Mohon tunggu...
parameswari
parameswari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

kalau kamu malas kuliah, ingatlah ibu dirumah | mahasiswi tanpa KTP | #ForzaSleman

Selanjutnya

Tutup

Bola

Perlukah Ada Martir dalam Sepak Bola?

23 Mei 2016   23:30 Diperbarui: 24 Mei 2016   00:08 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa saat setelah pembekuan PSSI dicabut oleh Kemenpora, Imam Nahrawi pada tanggal 10 Mei 2016, terjadi cukup banyak insiden dalam ranah sepak bola negeri ini. Kejadian - kejadian yang bukan pertama kali terjadi, tapi perlu kita tanyakan apakah ini akan terus terjadi ? perlukah hal ini terus terjadi ?

Kejadian - kejadian beruntun, yang hingga kini masih ramai dibicarakan dan gencar dikicaukan di media sosial dengan tagar #usuttuntas, dimulai pada tanggal 15 Mei 2016 di ibukota. Fahreza, 16 tahun, Supporter Persija Jakarta, meninggal dunia di Gelora Bung Karno pada saat pertandingan Persija kontra Persela, pelakunya tidak diketahui hingga kini. Kemudian, tanggal 22 Mei 2016 pagi hari, Stanislaus Gandhang Deswara, 16 tahun, Supporter PSS Sleman, meninggal dunia di Jalan Magelang (bahkan bukan saat pertandingan, di tempat yang jauh dari stadion), pelakunya pun tidak diketahui hingga tulisan ini ditulis. Kemudian pada tanggal 22 Mei 2016 pula 46 Supporter Persegres Gresik dianiaya oleh oknum supporter PS TNI, dan hingga kini masih belum ada tindakan lanjut dari pihak yang berwajib akan terjadinya kasus tersebut.

Mungkin, bagi para penikmat bola layar kaca, yang tidak pernah tau bagaimana rasanya mendukung tim lokal, rela berdesak-desakan untuk menonton kebanggaannya berlaga, menggadaikan harta milik untuk sekadar berangkat awayday, menganggap kejadian kejadian yang terjadi merupakan hal yang kampungan, bodoh atau tidak sedikit bahkan yang mengatakan purba. Dan mengajukan pertanyaan pertanyaan seperti, bagaimana bisa kamu mau mendukung tim lokal, atau bahkan kampung yang tidak seberapa itu ? Mengapa ? Apa hebatnya ? Apa yang dimiliki tim lokalmu itu ? Bandingkan dengan klub klub internasional yang jelas sudah profesional, tim lokal kebanggaanmu itu tak bisa apa apa bukan ? Bagaimana bisa kamu melakukan tindakan tindakan bodoh demi kebanggaanmu itu ?  Bola Indonesia apa sih bagusnya ?

Redam sebentar pertanyaanmu kawan, kini biarkan aku membawa cerita ini menjadi subjektif, menggunakan sudut pandangku, sebab dari awal tulisan ini memang merupakan opini.

Aku, seorang perempuan yang sedikit lebih tua dari Fahreza dan Gandhang, aku seorang supporter klub lokal juga sama seperti mereka, dan sama seperti Gandhang, aku adalah supporter PSS Sleman, klub dari kabupaten di bagian utara DIY, mungkin kalian mengetahui klub kecil ini dari berita sepak bola gajah yang belum lama ini masih hangat menjadi bahan pembicaraan, klub yang masih muda memang, tahun ini, tepatnya 20 Mei kemarin baru merayakan 40 tahun hari jadinya, tak se tua klub klub kebanggaan teman teman lainnya, yang tentu sejarahnya sudah sangat panjang. 

Hari Minggu kemarin (22/5/2016) aku bangun tidak sepagi biasanya sebab aku sudah ke Gereja pada Sabtu sorenya, dan aku bingung membaca PM BBM teman - teman supporterku, karena merasa kudet, akhirnya aku mencoba membuka media sosial twitter dan googling, dan aku menemukan berita bahwa seorang supporter benama Stanislaus Gandhang Deswara meninggal akibat terkena bacok di bagian kepala saat kerusuhan supporter di daerah Morangan, Sleman ( Jl. Magelang). Aku tak tahu siapa itu Gandhang, supportes PSS ada ribuan, menyapa atau sekadar 'ngeh' yang mana pun tidak, hanya saat itu pertanyaan uang langsung terlintas di pikiranku adalah... "Lho, kok iso ? kui bentrok ro sopo ? tanding we lagi sesuk kok iso rusuh." artinya Lho kok bisa ?

 bentrok sama mana ? pertandingan (dengan persiba bantul 23/05/2016) baru besok kok tadi pagi bisa rusuh. Dan yang mengherankan lagi adalah, kerusuhan terjadi di luar stadion, bahkan (mungkin) dengan oknum supporter yang bahkan satu grup pun tidak, dalam kompetisi yang sedang bergulir ini. Mungkin ada yang akan berkata bahwa kedua tim sudah musuhan sejak dulu, atau kedua tim selalu rusuh bila bertemu. Heiii rivalitas bagiku wajar-wajar saja, selama dia masih dalam tempatnya, dosis facit venenum, yang menentukan sesuatu itu racun adalah dosisnya, selama rivalitas itu tak berlebihan dan cukup dibawa dalam 2x45 menit, tak lebih. Loyalitas kepada kebanggaan tidak dinilai dari "mudahnya" seseorang merelakan kemanusiaannya, tetapi bagaimana ia dapat mendukung kebanggaannya dalam 2x45 menit sebagai manusia.

Kini biar aku jawab pertanyaanmu tadi teman, mungkin sepak bola Indonesia tidak seberapa, entah kini berada diposisi ke berapa di dunia, entah ini menjadi tahun ke berapa kita gagal melangkah ke piala Asia, jangankan untuk itu dalam kancah ASEAN saja kita bukan apa-apa, meski sejarah ada mengatakan negeri kita pernah bertemu dengan Rusia pada final Olimpiade 1956, tapi kenyataannya kini sepak bola negeri ini semakin memburuk saja dengan para pengurus yang hanya mengerti mencari untung. Meski begitu, aku hanya benci pada federasi yang menaunginya, dan politikus yang menyalahgunakannya, sisanya ? 

Aku sayang ! Aku cinta ! Biarkan kalian berkata aku berlebihan, tapi maaf, aku bukan orang yang puas mengeluarkan uang untuk tv berbayar demi menonton laga internasional, aku berangkat ke stadion ! berteriak bersama ribuan orang lainnya untuk kebanggaan ! kalian yang selama ini hanya melihat dalam kotak virtual 2 dimensi itu tak akan tahu seperti apa euforianya dalam stadion langsung, yah, itulah hal utama yang aku cinta dari sepak bola lokal, Atmosfernya ! dengan asap rokok, umpatan-umpatan konyol, anak kecil lari-larian, pedagang yang mondar mandir, dan segala hal lainnya yang hanya bisa kamu rasakan bila datang dan menyaksikan LIVE !

Mungkin kamu akan menjawab lagi dengan bertanya, "apa yang ditonton bila kamu berdesak desakan di stadion ?" dan aku pun menjawab, aku supporter, bukan penonton, di sini aku memberi semangat bukan sekadar duduk dan melihat.

Dan kamu pun pasti masih membantah, "supporter lokal itu ndeso, goblok, dan pikirannya purba, cuma bisa rusuh aja, nanti tau tau ada yang mati lagi !"

Baiklah, aku akui kawan kadang memang ada beberapa yang masih purba sehingga tidak dapat menerima konsep loyalitas dan rivalitas 2x45 menit tadi. Tetapi, aku bukan siap-siapa, tak bisa menasihati atau menggurui orang lain, jadi yang bisa aku lakukan adalah mulai dari diriku sendiri. Siapa tahu, bila dimulai dari diri sendiri kemudian bisa menular, dan membudaya layaknya virus, ketika tertanam pada seseorang akan menyebar dan mengakar. Siapa tahu bukan ? Tak perlu ada Fahreza dan Gandhang lainnya. 

Ini sepak bola bukan suatu agama. Bila ini agama mungkin mereka sudah diangkat menjadi Martir atau Santo pelindung klub kebanggaan mereka masing-masing. Jadi, cukuplah duka akan mereka menampar dan menyadarkan kita untuk menyudahi hal-hal konyol yang mengatasnamakan loyalitas.

Untuk pak Imam Nahrawi, tolong usut tuntas kasus-kasus tersebut ya pak, kalo ga tuntas mending dibekuin lagi aja federasinya, kayanya Indonesia belum siap liga bergulir lagi (daripada nanti ada yang nyinyir "dosa supporter ditanggung tim" lagi)

Untuk, semua supporter Indonesia, yang baca artikel ini, maaf ya mungkin tulisannya rada ga jelas arahnya kemana, maklum masih amatiran, tapi mohon pesan utamanya ditangkap, "tak perlu ada Fahreza dan Gandhang lainnya !!"

Untuk dek Gandhang di surga, mungkin kita ga saling kenal dek, tapi aku percaya kita keluarga dalam supporter maupun Kristus, semoga dek Gandhang bahagia selalu di sana sama Tuhan Yesus, Bunda Maria dan Santo Stanislaus ya. Semoga darimu, kami belajar.


23 Mei 2016, setelah derby Jogja

Untuk memperingati Stanislaus Gandhang Deswara yang dipanggil Tuhan 2 hari yang lalu saat Hari Tritunggal Maha Kudus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun