KESENIAN JARANAN BUTO BANYUWANGI
Oleh MOH HAFID NOUR APRIADI
204104040013
Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Apriadihafid07@gmail.com
ABSTRAK
Jaranan buto adalah tarian menggunakan property kuda kudaan layaknya tari kuda lumping, jaran kepang, atau jatilan. Akan tetapi kuda yang digunakan di jaranan buto sedikit berbeda dengan yang lainnya. Bentuk dan rupanya terkesan lebih seram, menyerupai raksasa atau buto. Selain itu, para pemainnya juga menggunakan riasan serupa raksasa dengan mata yang berwarna merah, giginya yang bertaring, dan rambutnya yang panjang.
Tarian jaranan buto memiliki beberapa cerita dan gerakan yang berbeda beda. Sehingga setiap kali penampilan atau pementasannya selalu dilakukan dengan cara yang unik. Meski berada di era digitalitas, masyarakat banyuwangi hingga kini masih mengabadikan tarian tradisional khas daerahnya. Salah satunya jaranan buto.Â
Tarian ini memiliki beberapa cerita dan gerakan yang berbeda beda. Sehingga tiap pementasannya selalu unik. Keunikan seni jaranan buto ini meliputi inti cerita, kostum penari, dan iringan gamelan yang berbeda beda dengan kesenian jaranan pada umumnya.
Musik yang mengiringi jaranan buto terdiri dari beberapa musik tradisional yaitu kendang, boning, gong, kempul, terompet, kecer, dan seperangkat gamelan. Di setiap kali penampilannya, para pemain harus memunculkan atraksi, salah satunya kesurupan yang akan menjadi puncaknya acara. Pemain yang kesurupan nantinya akan mengejar orang orang yang berani untuk mengganggunya dengan siulan atau suitan. Bahkan juga ada pemain yang melakukan atraksi dengan memakan kaca, memakan obor yang ada apinya, memakan ayam hidup hidup.
Didalam kesenian jaranan buto akan terdapat 16 sampai 20 orang pemain yang biasanya akan dihimpun dalam 8 grup. Semua akan menari dengan menggunakan replica kuda lumping yang terbuat dari kulit lembu atau kulit sapi yang akan dipahat sehingga bentuknya menyerupai raksasa.
Agar atraksi berjalan dengan apa yang diinginkan terdapat seorang pawang yang bertanggung jawab atas berjalannya acara atau yang biasanya disebut dengan istilah gambuh. Pawang atau gambuh ini digunakan sebagai perantara untuk menyadarkan kembali para penari ataupun para penonton yang sedang kesurupan.
Pawang atau gambuh biasanya terdiri dari 2 orang atau lebih tergantung berapa banyaknya orang yang tampil dalam mengisi kesenian jaranan buto tersebut. Biasanya gambuh akan memakai pakaian adat seperti pakaian Madura dan menggunakan udeng yang dikenakan di kepalanya. Di sakunya para gambuh membawa minyak yang berbau sangat wangi yang akan membuat orang yang kesurupan akan tertarik untuk menghampiri bau yang wangi tersebut. Gambuh yang ada di jaranan butu rata rata sudah berusia lanjut yang sudah memiliki ilmu yang kuat dalam mengatasi hal hal seperti kesurupan dan lainnya.
ISI
Kesenian jaranan buto banyuwangi adalah penampilan yang digunakan untuk menghibur masyarakat banyuwangi. Biasanya ditampilkan dalam acara pernikahan, khitanan, ulang tahun, dan lainnya. Jaranan buto berbeda dengan jaranan jaranan yang lainnya. Penampilan dari orang yang memperagakan saja sudah berbeda. Karena orang yang memperagakan jaranan buto akan merias badan dan wajah mereka sedemikian rupa agar menyerupai sebuah raksasa atau menyerupai buto yang asli. Mereka akan membuat wajah mereka menjadi sangat menyeramkan dengan cara melukis wajah mereka menggunakan bedak atau cat khusus yang digunakan untuk merias wajah khususnya pemeran jaranan buto.
Berbicara soal sejarahnya, tari jaranan buto berasal dari dusun cemetuk sebuah desa kecil yang berada di kecamatan cluring kabupaten banyuwangi yang letaknya berbatasan dengan kecamatan gambiran. atas dasar lokal tersebut menjadikan masyarakat dusun cemetuk mendapatkan pengaruh kebudayaan masyarakat jawa mataram yang ada di wilayah gambiran. Masyarakat gambiran sebagian besar masih memiliki garis keturunan trah mataram.dari pengaruh tersebut, kesenian jaranan buto dikatakan sebagai bentuk akulturasi budaya. Memadukan budaya osing suku asli banyuwangi dengan kebudayaan jawa mataram
Jaranan buto mengadopsi nama tokoh legendaris minakjinggo. Terdapat beberapa tanggapan yang mengatakan bahwa minakjinggo adalah seseorang yang memiliki kepala raksasa yang dalam bahasa jawa biasanya disebut dengan butho. Penggunaan kuda dalam atraksi jaranan buto memiliki filosofi semangat perjuangan. Kuda juga dimaknai sikap kesatria dan kerja keras tanpa rasa lelah dari seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi semua kondisi dalam kehidupan
Memang kesenian jaranan buto tidak bisa dianggap berasal dari satu daerah. Melainkan setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki ciri khas dan keunikan masing masing melalui kesenian. Khususnya seni tari tradisional jaranan buto. Sebagian tari yang dipersembahkan merupakan gambaran sebuah cerita mitos atau fakta yang berkembang dimasyarakat dan diapresiasi oleh seniman terdahulu dalam bentuk sebuah tarian.Â
Selain dari alur cerita, kostum penari, maupun iringan musik menambahkan keunikan dari kesenian tradisional ini. Pemeran jaranan buto biasanya diriasi dengan semenyeramkan mungkin dan dipadukan dengan kostum yang gagah. Kesenian jaranan buto memang tak lepas dari latar belakang orang yang berasal dari suku jawa. Tak hayal, jika di daerah lain juga ditemukan kesenian yang serupa. Terutama daerah yang tidak jauh populasinya yang mayoritas adalah orang jawa.
Beberapa keunikan yang ada dalam jaranan buto adalah waktu pementasan jaranan buto dalam pertunjukannya, para pemain akan menunjukkan atraksi yeng cukup mengagumkan, selain itu ada pula atraksi kesurupan dalam tarian ini. Kostum tari jaranan buto adalah property kuda lumping yang digunakan tidaklah menyerupai kuda seperti wujud yang nyata. Melainkan kuda tersebut berwajahkan raksasa atau buto begitu pula dengan para pemainnya yang juga menggunakan riasan seperti muka raksasa. Yang ditandai dengan muka merah, mata besar, rambut panjang dan gimbal.
Jaranan buto sering ditampilkan dalam acara acara tertentu. Akan tetapi jaranan buto tidak dijadikan sebagai upacara adat atau yang lainnya. Jaranan buto hanya digunakan untu menghibur masyarakat awam saja. Penari jaranan buto menari dengan gerakan gerakan selayaknya raksasa. Gerakan tersebut semakin terlihat menarik dengan mengikuti alunan musik tradisional pengiringnya. Musik pengiring yang digunakan dalam pementasan tari jaranan buto memiliki perbedaan dari tari jaranan secara umum. Tari jaranan buto dalam pementasannya diiringi alunan alat musik seperti kendang, dua bonang, dua gong besar, kempul terompet, kecer yang terbuat dari bahan tembaga dan seperangkat gamelan.
 Para penari akan mengikuti irama yang ditabuh oleh para penabuh gerakan mereka akan disesuaikan dengan musik yang sedang ditabuh. Irama kendang dan suara gamelan akan memandu gerakan yang dilakukan penari jaranan buto agar gerakan mereka terlihat kompak dan tidak salah satu sama lainnya. Gerakan kaki dan tangan yang seiras akan menunjukkan kekompakan dan keindahan dari kesenian jaranan buto itu sendiri.
Urutan keluarnya penari yang tampil akan diawali dengan yang namanya prajurit biasanya terdiri dari beberapa orang yang memegang kuda kepang yang berukuran tidak terlalu besar mereka akan menari mengelilingi penonton dengan gerakan yang indah mengikuti iringan musik dari penabuh. Urutan selanjutnya adalah patih yang memegang kuda kepang yang memiliki ukuran agak besar dan juga gagah patih hanya berjumlah satu orang saja patih akan menari dengan gagah dibandingkan prajurit karena patih memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari prjurit. Yang terakhir adalah raja yang akan keluar raja adalah yang memegang kuda kepang yang berukuran paling besar diantara yang lainnya dan juga akan berpenampilan paling gagah diantara yang lain raja akan berperan sebagai tokoh yang paling berkuasa diantara yang lainnya.
Mereka semua akan menari bersama mengikuti gerakan dar sang raja yang juga mengikuti iringan musik dari penabuh. Setelah lama menari bersama prajurit dan patih akan bergabung untuk mengalahkan sang raja dengan tujuan membuat sang raja itu menjadi kesurupan. Akan tetapi hal itu bukanlah hal yang mudah. Memerlukan waktu yang lama untuk mengalahkan seorang raja. Dengan kesombongan yang dimiliki patih akan sulit untuk mengalahkan sang raja karena patih tidak mau bergabung dengan prajurit untuk mengalahkan raja. Patih merasa dirinya paling kuat diantara yang lainnya sehingga dia tidak memerlukan bantuan dari sang prajurit dan prajuritpun akan patuh terhadap apa yang dikatakan sang patih.Â
Namun sang raja tidak gampang untuk dikalahkan kalau hanya patih saja yang menghadapinya. Namun sang patih tidak ingin dirinya dianggap lemah maka dari itu sang patih nekat untuk melawan sang raja sendirian akan tetapi hasilnya tetap sama saja patih tidak dapat mengalahkan sang raja. Lama kelamaan patih menyadari bahwa dirinya memerlukan bantuan dari sang prajurit maka dari itu akhirnya mereka bekerjasama dan pada akhirnya sang raja akan takhluk oleh mereka.
Setelah takhluk raja akan dipojokkan ketempat yang sudah tersedia bunga dan sesajen. Disitu sang raja akan dihampiri oleh gambuh dan akan kesurupan dengan memakan bunga kenanga dan juga memakan beras kuning yang sudah diberikan minyak khusus oleh gambuh. Ketika kesurupan sang raja akan di cambuk oleh para prajurit menggunakan cambuk yang terbuat dari lidi. Selain di cambuk sang raja juga akan dipukul menggunakan batang dari daun kelapa yang sudah kering. Lama kelamaan sang raja akan mengamuk dan mengejar orang yang memukulnya tersebut dan akan menubruknya sehingga jatuh dan harus ditolong oleh sang gambuh yang ada.
Selain mengamuk orang yang kesurupan akan mencari para penonton yang mengganggu dan apabila orang yang mengganggu tersebut mampu ditangkap orang tersebut akan ikut kesurupan juga. Hal yang membuatnya semakin seru ketika sang raja akan memegang kepala barong yang sudah disediakan oleh gambuh untuk dipakai menari tarian barong. Sedangkan penari yang lain yang tidak ikut kesurupan akan masuk meninggalkan tempat yang ada. Dan yang masih tersisa hanya orang orang yang kesurupan saja.
Ketika menyembuhkan kesurupan gambuh memerlukan orang untuk memegangi orang orang kesurupan agar memudahkan gambuh untuk menyembuhkan orang orang tersebut. Sedangkan orang yang masih menari barong tadi dibiarkan menari dengan leluasa dan akan disembuhkan nantinya di akhir.
Konon para penari tersebut tidak sadar dan akan mengejar orang yang berani untuk mengganggu mereka yang bersiul di sekitar pementasan. Penari yang dalam keadaan kesurupan memperlihatkan atraksi memakan pecahan kaca, memakan obor api yang menyala, memakan ayam hidup hidup, dan masih banyak lagi atraksi yang akan dilakukan.
KESIMPULAN
Jaranan buto dapat diartikan kuda lumping raksasa. Keberadaan kesenian jaranan buto, tidak lepas dari cerita rakyat yang melegenda yaitu minak jingo seorang raja dari kerajaan blambangan. Konon raja minak jingo berperawakan besar dan kekar bagaikan raksasa dan buto. Sesuai dengan namanya jaranan buto, kesenian ini diperankan oleh para penari berpawakan tinggi dan besar dan juga memiliki badan yang kekar, dengan memakai kostum yang mirip dengan buto. Gerakan dari tariannya mengapresiasikan gerak gerik raksasa.
Kesenian jaranan buto menggunakan kuda atau jaran tiruan seperti pada kesenian kuda lumping, jaran kepang atau tari jathilan. Namun, ada yang berbeda dari kuda tiruan yang digunakan dalam tarian ini. Kuda tiruannya tidak menggambarkan kuda secara nyata seperti pada tarian sejenis lainnya. Kuda tiruan yang digunakan memiliki kepala menyerupai kepala raksasa atau buto yang menyeramkan.
Seperti pada kesenian tari pada umumnya, kesenian jaranan buto juga memliki keunikan riasan wajah dan kostumnya tersendiri. Jika diperhatikan tata rias wajah pemain jaranan buto terlihat menyeramkan karena menyesuaikan dengan karakter buto. Terdapat gambaran yang menyerupai taring pada wajah pemainnya. Kostum yang digunakan juga terlihat menyerupai kostum raksasa namun juga terlihat sangat gagah dengan balutan kain tradisional, selendang dan hiasan kepala. Secara keseluruhan penampilan pemain jaranan buto memang sangat jelas menggambarkan raksasa yang kekar dan menyeramkan.
Penari jaranan buto menari dengan gerakan gerakan selayaknya raksasa. Gerakan tersebut semakin terlihat menarik dengan mengikuti alunan musik tradisional pengiringnya. Musik pengiring yang digunakan dalam pementasan tari jaranan buto memiliki perbedaan dari tari jaranan secara umum. Tari jaranan buto dalam pementasannya diiringi alunan alat musik seperti kendang, dua bonang, dua gong besar, kempul terompet, kecer yang terbuat dari bahan tembaga dan seperangkat gamelan.
Tari jaranan buto berkembang di daerah banyuwangi dan blitar, tarian ini dipertunjukkan pada upacara iringan iringan pengantin dan khitanan. Seni tari jaranan buto dalam perkembangannya memiliki suatu perkembangan yang sangat pesat diantaranya adalah variasi musik pengiringnya dan tata rias penarinya. Bahkan kostum buto yang digunakan oleh penarinya mengalami inovasi dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan kreatifitas dari para seniman jaranan buto yang cukup dinamis.
Pada puncak pertunjukan acara biasanya terdapat atraksi kesurupan yang dilakukan oleh para penari jaranan buto. Konon para penari tersebut tidak sadar dan akan mengejar orang yang berani untuk mengganggu mereka yang bersiul di sekitar pementasan. Penari yang dalam keadaan kesurupan memperlihatkan atraksi memakan pecahan kaca, memakan obor api yang menyala, memakan ayam hidup hidup, dan masih banyak lagi atraksi yang akan dilakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H