Mohon tunggu...
Haendy B
Haendy B Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger, Football Anthutsias

mengamati dan menulis walau bukan seorang yang "ahli" | Footballism

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Keadilan Untuk Italiano, Roberto Di Matteo

22 Mei 2012   16:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Di Nou Camp, Chelsea benar- benar diliputi "keistimewaan", seakan-akan takdir sudah memihak kepada Chelsea jauh sebelumnya. Bagaimana tidak istimewa, ketinggalan 2-0 melawan klub sekaliber Barcelona ditambah kartu merah yang diterima John Terry di menit 37, saat itu apakah ada yang berani menjagokan Chelsea untuk lolos ke final?.

Setelah penderitaan Chelsea, nasib baik mulai bekerja dan menjelaskan semuanya. Gol Ramires saat eksta time babak pertama memperpanjang nafas Chelsea. Di babak kedua, Barcelona mendapat penalti dan ternyata tendangan penalti pemain tebaik dunia Lionel Messi hanya membentur tiang. Messi, sekali lagi tendangan hanya menemui mistar gawang. Takdir selanjutnya mempersilahkan seorang Torres untuk unjuk gigi. Gol yang dibuatnya di detik terakhir menunjukkan bagaimana seorang Di Matteo membantu Torres menuju performa terbaiknya. Dari sana semua justru mencaci maki "keindahan" sepakbola Chelsea.

Di final FA, Chelsea melawan salah satu klub rival di liga Inggris, Liverpool. Keunggulan 1-0 dibabak pertama melalui gol Ramires berhasil digandakan melalui si "Spesial Wembley", Didier Drogba. Walaupun Liverpool sempat menuai harapan saat Carrol mencetak gol namun takdir menentukan Chelsea untuk membalas gol "hantu" Luis Garcia saat melawan Chelsea di semifinal liga champion 2005. Saat gol Luis Garcia tak dapat dibuktikan oleh kamera dari berbagai sudut manapun. Gol Roy Carrol yang menemui tangan Petr Cech hanya bertahan di garis gawang mampu dibuktikan oleh kamera yang diposisikan sejajar garis gawang. Liverpool urung gol, Chelsea menemui piala pertamanya. Ada yang menjamin Chelsea mendapat gelar juara ketika krisis melanda Chelsea di pertengahan musim. Jawabannya tidak.

Di final liga Champion, kehilangan empat pilar di lini belakang dan tengah membuat Chelsea tidak diposisikan menjadi unggulan. Ditambah melawan Bayern Munich yang bermain dikandang, Fussball Arena, Munich, posisi Chelsea menjadi juara tak dianggap oleh seluruh pengamat, serta bandar judi di Eropa. Terhina, justru Chelsea akan bermain lepas tanpa beban walau Roman Abramovich menggantung asa setinggi langit untuk menjadi juara liga Champion.

Bermain dengan terus diserang sepanjang pertandingan tentulah tak menjamin Chelsea menjadi juara. Sampai gol Muller di menit 83 melengkapi suka cita para pendukung tuan rumah. Muller begitu bahagia tak terkira dengan golnya. Seakan sudah memenangi piala, seluruh pendukung tuan rumah di Fussball arena sudah riang gembira. Muller pun ditarik keluar diganti dengan Van Buyten untuk menjaga keunggulan Bayer Munich. Muller pun merayakan kemenangan pertamanya difinal liga Champion di bench pemain. Selesai?.

Takdir menjawab beda, Chelsea mendapat sepak pojok pertamanya sepanjang pertandingan. Hasilnya, Drogba kembali menjadi sosok spesial difinal. Gol Drogba dimenit 89 memperpanjang nafas Chelsea minimal sampai ektra time bergulir. Di ekstra time 90+3 Drogba menekel Ribery dikotak 16, Munich penalti, Robben siap mengeksekusi.

Jika ini hanya pertandingan bundesliga biasa, maka jaminan Robben sukses mendekati 98 persen. Namun ini final, Jika gol Munich juara, jika gagal mental juara siap hilang. Posisi Robben sama seperti John Terry di final Moskow 2008. Robben hanya manusia biasa, tekanan yang dirasakan saat itu justru semakin besar dan tidak dapat dikendalikan. Konsentrasi? Tanyalah apa ia akan mampu mengingat teknik menendang yang baik dan benar. Robben gugup, bola berhasil ditangkap Cech. Cech yang berlatih video tendangan penalti pemain Munich menuai hasilnya, Nafas Chelsea berlanjut di ekstra time 15x2.

Di ektra time urung gol terjadi, hingga berlanjut ke babak adu tendangan penalti. Banyak yang mengangap kesuksesan tendangan penalti ditentukan oleh kesuksesan tendangan pemain pertama. Tapi lihat Chelsea, eksekusi Juan Mata si penendang pertama chelsea berhasil diantisipasi Manuel Neuer. Chelsea kalah?, justru tekanan makin meningkat pada pemain kedua belah tim berikutnya.

Lagi nasib baik hanya hinggap di Chelsea. Pemain Bayern Munich menemui kesialan, Ivica Olic tak mampu memenangi "Psy war" dengan Cech. Tendangan Schweistiniger hanya berpapasan dengan tiang gawang. Drogba, from hero to hero memantik gelar juara pertama Chelsea. Juara baru Eropa lahir dan menghadirkan suka cita tiada tara para pemain Chelsea, spesial untuk Di Matteo.

Banyak yang mengangap Sepakbola terlihat kejam, dengan penguasan bola dan penyerangan dominan, Bayer Munich pantas menjadi juara, nyatanya, Chelsealah yang menjadi juara.

Disini sepakbola justru berlaku adil. ketika Di Matteo harus patah kaki, mungkin ia akan meyalahkan kekejaman ketidakadilan sepakbola atas dirinya. Ketidakadilan yang dirasakan saat itu telah menguras air mata dan energinya. Bahkan setelah bertahun ketidakadilan masih dirasakannya. Kini masa lalu yang pahit telah berbuah manis, Dari Inggris dan Eropa, keadilan sepakbola untuk si Italiano, Roberto Di Matteo.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun