Mohon tunggu...
Vox Pop

Masalah dan Harapan Ruang Publik Kota Jakarta

29 September 2015   15:42 Diperbarui: 1 Oktober 2015   12:45 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin Tuhan menciptakan indonesia dalam keadaan tersenyum, itu sebabnya terlihat begitu indah. Tak terpungkiri, kini Indonesia menjelma menjadi negara yang sangat digemari wisatawan asing untuk menikmati waktu liburan karena keindahannya yang tak biasa. Tak sedikit dari wisatawan bahkan sampai menganggap bahwa Indonesia adalah surganya dunia.

Mungkin benar. Tapi pernahkah mereka berpikir bagaimana pemerintahan di dalamnya? Bagaimana situasi di dalamnya? Apa pantas disebut bila Tuhan juga rangkaian dalam keadaan tersenyum? Jawabannya pasti menggeleng-geleng! Ini mungkin bentuk suatu keadilan atau keseimbangan. Tuhan telah mencipkan indonesia dengan keindahan alam yang tak biasa, namun memberikan kerumitan di dalamnya. Sedikit di antaranya :

  1. Pemerintahannya yang diisi banyak orang-orang Idiot ; orang-orang yang menjelma menjadi tikus berdasi.
  2. Perpecahan yang sulit dimengerti : antara sesama Penegak Hukum dan sesama Aparat.
  3. Permasalahan yang tak henti-hentinya : yang paling tenar adalah kemacetan dan banjir di akibat tidak maksimalnya Tata Ruang Kota Jakarta!

Fokus kepada nomor 3.

Sebagaimana diketahui, kondisi kota Jakarta sangat memperihatinkan, menyesakkan bila ditinjau dari aspek lingkungan dan sistem transportasi. Banjir sudah menjadi rutinitas bencana setiap tahunnya dan langganan kemacetan setiap harinya. Saya sendiri bukan manusia yang terlahir di kota Jakarta, namun sangat menggelengkan kepala melihat kondisi di sana. Bagaimana dengan penduduk sebenarnya? Saya rasa mereka pasti lebih-lebih menggelengkan kepala. Fakta menuturkan jika perencanaan berpuluh tahun, sampai telah berganti berbagai nahkoda belum juga bisa menanggulangi banjir dan kemacetan di sana.

Lalu, siapa yang perlu disalahkan?

Pemimpin?

Rasanya tidak adil jika harus menyalahkan satu orang saja. Maka dari itu, sebelum mengambil kesimpulan siapa yang perlu disalahkan. Perlu disimak dulu alasan dari terjadinya permasalahan tersebut.

  1. Bertambahnya Jumlah Penduduk.

Sewajar yang diketahui. Jakarta merupakan salah satu kota yang paling diminati masyarakat di Indonesia untuk mencari kehidupan dengan berbagai pekerjaan. UMR dan banyaknya peluang kerja menjadi daya tarik tersendiri. Namun karenanya, jumlah penduduk yang terus berdatangan telah mempengaruhi daya dukung pemukiman dan alam. Jakarta tak sanggup menampung lonjakan penduduk.

  1. Kota Jakarta Berubah Wujud

Maksudnya disini adalah : Kota Jakarta telah menjelma jadi Kota yang dipenuhi berbagai bangunan beton. Baik yang lurus horizontal ataupun yang menjulang vertikal seperti ingin menyentuh langit.

  1. Sedikitnya Ruang Terbuka Hijau.

Jika mengikuti aturan yang tercantum dalam UU Penataan Ruang, seharusnya ruang terbuka hijau harus menyediakan 30 %, yang terdiri dari 20 % RTH publik dan  10 % RTH privat. Namun nyatanya Kota Jakarta sangat jauh dari kata itu. Bahkan sangat miris. 9 % saja.

  1. Rendahnya Kesadaran Masyarakat

Kesadaran masyarakat terkait budaya dan perilaku begitu rendah. Pasti tidak semuanya. Ini hanya menyinggung kepada mereka yang memperlihatkannya. Di Kota Jakarta sangat mudah menjumpai :

  1. Warga yang membuang sampah sembarangan bahkan sampai menganggap sungai sebagai tempat sampah umum
  2. Menempati lahan-lahan kosong yang seharusnya terlarang untuk di huni. Seperti bangunan di sungai.
  3. Belum Maksimalnya Implementasi Rencana Tata Ruang

Yang terakhir ini menjadi tonggakan yang mengambil porsi besar. Bukankah  Jakarta telah memiliki Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bahkan memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) namun kenapa belum juga mendapatkan hasil yang maksimal. Masih saja belum dekat dari kata idaman.

 

Jadi bagaimana? Siapa yang perlu disalahkan?

Stop! Daripada menyalahkan, labih baik mengemukakan solusi dan solusi menurut penulis adalah dengan cara memperbaiki segala penyebab timbulnya permasalahan diatas. Dengan cara :

  • Mengurangi minat masyarakat untuk terus berdatangan ke Kota Jakarta dengan menjadikan Kota yang lain semenarik Jakarta dalam hal UMR dan peluang pekerjaan.
  • Tidak menambah lagi bangunan-bangunan, sehingga tidak semakin padat dan sesak.
  • Mengupayakan tambahan persentase untuk ruang terbuka hijau.
  • Mengantisipasi terjadinya pembuangan sampah sembarangan dan pembuatan bangunan di atas sungai.
  • Memaksimalkan Implementasi rencana tata ruang. Jika telah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sudah selayaknya dijadikan tumpuan untuk membenahi Kota Jakarta karena memiliki muatan aturan zonasi ruang Jakarta yang dituangkan dalam peta zonasi untuk seluruh wilayah DKI Jakarta.

Hanya itu opini yang bisa diberikan penulis. Penulis berdoa, semoga Kota Jakarta segera dapat terhidar dari masalah kemacetan dan banjir yang sangat memprihatinkan setiap waktunya. Dan semoga dengan adanya peringatan Hari Habitat Dunia (HHD) 2015 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) dapat menjadi suntikan semangat yang baik untuk kita semua agar sebaik-baiknya bertanggung jawab pada kehidupan yang mereka jalani, pada alam yang dihuni, pada hukum yang harus ditekuni. Demi baiknya kelangsungan hidup di masa mendatang.

Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun