Sidoarjo - Diabetes merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh tingginya kadar gula darah, semakin menjadi ancaman serius di Indonesia. Ketergantungan pada makanan dan minuman manis, kurangnya aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok telah menjadi faktor utama pemicu penyakit ini. Mengingat dampaknya yang luas, urgensi untuk meningkatkan kesadaran dan merubah pola hidup masyarakat tidak bisa dianggap enteng.
Sejak awal tahun ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah merencanakan untuk menempel label warna sebagai penanda kadar kandungan gula di produk minuman manis dalam kemasan. Kebijakan ini memang sangat dibutuhkan, hal ini dilakukan sebagai langkah untuk menekan tingkat konsumsi gula di masyarakat Indonesia.
Menurut International Diabetes Federation (IDF), Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pihaknya berencana untuk memperkenalkan label berwarna atau panduan warna pada kemasan minuman yang menunjukkan kandungan gula. Langkah ini bertujuan untuk menekan konsumsi gula yang tinggi di masyarakat Indonesia.
"Kami telah mengadakan pertemuan dengan BPOM dan aturan tersebut sudah siap, seperti di Singapura yang menggunakan label merah, kuning, dan hijau, serta tulisannya besar," ujar Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (8/7/2024). Ada pula sistem golongan A, B, C, dan D. Dimana golongan A adalah yang paling sehat dan golongan D dikategorikan sebagai tidak sehat.
Secara teori, kebijakan ini adalah langkah maju yang sangat dibutuhkan. Label warna memudahkan konsumen untuk memahami kadar gula dalam minuman yang mereka konsumsi. Dengan begitu, mereka dapat membuat keputusan yang lebih sehat secara cepat dan mudah. Pengalaman negara lain, seperti Singapura, menunjukkan bahwa pelabelan warna ini efektif dalam membantu masyarakat mengurangi asupan gula.
Menkes Budi menjelaskan bahwa saat ini aturan penerapan panduan warna tersebut sedang dalam proses penyelesaian. Hal ini telah dikomunikasikan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI agar nantinya dapat diterapkan pada produk makanan dan minuman di Indonesia.
"Tapi dalam undang-undang sudah diatur, semoga peraturan pemerintahnya segera keluar, sehingga kita bisa menerapkannya. Namun, peraturan hanyalah peraturan yang paling penting adalah kesadaran masyarakat," kata Budi Gunadi
Semua ini terjadi disaat pemerintah sebenarnya sudah menetapkan batasan kadar gula per individu di dalam 1 hari yaitu 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan. Namun nyatanya, masih banyak warga indonesia yang mengkonsumsi secara berlebih.Â
Padahal diabetes merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Data Institute for Health Metrics and Evaluation di tahun 2019 pun, menyebutkan bahwa angkanya ada di sekitar 57,42 kematian per 100.000 penduduk.
Namun, efektivitas kebijakan ini di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar. Mengapa? Karena permasalahan utama bukan hanya pada kurangnya informasi, tetapi pada kebiasaan yang sudah mengakar dalam budaya konsumsi masyarakat. Orang Indonesia terkenal dengan kecintaan mereka terhadap makanan dan minuman manis. Mengubah kebiasaan ini bukanlah perkara mudah.
Jika kematian merupakan sebuah akhir dari diabetes, berikut merupakan komplikasi yang dapat timbul akibat diabetes meliputi:
Ketoasidosis Diabetik (KAD): Komplikasi ini terjadi ketika kadar gula darah meningkat tajam, sehingga tubuh tidak mampu menggunakan gula sebagai sumber bahan bakar.
Hipoglikemia: Kondisi dimana kadar gula darah menurun secara mendadak, yang sering terjadi pada penderita diabetes yang rutin mengkonsumsi obat.
Kerusakan Ginjal (Nefropati Diabetik): Berkurangnya aliran darah ke ginjal menyebabkan kerusakan ginjal yang memerlukan cuci darah rutin atau transplantasi
Penyakit Kardiovaskular: Tingginya kadar gula darah dapat merusak pembuluh darah, menggunakan sirkulasi darah ke seluruh tubuh termasuk jantung.
Kerusakan Saraf (Neuropati Diabetik): Kerusakan saraf akibat diabetes yang sering menyerang kaki dan tangan, menyebabkan nyeri yang signifikan.
Di sisi lain, produsen minuman juga memegang peran kunci dalam keberhasilan kebijakan ini. Mereka harus diajak berdialog dan didorong untuk mengurangi kadar gula dalam produk mereka. Sanksi bagi yang tidak mematuhi aturan dan insentif bagi yang mendukung program ini bisa menjadi cara efektif untuk melibatkan industri dalam perubahan yang diinginkan.
Lebih dari itu, pemerintah perlu memastikan bahwa regulasi ini diterapkan dengan konsisten dan diawasi secara ketat. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak kebijakan baik gagal di lapangan karena kurangnya pengawasan dan penegakan aturan. Pelabelan warna ini harus menjadi bagian dari regulasi yang lebih luas tentang kesehatan pangan dan minuman di Indonesia.
Kebijakan pelabelan warna pada minuman manis adalah langkah kecil namun penting dalam upaya melawan epidemi diabetes dan obesitas di Indonesia. Meskipun banyak tantangan yang menghadang, sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan industri dapat membawa perubahan besar. Pada akhirnya, yang dibutuhkan adalah komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung gaya hidup sehat dan mengurangi risiko penyakit terkait konsumsi gula berlebihan.
Kita semua memiliki peran dalam perjuangan ini. Mari kita dukung kebijakan ini dengan mengedukasi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita tentang pentingnya mengurangi konsumsi gula. Dengan langkah kecil ini, kita bisa berharap untuk melihat generasi yang lebih sehat di masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H