Mohon tunggu...
Muhammad Haffiza
Muhammad Haffiza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Riau

Ilmu Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemajuan Jepang dan Kehancuran Papua (Indonesia) dengan Memperhatikan Dinamika Lingkungannya (Ekologi Pemerintahan)

18 Mei 2022   12:49 Diperbarui: 18 Mei 2022   13:04 979
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini isu lingkungan menjadi sangat panas secara internasional, dan munculnya isu ini didorong oleh adanya pembangunan berkelanjutan yang tidak diimbangi dengan perlindungan lingkungan yang harus dilakukan secara berkelanjutan.

 Dengan perkembangan industri dan teknologi mutakhir, perkembangan ekonomi yang pesat, membawa banyak perubahan di alam, yang pada akhirnya mengarah pada perubahan iklim atau perubahan iklim, yang mungkin terjadi karena peningkatan suhu permukaan bumi.

Ekologi Pemerintahan sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bernegara, seperti kesejahteraan, kesehatan bahkan tolak ukur maju/ tidaknya suatu negara diliat dari lingkungan sekeliling mereka dan bagaimana pemerintah menanggani berbagai kasus kerusakan lingkungan akibat aktivitas pemerintahan seperti pertambangan, limbah pabrik, dan lain lainnya.

Bisa dilihat perbandingan dua negara ini yang pertama Jepang adalah negara maju yang dimana pemerintahnya sangat memperhatikan lingkungan yang stabil untuk warga negaranya dengan berbagai kebijakan yang dibuat, 

sedanagkan satu lagi yaitu Indonesia khususnya di wilayah Papua, bisa kita liat betapa keterbelakangnya dan tidak stabilnya kehidupan disana karena ulah dari ekologi pemerintahan yang buruk, banyak sekali wilayah di papua dijadikan sarana pertambangan dan hutan banyak di gunduli untuk kepentingan pemerintahan bahkan swasta,

akibatnya banyak pemberontakan karena tanah rakyat yang dipakai, ekonomi yang tidak stabil karena lahan pertanian dan perkebunan sudah habis dipakai menjadi pertambangan dan masih banyak dampak negatif lainnya yang mengakibatkan Papua diambang kehancuran dan menjadi daerah yang terbelakang di Indonesia. 

A.Jepang Menjadi Negara Maju Dengan Penerapan Ekonomi Hijau (Green Economy) Untuk Kelangsungan Ekologi Pemerintahan Yang baik

Terdapat beberapa sudut pandang antara negara maju dan negara berkembang tentang bagaimana memahami konsep ekonomi hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, dan bagaimana menangani konsep ini di tingkat nasional untuk menghindari "proteksionisme hijau" dalam perdagangan, dan pembiayaan untuk negara berkembang.

Jepang menganut konsep Green Economy sebagai salah satu cara untuk mengurangi emisi karbon global, menerapkan kebijakan investasi hijau melalui cap-and-trade domestik, pajak karbon, dan penyeimbangan karbon. Paradigma alternatif menawarkan janji pertumbuhan sekaligus melindungi ekosistem planet. 

Konsep ekonomi hijau terdiri dari tiga pilar, yaitu ekonomi, pembangunan sosial dan fokus pada pemerataan lingkungan antargenerasi. Hal ini tercermin dalam definisi UNEP. Menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, ekonomi hijau adalah "suatu usaha atau kegiatan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sambil secara signifikan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis" (Pearce, 1989).

a.Penerapan Green Economy dalam Kebijakan Lingkungan Jepang

Sebagai upaya mengatasi masalah limbah dan sumber daya yang dihadapi, Jepang telah merumuskan serangkaian undang-undang dan peraturan, termasuk kerangka hukum peraturan dan Undang-Undang Dasar untuk Membentuk dan Meningkatkan Masyarakat untuk Daur Ulang Material (selanjutnya disebut "Basic Hukum").

Rencana Dasar Pembangunan dan Peningkatan Masyarakat Peredaran Material pertama kali dirumuskan, dan rencana tersebut kemudian direvisi menjadi Rencana Dasar Kedua Membangun Masyarakat Peredaran Material yang Sehat, yang diundangkan dan dilaksanakan pada Maret 2008. 

Environmental Nation Strategy telah memberi usulan mengembangkan masyarakat yang berkelanjutan melalui langkah-langkah komprehensif yang mengintegrasikan tiga aspek berikut dari masyarakat ; (1) Sebuah Masyarakat yang Rendah Karbon, (2) Sound Material - Cycle Society, dan (3) Sebuah Masyarakat yang Harmonis dengan Alam.

b.Penerapan Green Economy dalam Kebijakan Luar Negeri Jepang

Selebaran Pasar Carbon berawal dari diselenggarakannya konvensi PBB tentang perubahan iklim (UNFCCC) dan ditanda tangani pada saat pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Janeiro, Brazil pada tahun 1992, setelah diratifikasi oleh 175 negara, tanggal 21 Maret 1994 Konvensi Perubahan Iklim dihimbau berkekuatan hukum dan mengikat secara hukum (legally binding) kepada seluruh pihak yang aktif. 

Salah satu tujuan utama dari konvensi perubahan iklim (UNFCCC) adalah stabilnya konsentrasi gas rumah kaca (greenhouse gases) pada tingkatan yang aman dan tidak mengganggu sistem iklim secara global.


Terdiri dari tiga poin dalam Skema Penurunan Emisi dalam Protokol Kyoto yang dilakukan dalam penerapan kosep pasar carbon dalam rangka untuk meminimalisir emisi karbon yang sudah disepakati yaitu:

  1. Implementasi Bersama (Joint Implementation-JI),
  2. Perdagangan Emisi Internasional (International Emission Trading),
  3. Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism-CDM).

Prosedur Pembangunan Bersih (CDM), yang diartikan dalam Pasal 12 dari Protokol Kyoto barangkali negara dengan pengurangan emisi atau komitmen pembatasan emisi di bawah Protokol Kyoto (Lampiran B Party) untuk melakukan proyek yang mengurangi emisi di negara berkembang. 

Proyek-proyek ini mendapatkan certified emission reduction (CER), kredit masing-masing setara dengan satu ton CO2 dan dapat dihitung dalam mengisi target Kyoto. prosedur ini dilihat sebagai skema global, investasi lingkungan dan kredit pertama dari kemiripannya, menyediakan emisi diiringi instrumen standar CER. 

Kegiatan proyek CDM misalnya menyeret proyek listrik pedesaan yang menggunakan panel surya atau instalasi boiler yang lebih hemat energi. prosedur ini menumbuhkan pembangunan berkelanjutan dan pengurangan emisi.

B.Papua Menjadi Daerah Tidak Maju Di Indonesia Karena Operasi Pertambangan Tembaga Dan Emas Freeport Oleh Pemerintahan.

Kemunculan PT Freeport Indonesia di kawasan suku Amungme sejak adanya kontrak karya tahun 1967, membuat banyak permasalahan bagi suku Amungme yang tinggal di dataran tinggi Puncak Grasberg maupun suku Kamoro yang tinggal di dataran rendah Mimika. 

Masalah yang timbul semenjak PT.Freeport Indonesia beroperasi adalah pencemaran lingkungan hidup baik mulai dari gunung biji yang di terkenal di masyarakat adat Amungme sebagai "Nemang Kawi" (Anak Panah Putih), Sungai Wanagong sampai ke dataran rendah kepunyaan masyarakat suku Kamoro yaitu sungai Aikwa. 

sekarang ribuan hektar hutan kayu, sagu rusak dan banyak habitat sungai menjadi punah, bahkan manusia pun terkena dampaknya akibat tailing di buang ke sungai Aikwa.

Karenanya masyarakat banyak tidak mendapatkan sagu sebagai sumber makanan pokok mereka, selain itu pesatnya pembangunan yang didukung oleh PT. Freeport Indonesia menjadikan suku Amungme dan Kamoro menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri. 

Oleh karena itu pemukiman mereka juga semakin tersingkirkan dan jadi perkampungan tidak layak huni di antara kawasan Industri tambang termegah di Asia itu.

a.Kapasitas Pemerintah dan Masyarakat Sipil untuk mengawasi PTFI

Masyarakat Madani Indonesia, temasuk media dan LSM, lebih sulit lagi untuk menjalankan tugas mereka sebagai pengawas yang mandiri, sedangkan mereka memiliki hak menjalankan tugas ini seperti yang ada dalam Undang-Undang (UU) Lingkungan Hidup. permintaan media mengunjungi tambang biasanya selalu ditolak, dan pengusut dari LSM diusir dari area pertambangan oleh pihak yang berwajib, dan ini atas permintaan dari staf Freeport (Leith 2003).

Meski tidak ada investigasi pemerintah, namun sejumlah besar pejabat senior pemerintah Indonesia, terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup, menyadari bahwa Freeport melanggar berbagai undang-undang lingkungan di Indonesia, dan telah mengeluarkan berbagai surat dan laporan resmi tentang dampak tersebut sejak lebih dari satu dekade yang lalu.pengumuman. 

Departemen Lingkungan menulis kepada Freeport pada 12 Juni 2001, memperingatkan Freeport bahwa praktik pembuangan tailing yang terus dilakukan melanggar tiga undang-undang lingkungan. Kementerian Lingkungan Hidup secara khusus telah meminta perusahaan untuk berhenti menggunakan sungai Aghawagon dan Otomona untuk membuang tailing dari puncak gunung ke dataran banjir, alih-alih mengangkut tailing ke dataran rendah.

Tanggal 23 Maret 2006, Bapak Rachmat Witorlar Menteri Lingkungan Hidup (MLH), membuat konperensi pers untuk menghimbau bahwasanya pembuangan Air Asam Batuan (ARD) pada tambang Gransberg milik Freeport tidak berizin, melakukan pelanggaran standar limbah cair industri, dan bahwa Freeport sudah gagal menciptakan pos-pos untuk memantau ARD.

b.Perusakan Habitat Satwa Liar dan Kerusakan Fungsi Ekologis

Karena perusakan kawasan signifikan habitat hutan hujan di kawasan ADA akibat tailing, ditambah dengan deforestasi hutan di sekitarnya oleh komunitas imigran (Paull et al 2006), ada potensi risiko kelangsungan hidup bagi populasi lokal spesies langka yang membutuhkan keanekaragaman dari ekosistem hutan bertahan secara alami, resiko resiko ini sulit untuk diukur, tetapi memiliki beberapa implikasi serius. 

Namun, ERA pada satwa liar belum menyimpulkan bahwa masalah tersebut perlu ditangani oleh manajer risiko (seperti menteri lingkungan hidup Indonesia) dari pada penilai risiko (seperti Parametrix) (Parametrix Review) dalam ERA Review Panel, 2002 tahun.

Macam macam fungsi ekologis juga didapati kerusakan pada daerah tailings. The Plant and Wildlife ERA mengumpulkan penemuan PT. Hatfindo (1999) yang digaris bawahi tentang pentingnya biota tanah, 

menginjak dari mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan protozoa sampai ke invertebrata seperti semut dan rayap yang memiliki fungsi untuk menjaga kesuburan tanah. Ini menyebabkan tidak tercapainya proses perbaikan kembali ekosistem yang menjunjung kelangsungan hidup dalam kawasan ADA selepas ditutupnya proses penambangan.

c.Freeport Diduga Merusak Lingkungan Setara Rp 185 T.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih mengkaji temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) PT Freeport Indonesia. 

Hasil audit yang dipublikasikan pada Maret 2018 menunjukkan limbah PT Freeport Indonesia senilai Rp 185 triliun di Papua menyebabkan kerusakan ekosistem. Selain perusakan ekosistem, BPK sebenarnya merekomendasikan delapan hal kepada pemerintah tentang Freeport di Indonesia. 

Diantaranya penyelesaian royalti, pengurangan luas areal pertambangan Blok B, pemberian jaminan reklamasi, pemberian divestasi kepada pemerintah, perbaikan ekosistem, pengurusan izin pemanfaatan hutan, dan pengkajian izin analisis dampak lingkungan.

KLHK sudah menetapkan 48 hukuman/sanksi administratif kepada PT. Freeport Indonesia atas kerusakan lingkungan yang mereka timbulkan. Dari 48 sanksi tersebut, masih tersisa 7 sanksi lagi yang belum terlaksana. Namun, Siti mengatakan ketujuh sanksi itu pasti dilaksanakan oleh Freeport bersamaan dengan terbentuknya roadmap penanganan kasus kerusakan lingkungan. 

Roadmap ini dikerjakan Freeport bersama KLHK. BPK telah berjanji untuk terus melihat penyelesaian dari kerugian ekosistem senilai Rp 185 triliun yang ditimbukan oeh Freeport. Selama ini, BPK sudah melihat kemajuan regulasi di KLHK yang ditandai sudah adanya perkembangan terselesaikannya kasus lingkungan Freeport.

d.Saatnya Indonesia Sejahtera Tanpa Freeport!

Freeport Indonesia amat rakus lahan, dua konsesi Tambang Blok A di Kabupaten Paniai dan Blok B pada tahun 2012 di Kabupaten Mimika luasannya mencapai 212.950 hektar, hampir seluas Kabupaten Bogor. Perusahaan ini meracuni dan menjadikan sungai sebagai tempat sampah, membuang limbah beracun (merkuri dan sianida).

Sebagai informasi, untuk mendapatkan 1 gram emas, maka dibuang 2.100 Kg limbah batuan dan tailing, dihasilkan pula 5,8 Kg emisi beracun logam berat, timbal arsen, merkuri dan sianida, bisa dibayangkan bagaimana pengrusakan atas air dan lingkungan terjadi.

Sayangnya dalam polemik ini, Pemerintah Indonesia dan Freeport sengaja mengabaikan fakta kehancuran dan kerusakan ruang hidup rakyat Papua, yang dirundingkan sebatas perubahan divestasi saham 51 persen, penetapan nilai pajak dan royalti baru, tak sebutir kalimat pun memperbincangkan tentang keselamatan rakyat dan alam Papua.

Kasus Freeport sesungguhnya sebagai potret nyata, soal bagaimana sebuah kebijakan Negara dengan mudah bisa dinegosiasikan oleh korporasi. 

Freeport dengan gambang bisa mendesak pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 1 Tahun 2014 untuk memberikan toleransi pengunduran kewajiban pengolahan dan pemurnian melalui pembangunan smelter hingga 11 Januari 2017.

Kehadiran Freeport telah mendorong penggusuran kampung dan penangkapan sewenang-wenang, serta penghancuran lingkungan hidup yang massif. Jelas bahwa kesejahteraan yang selama ini diklaim telah dihadirkan oleh Freeport adalah omong kosong, kesejahteraan semu belaka. 

Mempertahankan operasi Freeport justru merugikan dan mewariskan kerusakan tak terkendali dan tak terpulihkan.

Indonesia bisa sejahtera tanpa Freeport, ia hanya menjadi beban karena Pemerintah menerima terlalu kecil namun disaat bersamaan harus mengorbankan keselamatan rakyat dan alam Papua akibat eksternalitas, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi, kehancuran sosial dan lingkungan hidup yang diwariskan tak terpulihkan.

Jadi kesimpulan dari berbagai poin poin yang ada, bahwa Freeport adalah sebuah pertmabngan emas yang tentu sangat berpengaruh bagi Indonesia bahkan beberapa Negara yang berperan didalamnya, namun selain memiliki berbagai keuntungan, ada sejumlah kerugian yang berdampak sangat besar bagi Indonesia khususnya di Papua,

banyak sistem ekologi yang rusak oleh ulah pertambangan yang juga di awasi bahkan pemerintah sendiri juga turun tangan. Banyak sekali kerusakan yang timbul akibat penggalian, limbah, dan zat zat berbahaya lainnya yang dapat mencemari lingkungan masyarakat maupun hutan.

Inilah yang membuat papua menjadi daerah keterbelangan di Indonesia walaupun ia memiliki tabang emas terbesar, namun banyaknya lingkungan yang rusak membuat masyarakat sulit bercocok tanam bahkan memenuhi kebutuhan pokok seperti sudah minimnya tanaman sagu sebagai makanan pokok masyarakat Papua,

banyaknya dataran yang terbabat oleh aktivitas pertambangan dan banyak juga jumlah masyarakat yang sakit aakibat tercemarnya air, udara dan tanah, seharusnya pemerintah kita lebih berfokus pada Papua, karena mereka sangat tidak sehat dilingkungan mereka sendiri oleh aktivitas pertambangan yang bahkan tidak memakmurkan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun