"Sayangku, apakah kamu mau menuruti keinginanku? bukankah kau mencintaiku?" Berkata Dony pada Salmah.Â
"Apa itu?, iya Aku mencintaimu... " Bisik Salmah meyakinkan Dony.Â
"Kalau gitu, mari kita menikah, Aku tak ingin berjalan tanpa ada tujuan yang jelas" Salmah begitu kaget. Gerangan apa sampai begitu terburu-buru  Dony mengajak menikah, bisik Salmah dalam hati.Â
"Bukankah itu terlalu cepat Yang?" Salmah memberanikan diri mengucapkan isi hatinya.Â
"Bukankah semua wanita mengingingkan untuk dinikahi kan?, sehingga jelas semuanya?" mantap Dony kepada Salmah.Â
"Tapi... aku harus bicara dulu dengan keluargaku, dan ini tidak mudah" Salmah menundukkan wajahnya ke tanah. Dony menerka-nerka, apa yang menghalangi Salmah sehingga tidak merasakan gembira saat diajak menikah.Â
"Baiklah aku akan datang ke keluargamu, melamarmu" Tanpa ragu Dony menyampaikannya.Â
"Yannggg... tapi...." Salmah ragu, lalu dibalas segera
"Tapi apa?...apalagi yang menghalangi?" Dony penasaran.Â
Desahan angin menampar daun-daun yang berguguran, langit mendung masih setia bersama angin sepoi-sepoi, bisa dibilang ini cuaca yang sejuk, namun mengkhawatirkan jikalau hujan akan turun deras. Tapi mereka yakin, Hujan atau pun tetap mendung, kalau komunikasi mereka berdua belum tuntas, mereka tak akan meninggalkan taman itu.Â
Taman itu sudah nampak sepi. Sebagian besar pemuda-pemudi meninggalkan taman itu khawatir hujan deras turun. Tapi bagi Dony dan Salmah, apapun yang terjadi, mereka akan terima. Itulah konsekuensi dari hubungan mereka.Â