Tak bisa dipungkiri manusia itu beragam. Suku, bahasa, keyakinan, agama, dan bahkan cara berpikirnya. Bisa dibilang manusia itu makhluk yang relatif, sedangkan pencipta alam jagad raya ini  adalah mutlak. Bagaimana bisa dibilang seperti itu? Maka disinilah akal berperan penting bagaimana bisa memahami ini, dan bagaimana menyikapi keragaman yang ada serta melihat darimana sumber semua ini.Â
Dan di negara kita Indonesia ini, begitu banyak perbedaan, keragaman dan atau corak khas setiap daerah yang kita sebut budaya dan suku bangsa. Bahkan beragam agama juga mewarnai kehidupan kita sehari-hari, lalu segelintir yang kita sebut konflik juga mewarnai pemberitaa jagad maya. Â Apa dan bagaimana seharusnya kita sebagai bagian dari bangsa ini untuk bersikap?Â
Karena itulah, tak pernah lelah para pencinta perdamaian dari bangsa dan ummat ini terus mengkaji dan menafsir Ayat dan Hadis serta berbagai pemikir yang juga mengharapkan terciptanya harmonisasi hidup. Dengan satu tanda tanya besar dalam hati sanubari "Apa tujuan kita berada di dunia ini? Atau apa tujuan dari hidup ini? Padahal kita semua bakal mati?"Â
Salah satu Para Pencinta Perdamaian itu adalah RKAB (Rumah Kajian AlQur'an AlBarru), salah satu tempat atau rumah bagi para jemaah dari mana saja atau bahkan dari agama mana saja bisa belajar tentang Islam. Para peserta diajak menyerap kandungan-kandungan Alquran dengan tidak njlimet atau mengkerutkan dahi tanda sulit memahami. Dan dengan harapan, ilmu yang didapatkan di rumah kajian ini bisa diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia. Karena Islam sendiri adalah rahmatan lil alamin, maka jemaah pun ikut dalam rahmat itu. Insya Allah.Â
Kajian yang dilaksanakan rutin tiap minggu di Oxford Course Tebet Mas Indah begitu antusias diikuti oleh berbagai kalangan, dari muda-mudi hingga orang-orang tua yang terus bersemangat. Jadi aura semangat muda masih terus melekat pada jemaah yang bisa dbilang umur boleh tua, tapi semangat belajar tak pernah luntur. Ini tentu saja selaras dengan hadis nabi, kejarlah ilmu sampai ke liang lahat. Dan selesai mengikuti kajian ini jemaah seperti mendapatkan "cass" power spiritual, sehingga tancap gas lagi melanjutkan misi rahmatan lil alamin.Â
Selain kajian rutin, juga setiap momen-momen penting dilakukan, mulai dari Maulid Nabi Muhammad SAW hingga perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang sangat dicintai ini. Jika kelas rutin tafsir Qur'an sering diisi oleh Ustad Muhammad Rusli Malik, namun untuk perayaan Hari Kemerdekaan kali ini diisi oleh Dr. Ammar Fauzi, Ph. D, Pengajar dan juga Kepala Departemen Riset Sekolah Tinggi Filsafat Islam di Jakarta, dan sekaligus Ketua Program Studi S2 Filsafat di tempat yang sama.Â
Sekedar informasi, RKAB kurang lebih sudah lima tahun melaksanakan kajian rutin dan juga momen-momen penting, dan sudah banyak juga pembicara dengan latar belakang yang berbeda. Salah satunya adalah Bapak Yudi Latief, yang sempat berada dalam BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila).
Ada juga Pak Zulkilfli Hasan (Ketua MPR), Nazaruddin Umar (Imam Masjid Istiqlal), Ibu Khofifah Indar Parawansa (saat itu beliau menjadi Menteri Sosial tahun 2015), Dr Arifin Zainal Mochtar (Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi UGM), Prof Abdul Hadi, Haidar Baqir Pakar Tasawuf, Prof Dwikorita Karnawati, M. Sc, Ph. D (Rektor Wanita pertama UGM) dan masih banyak lagi, diantaranya mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaya Purnama. Intinya, bahwa semua komponen dari bangsa ini bisa berdialog dalam mencari solusi perbedaan dan keragaman, serta semakin menumbuhkan rasa cinta pada tanah air ini. Dengan agama, cinta itu bisa tumbuh.Â
Karena itulah dalam Kajian Kebangsaan dan Kemerdekaan kali ini, Dr. Ammar Fauzi sebagai ahli Filsafat juga membahas Pancasila secara gamblang sehingga hadirin yang hadir pun membuka pikiran bahwa Pancasila ini berbicara tentang yang gaib, dari Soal Ketuhanan hingga Keadilan. Tak terindera tapi bisa dirasakan.
Pancasila juga bagian dari Filsafat, karena itulah Filsafat Pancasila itu penting menjadi seni berfilsafat sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam meraih cita-cita dan tujuan yang mulia. Tema kali ini per tanggal 25 Agustus 2019 adalah "Implementasi nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan dalam kehidupan sehari-hari". Dr Ammar Fauzi mengupas dengan sangat epik, komprehensif dan juga mudah dicerna.Â
Berawal dari bagaimana sejak dulu manusia berpikir menciptakan tatanan dunia yang baru dari sekian banyak konflik, tentu saja yang dimaksud adalah kehidupan yang harmonis. Bahkan disinggung juga bagaimana peran atau "arwah" Plato selalu hadir pada Para Pemikir Islam, sehingga "arwah" Plato ini bisa diakomodasi oleh Islam.Â
Tarikan yang diambil Dr Ammar Fauzi dimulai dari dunia secara global lalu menuju Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Dan tidak menutup keumungkinan, Pancasila yang benar-benar sakti ini bisa menjadi contoh yang layak bagi negara-negara lain. Karena Pancasila dirumuskan dari pergumulan pemikiran yang sangat teliti dan mendalam, juga lahir dari rahim bangsa Indonesia itu sendiri, yang juga melibatkan agama. Karena itulalah KeTuhanan Yang Maha Esa menjadi point pertama.Â
Sempat juga disinggung "Garuda itu di dada" sebab kalau masih di kepala, bisa jadi hanya berisi teori-teori yang minim praktek dan melahirkan tukang debat yang menghabiskan energi, padahal yang terpenting dari Pancasila itu adalah prakteknya, karena itulah keimanan di dada agar praktek sehari-hari dari Pancasila ini benar-benar diwujudkan. Jadi bicara semangat Bhineka Tunggal Ika itu sama saja NOL kalau tidak ada Iman di dada. Karena Keimanan mengakomodasi kebhinekaan. Keimanan dari proses berpikir memahami arti relatif dan mutlak tadi.Â
Berkenaan dengan Bhineka Tunggal Ika, Dr Ammar Fauzi mengajak jemaah melihat Surah Al-Baqarah ayat 213. Dalam ayat ini ada Persatuan dan juga menyinggung perselisihan. Dahulu ummat ini satu dan setiap manusia dilahirkan membawa fitrah tauhid, dengan tauhid inilah manusia disatukan. Namun juga secara kodrati ada perbedaan dan juga perselisihan. Dan ketika manusia bertanya tentang hal ini, maka Tuhan mengirimkan Nabi sebagai pembawa risalah atau perangkat pemersatu.Â
Selain Persatuan dan perbedaan, juga tak kalah penting yang dibahas adalah kebahagiaan dan keadilan. Apakah keadilan itu tetap berjalan namun kehidupan kita tidak sejahtera? Ataukah apakah kebahagiaan itu ketika sudah memiliki banyak materi?
Seperti cerita Sang Raja yang digambarkan oleh Narasumber memiliki segalanya, namun ternyata ada yang lebih bahagia dari Sang Raja. Dan ternyata kebahagiaan sejati itu ada setelah kematian. Di sini Narasumber kembali memantik pikiran hadirin atau jemaah, bagaimana seharusnya bertindak di kehidupan ini untuk memperoleh kebahagiaan sejati itu.Â
Jadi, untuk mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan dalam kehidupan sehari-ada seni berfilsafatnya yang perlu dipahami terlebih dahulu, tanpa perlu mengkerutkan dahi dengan istilah-istilah filsafat yang njelimet, tapi keimanan di hati yang lapang dalam menampung arti perbedaan ini.Â
Untuk video rekaman dari acara ini, insya Allah semoga bisa menyusul. Tulisan ini akan update link-linknya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H