Mohon tunggu...
Haerul Mustakim
Haerul Mustakim Mohon Tunggu... -

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebebasan Pers

25 September 2012   18:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:41 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Description: logo-uin-suka-baru-warna.jpg

MAKALAH

KEBEBASAN PERS

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Jurnalistik

Dosen pengampu Supadiyanto S.Sos.I

Disusun Oleh:

Haerul Mustakim (10210025)

No HP: 082323249511

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2012

Kata pengantar

Segala puji hanya tercurahkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan beribu-ribu nikmat kepada kita semua tanpa terkecuali, sehingga tak ada satu pun makhluknya yang luput dari nikmatNya.

Sholawat serta salam, yang tak bosan-bosannya selalu kami haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad Saw, manusia yang diberikan kepercayaan untuk menyapaikan risalahNya kepada kita semua tanpa dikurangi atau bahkan ditambah.

Mungkin makalah ini masih banyak kekurangan, sehingga penulis berharap dengan nalar kritis teman-teman bisa menutupi kekurangan tersebut sehingga menyempurnakan makalah ini.

Yogyakarta, 25 september 2012

Penulis

Haerul Mustakim

Latar belakang

Di zaman yang sudah modern ini, tak ada yang tidak tersentuh oleh dunia teknologi sehingga hampir manusia di seluruh penjuru dunia sudah bisa merasakan nikmatnya kemajuan teknologi, hal ini karena memudahkan kita untuk mengakses informasi seluas-luasnya, Tak terkecuali dalam dunia jurnalistik.

Di Indonesia sendiri, media massa merupakan hal yang penting. Karena media massa merupakan alat komunikasi antara seluruh jajaran masyarakat, mulai dari kalangan masyarakat miskin dengan pejabat, mulai dari masyarakat yang tinggal di ujung timur hingga ujung barat. Sehingga media massa memudahkan penggunanya untuk mengetahui dan mendapatkan informasi yang sedang hangat. Hal ini dikarenakan media massa memiliki tingkat kecepatan, keakuratan, dan dapat dipertangguang jawabkan kebenarannya.

Sejak Indonesia dalam bayang-bayang rezim Orde Baru, banyak hal yang semestinya mendapatkan perhatian besar, seperti kebebasan pers.Pers yang seharusnya menjadi pilar demokrasi ke empat sebuah negara, justru telah di kekang dan dibelenggu. Salah satunya perusahaan yang sering dibredeli adalah tempo, Indonesia Raya milik mokhtar lubis[1], dan masih banyak lagi.

Seakan-akan pers tidak mendapatkan kebebasan dalam menyampaikan informasi, sehingga pers yang menulis berita diluar ambang kekuasaan pemerintah, pemerintah tidak segan-segan untuk memberikan peringatan keras dan bahkan mencabut ijin penerbit.

Rumusan Masalah

A.Pengrtian Pers

B.Pers di Masa Orde baru

C.Kebebasan Pers di indonesia

D.Kode Etik Jurnalistik

BAB 1

Pembahasan

A.Pengertian Pers

Pengertian menurut para ahli:

·Menurut Yuridis yang lebih mengacu kepada UUD 45 pasal 6 No. 40 Thn. 1999

Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.


  1. Pers dalam arti sempit, yaitu penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan kata tertulis
  2. Pers dalam arti luas, yaitu memasukkan di dalamnya semua media mass communications yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan.

Pers berarti:


  1. alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar
  2. alat untuk menjepit atau memadatkan
  3. surat kabar dan majalah yang berisi berita
  4. orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.

Pers adalah seni atau ketrampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.

Jadi dapat disimpulkan, bahwa pengertian pers adalah suatu seni atau ketrampilan menulis dengan cara mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusum dan menyajikan suatu berita, gagasan, pikiran dan perasaan seseorang yang kemudian dicetak atau disiarkan melalui media massa, baik beerupa surat kabar, buku, atau bahkan koran.

B.Pers di masa Orde Baru

Di era Orde Baru yang merupakan era pembangunan, mungkin nasib pers sangatlah mengkhawatirkan. Hal ini tidak terjadi pada dunia pers pada saat itu, lantaran pers hanyalah suatu alat untuk kepentingan pemerintahan saat itu. Terjadinya pengekangan besar-besaran dan itu sudah bukan menjadi rahasia umum dimata masyarakat ketika itu. Tekanan yang diterima oleh beberapa media nasional lantaran pers adalah media yang dapat menghubungkan antara kebenaran pemerintah untuk disampaikan kepada masyarakat luas.

Sehingga ada beberapa media pers yang menjadi sasaran embuk dari kekuasaan negara terhadap pers, salah satu bentuknya adalah dibredeli, bahkan dicabut ijin operasi. Hal ini menjadikan, sempitnya ruang gerak pers untuk memberitakan kebenaran pemerintah. Bentuk lain dari kekuasaan negara atas pers di tanah air adalah munculnya SIUPP yakni Surat Izin untuk Penerbitan Pers. Orde Baru sedemikian ketatnya dalam hal pengawasan atas pers, karena pemerintah tidak menghendaki mana kala mereka menjadi terganggu akibat dari pemberitaan di media-media massa. Sehingga fungsi pers sebagai transmisi informasi yang obyektif tidak dapat dirasakan. Padahal dengan transmisi informasi yang ada, diharapkan pers mampu menjadi katalisator bagi perubahan politik atau pun sosial.

Hal ini sangatlah wajar jika pers mendapat tekanan dari rezim Soeharto ketika itu, dengan melihat background beliau yang seorang militer, sehingga di awal kepemimpinannya yang menggunakan kepemimpinan ala militer, guna menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi dengan partai komunis, maka tidaklah heran Soeharto menggunakan kepemimpinan tersebut. Namun dengan beriringnya waktu, hal itu tidaklah bertahan lama, karena masyarakat Indonesia mulai menyadari model negara demokrasi itu, sehingga sangatlah bertentangan dengan landasan pancasila yang menjunjung nilai-nilai demokrasi.

Menurut Akhmad Zaini Abar, dalam bukunya yang menceritakan kisah pers Indonesia dari tahun 1966-1974 mengatakan bahwa pers sebelum orde baru, merupakan partner of power dan rekan seperjuangan untuk menumbangkan PKI dan simpatisan-simpatisannya, serta rezim demokrasi terpimpin secara keseluruhan.

Beberapa tahun kemudian, partnership itu pun berakhir, eksistensi Pers yang bebas, merdeka dan otonom pada tahap ini masih diperkenankan, oleh karena power membutuhkan legitimasi etis-politis, sembari menyelesaikan konsolidasinya.

Namun di luar dugaan, pers yang seharusnya menjadi alat pendukung kebijakan pemerintah malah menjadi duri yang siap menusuk tangan. Sehingga pemerintah harus bersikap tegas kepada media yang berani melawan rezimnya.

C.Kebebasan Pers di Indonesia

Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.

Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).

Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.

Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi di pengadilan.

Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

a.Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.

b.Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.

c.Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.

d.Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

e.Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

D.Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik yaitu Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung

Penafsiran Pasal Demi Pasal

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.

b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.

c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.

d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;

b. menghormati hak privasi;

c. tidak menyuap;

d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;

e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;

f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;

g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;

h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.

c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.

d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.

e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.

b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

a. Menyalah-gunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.

b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.

b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.

d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.

b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.

b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.

b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

BAB 2

Penutup

Kesimpulan

Setiap manusia memiliki hak kebebasan dalam berkarya, begitu juga pers. Pers merupakan pilar dalam keempat dalam membangun sebuah negara. Lantaran pers fapat menjadi alat komunikasi oleh semua kalangan, dan dapat membuka cakrawala kebenaran yang selebar-lebarnya. Hal itu dapat dibuktikan dengan, kita dapat mengetahui suatu berita dari tempat yang satu tanpa harus menuju ke TKP.

Dengan diberikannya kebebasan pers dalam beroperasi, dapat memberikan pengetahuan akan kebijakan pemerintah.

Saran

Saya menyadari, kalau makalah ini masih banyak kekurangan dan hal itu perlu diperbaiki karena tak ada gading yang tak retak dan tak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran guna membangun keilmuan saya. Terimakasih.

Daftar Pustaka

Suroso, 2001, “MENUJU PERS DEMOKRASI kritik atas Profesionalisme

Wartawan”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset.

Abar,Akhmad Zaini. 1995, “1966-1974 Kisah Pers Indonesia”, Yogyakarta, LkiS

Http://id.Wikipedia.org/wiki/Media massa

http://id.wikisource.org/wiki/Kode_Etik_Jurnalistik

[1] Di kutip ketika perkuliahan minggu ke-2 Management Pers sedang berlangsung, dengan dosen Abdul Munif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun