Mohon tunggu...
R A Kurniasih
R A Kurniasih Mohon Tunggu... Penulis - Just blog and share

Dimana sebuah perjalanan berawal, disitulah sebuah kisah dimulai. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belanja Online: Uang Melayang, Barang Tak Kunjung Datang

12 Februari 2016   19:46 Diperbarui: 13 Februari 2016   12:57 959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi belanja online (sumber: smilesofindia.com)"][/caption]

Jual beli barang via online saat ini sangatlah marak dan bisa dibilang sangat menjamur di Indonesia. Berbagai toko online menggembar-gemborkan diskon dan berbagai kemudahan bagi para pelanggannya. Namun pembelian barang via online atau yang kerap disebut dengan belanja daring ini juga sangat rentan terhadap penipuan dan berbagai kasus pelanggaran. Tak satu dua kali kita mendengar berita penipuan, misalnya barang yang dikirim tidak sesuai spesifikasi (warna, model, ukuran, bentuk, dll) dan jumlahnya. Tak jarang pula, kendala malah ada di jasa pengiriman yang bisa dibilang “abal-abal”, “bodong”, “mengakali”, dan “super lemot”.  Namun ada juga yang sumber permasalahan ada di sistem dari toko online tersebut, misalnya saja sistem refund yang tidak jelas, berbelit-belit, lama, dan uang yang sudah dibayarkan sulit kembali. Dan yang paling parah adalah uang melayang tapi barang tak kunjung datang.

Berbagai macam kasus dalam jual-beli online seperti di atas banyak dialami oleh masyarakat. Bahkan sekelas mantan Menpora Roy Suryo pun pernah tertipu ketika membeli sepeda secara online. Saya sendiri pernah mengalami hal serupa, begitu juga dengan seorang teman saya. Teman saya ini membeli sebuah handphone di akhir Desember 2015 dan hingga sekarang barang atau hpnya tidak pernah tiba di tangan. Ia sudah bingung kesana kemari mencari jawaban, mulai dari komplain ke toko online hingga ke jasa pengiriman. Namun dari kesemuanya tidak dapat memberikan penjelasan mengenai keberadaan hp tersebut. Bahkan untuk merefund, pihak toko online terkesan berbelit-belit. Dan akhirnya teman saya ini menuliskan ceritanya di surat pembaca Kompas Selasa, 9 Februari 2016. 

[caption caption="screen shot surat pembaca di Kompas (http://inside.kompas.com/suratpembaca/read/50361)"]

[/caption]

 screen shot surat pembaca di Kompas (http://inside.kompas.com/suratpembaca/read/50361)

 

Ketika pertama kali mendengar cerita tentang permasalahan ini, jujur saja saya memahami perasaannya. Sebab dampak dari masalah ini tidak hanya dengan biaya, uang yang dikeluarkan untuk membeli barang, namun juga waktu, tenaga, pikiran, dan pulsa untuk menelusuri keberadaan dari barang yang ia pesan. Saya sendiri sempat melacak keberadaan barang tersebut melalui nomer resinya.

[caption caption="screen shoot pelacakan di RPX (sumber: website RPX)"]

[/caption]

Gambar capture pelacakan via website RPX 

 

Dari foto tersebut terlihat kalau barang itu tertulis sudah diterima. Namun pada kenyataannya teman saya ini tidak menerima apapun. Ada beberapa kemungkinan barang ini tidak sampai di penerima.

1.       Barang  sampai di tujuan, hanya saja si penerima mengaku-aku sebagai teman saya

2.       Barang tidak sampai di tujuan, si penerima mengaku-aku sebagai teman saya

3.       Barang tidak pernah sampai ke tujuan dalam artian ada oknum pihak jasa pengiriman ‘bermain’ , mengambil barang lalu mengganti status pengiriman

4.       Barang tersebut hilang di jalan, saat pengiriman 

5.       Barang tidak pernah dikirim (kelihatannya tidak mungkin)

Oleh karenanya kepada pihak jasa pengiriman, RPX, sebaiknya mampu memberikan penjelasan dan bukti pengiriman barang tersebut kepada pelanggan, apakah barang tersebut benar-benar sudah sampai ke pemiliknya atau paling tidak melacak posisi dari barang. Dan apabila barang hilang di jasa pengiriman seharusnya pelanggan juga berhak mendapatkan kompensasi dari kehilangan. Disinilah tingkat profesionalisme jasa pengiriman dibutuhkan. Tak hanya jasa pengiriman, toko Lazada sebagai toko online penjual gadget tersebut juga harus bertanggung jawab untuk membantu menelusuri keberadaan barang tersebut, apakah barang benar-benar sudah dikirim, barang hilang di jasa pengiriman atau bagaimana, dan apabila hilang, bagaimana cara merefundnnya.

Teman saya kini sedang menunggu kabar ataupun timbal balik dari tulisannya di surat membaca. Hingga artikel ini ditulis, pihak jasa pengiriman sudah menghubungi teman saya, namun status dari barangnya belum jelas. Artikel ini saya tulis karena saya bersimpati dan ingin membantu agar permasalahan teman saya ini cepat diselesaikan. Kepada para kompasianers dan pembaca, cerita ini adalah pembelajaran untuk kita semua agar lebih berhati-hati lagi dalam berbelanja online. Pilihlah toko online dengan sistem pelayanan yang baik, lalu pilihlah penjual dengan reputasi terbaik, dan jangan lupa untuk selalu melihat atau membaca review dari pelanggan terhadap toko atau penjual. Kepada toko online, perbaikan sistem manajemen dalam jual-beli online harus diperbaiki. Disamping itu pengembangan sistem terbaru yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat sangat diperlukan. Misalnya saja, dengan membuka kantor-kantor cabang yang melayani pengiriman via COD (cash on delivery) yang menjangkau hingga ke seluruh daerah di wilayah Indonesia.

 

Terima Kasih.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun