikan Benteng Kedung Cowek baru diketahui oleh pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Surabaya ketika mereka sedang berkomunikasi dengan jajaran pihak Kodam V Brawijaya selaku pemilik Benteng Kedung Cowek guna perencanaan Benteng sebagai kawasan destinasi wisata. 

Mengetahui hal tersebut pihak Disbudpar hanya bisa pasrah. Mereka mengatakan tidak akan lagi mengincar benteng tersebut sebagai destinasi wisata sejarah (Sumber). 

Dalam artikel tersebut tidak dijelaskan alasan apa dan mengapa benteng tersebut bisa "tukar guling" ke pihak swasta. Ironis memang, karena sampai saat ini status benteng tersebut belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya.

Artinya kapanpun bangunan peninggalan Belanda tersebut bisa dirobohkan tanpa ada perlindungan hukum. Padahal sudah banyak pemerhati dan komunitas sejarah Surabaya yang menuntut agar benteng tersebut segera ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Komunitas Roodebrug Soerabaia salah satunya. 

Salah satu founder komunitas tersebut, Ady Setyawan bahkan harus sampai ke Belanda guna mencari blueprintnya. Dalam lawatan ke Belanda tersebut ia berhasil membukukannya dalam judul Benteng-Benteng di Surabaya. Tak sampai disitu, ia juga pernah diundang oleh pihak Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya untuk mempresentasikan hasilnya. 

Namun sampai sekarang belum ada tindakan preventif dari pihak Tim Ahli Cagar Budaya Surabaya untuk segera menjadikannya sebagai Cagar Budaya. Bahkan dalam suatu berita pada bulan April 2018 mereka menyebut bahwa bangunan tersebut adalah peninggalan Jepang. Aneh bukan? Bagaimana bisa bangunan yang sudah dibangun sejak tahun 1910 - berdasarkan hasil risetnya - ini sebagai bagian dari peninggalan Jepang, padahal dalam sejarah Indonesia sudah jelas bahwa Nippon (sebutan Jepang pada saat itu) baru masuk ke Indonesia pada tahun 1942.

Tak tinggal diam atas dua pemberitaan diatas sebagai reaksinya pada tanggal 9 Juni 2019 kemarin komunitas Roodebrug Soerabaia bersama komunitas lintas sejarah lainnya mengadakan acara diskusi bertajuk "Benteng Kedung Cowek; Sebuah Fragmentasi Berkelanjutan" di Hotel Majapahit, Surabaya. 

Acara ini turut dihadiri oleh berbagai kalangan seperti pegiat sejarah, pegiat wisata, serta para ahli Cagar Budaya dan pajabat terkait. Retno Hastijanti dari Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya menguatkan bahwa memang benar bahwa lahan benteng Kedung Cowek masih dalam proses tukar guling dari pemilik (dalam hal ini Kodam V Brawijaya) ke pihak swasta (dalam hal ini PT. Kapal Api) dan prosesnya masih di Kementerian Keuangan. 

Adrian Perkasa, anggota dari Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa sudah seharusnya Benteng Kedung Cowek ditetapkan sebagai Cagar Budaya karena sudah sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 pasal 5 yang menyatakan bahwa bangunan Cagar Budaya harus berusia 50 tahun atau lebih; memiliki masa gaya paling singkat berusia 50 tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. 

Retno Hastijanti pun sepakat dengan Adrian Perkasa. Hanya saja kata Musdiq Ali (Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya) mengatakan bahwa proses registrasi Cagar Budaya ini sebenarnya sudah didukung lama oleh pemerintah kota Surabaya, hanya saja terdapat kendala administrasi. 

Di akhir acara semua peserta sepakat bahwa Benteng Kedung Cowek harus segera ditetapkan sebagai Cagar Budaya. Sebagai tindak lanjut dari diskusi ini, maka dibuatlah petisi untuk menyelamatkan benteng tersebut. Hingga tulisan ini dibuat, petisi sudah ditandatangi lebih dari 1.953 suara.

 Sebenarnya proses registrasi sebuah benda yang diduga cagar budaya susah-susah-gampang karena harus melalui penelitian yang mendalam. Sesuai dengan Pasal 31 UU RI No. 11 Tahun 2010, pendaftaran tersebut harus diserahkan terlebih dahulu kepada Tim Ahli Cagar Budaya setempat untuk kemudian dikaji lebih lanjut.

Jika dinyatakan sah, untuk proses selanjutnya sesuai dengan Pasal 33 bahwa Kepala Daerah (dalam hal ini Bupati/Walikota) dapat menetapkannya sebagai Benda/Bangunan Cagar Budaya paling lambat 30 hari setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya. Mungkin yang jadi pertanyaan disini adalah mengapa hingga sampai sekarang belum ditetapkan sebagai Cagar Budaya? Ada apa dengan kinerja Pemerintah saat ini? Mengapa terkesan lambat?

Surabaya, kota yang memiliki penduduk egaliter, bersifat blak-blakan, jujur, dan tentu bersifat wani (berani). Berani dalam hal ini adalah berani membela kebenaran dan berani merawat kultur kedaerahan. Ini tak lepas dari julukan Surabaya sebagai city of heroes, kota dimana para pejuang berani mati mempertahankan wilayah NKRI dari tangan penjajah. 

Surabaya akan selalu identik dengan ciri khas "heroisme", sebuah warisan sifat yang tak akan pernah hilang. Apapun dan dimanapun itu warisan sejarah yang ada di kota Pahlawan harus dijaga dengan baik. Cukup Rumah Bung Tomo saja yang terakhir, jangan sampai ada kasus serupa di masa yang akan datang.

Salam lestari!

(Note: Sampai tulisan ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pihak Kodam V Brawijaya selaku pemilik Benteng Kedung Cowek)

Sumber:

Harian Surya. 23 Mei 2019. "Benteng-Bunker Milik Swasta, Pemkot Surabaya Gagal Ubah Jadi Destinasi Wisata".

Ady Setyawan. Surat Terbuka Kepada Pemerintah Kota Surabaya berjudul "Benteng Kedung Cowek, Tantangan Pemerintah Kota dan Tim Ahli Cagar Budaya Menemukan Kembali Jiwa Kota Pahlawan Pada Hari Jadinya ke-726".

Tribun Jatim. 23 Mei 2019. "Pemkot Surabaya Kubur Impian Jadikan Bunker di Kaki Suramadu Destinasi Wisata, Jatuh ke Pihak Swasta". 

Randy Wirayudha. Historia. 4 Juni 2019. "HUT Kota Surabaya dan Pasukan Sriwijaya". https://historia.co.id/urban/articles/hut-kota-surabaya-dan-pasukan-sriwijaya-PKkpm.

Masruroh, Windy Goestiana. Kumparan. 13 Juni 2019. "Benteng Kedung Cowek Peninggalan Belanda Yang Terancam Hilang". 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2018. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun