Liverpool adalah kota yang "berbeda" dengan kota-kota di Inggris kebanyakan. Saat kota lain terisolasi dan memilih tunduk terhadap tirani kerajaan, kota Liverpool dengan masyarakatnya memilih jalan lain, cendrung kiri.Â
Seperti dalam pilihan politik, sejak 1979, dalam setiap pemilihan umum, masyarakat Liverpool mantap memilih Partai Buruh sayap kiri. Sementara itu, sebagian besar masyarakat Inggris mantap mengarah ke kanan. Â Dari sana, Liverpool baik kota dan klubnya selalu dikucilkan di Inggris dan dianggap musuh besar orang-orang konservatif Inggris.Â
Puluhan tahun selepas Thatcher lengser, label Liverpool sebagai musuh besar orang-orang konservatif kembali menguat setelah Boris Johnson terpilih menjadi Perdana Menteri Inggris pada Juli 2019 menggantikan Theresa May. Ditelisik lebih jauh para pendukung Liverpool punya sejarah panjang bermusuhan dengan Johnson.Â
Pada 2004, Johnson sempat melabeli Liverpool sebagai "kota nelangsa" akibat dari timpanya perekonomian disana, perkataan yang bikin kuping menjadi merah bagi para pendukung Liverpool dikotanya.Â
Sudah menjadi rahasia umum kalau Liverpool adalah klub yang paling dibenci di Inggris. Saat Manchester United, Chelsea, Arsenal, Tottenham Hotspur, hingga Manchester City gagal menjadi juara, para penggemar mereka akan ikhlas melihatnya dan menyebut tim mana saja boleh menjadi juara, asal bukan Liverpool.Â
Sikap ini bisa juga berasal sendiri dari fans Liverpool yang selalu mengenang kejayaan masa lalu saat merajai Eropa dan Inggris diera 70an, serta bagaimana keberuntungan sepakbola yang berpihak pada klub Liverpool seperti dongeng Istambul.
Namun, Liverpool dan Liverpudlian maupun The Kopites barangkali tak akan pernah menggubris pandangan tak mengenakkan tersebut. Bagaimana pun, Liverpool memang berbeda: lewat perjalanan panjang bersejarah, politik memang sudah mengakar di dalam budaya Liverpool. Seperti Bill Shankly, mantan pelatih legendaris The Reds, Liverpool percaya bahwa sepakbola lebih dari sekadar urusan hidup dan mati.
"Bentuk sosialisme yang aku yakini ialah saat setiap orang bekerja satu sama lain dan saling berbagi penghargaan. Aku melihat kehidupan dengan cara seperti itu, pun demikan saat melihat sepakbola," kata Shankly.Â
Liverpool pun tampaknya akan terus menggunakan pernyataan itu sebagai cara ampuh untuk melawan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip mereka. Tak peduli apa kata orang. Tak peduli seberapa besar mereka harus menanggung amarah seantero Inggris raya, mumpung belum terkalahkan hinggan pekan kelima Premiere League tak salah Liverpudlian dan The Kopites bermimpi juara liga.