12 tahun lalu saat pertandingan piala UEFA antara Chelsea vs ST Allen, seorang pemain the Blues Chelsea terkapar, patah kaki begitu analisa tim dokter. Mengerikan, itulah kata yang terucap komentator saat kejadian. Usai ditandu keluar lapangan, dia masih meringis kesakitan, kesakitan yang luar biasa.
Jelang beberapa bulan setelah tragedi mengerikan itu, Roberto Di Matteo (sang pemain yang patah kaki) mengucapkan salam perpisahan kepada sepakbola karena kondisi fisiknya yang tak mampu kembali seperti sedia kala. Patah kaki benar-benar menyergap bakat terbaiknya, lantas peran haru birunya mengalahkan segalanya saat itu.
Matahari tetap terbit, hari berganti hari, Di matteo mencari kesibukan baru. Banyak hal yang dicoba, dari masuk kuliah, kursus kepelatihan, membuka bisnis restoran sampai bekerja di media TV. Tapi semua itu tak dapat mengganti kegusaran sang Italiano tentang sepak bola yang masih mendapat perhatian khusus darinya.
Tahun 2008 Di Matteo masuk ke jajaran manajemen MK Dons, klub liga divisi satu, Di Matteo beserta staf kepelatihan membawa klub tersebut ke peringkat tiga. Setahun kemudian Di Matteo berganti jersey dengan menukangi West Bromich Albion. Dengan gaya menyerang,WBA dibawa promosi ke Premier League. Sampai Di Premier League, WBA menebar ancaman, dari Liverpool, Manchester United, hingga Arsenal. Terkecuali Chelsea, entahlah yang pasti WBA tak berdaya melawan Chelseanya Ancelotti, klub memori sang manajer. Sempat beberapa pekan berjaya. WBA menemui nasib buruk di pertengahan musim. Sang pelatih pun dilengserkan demi alasan menyelamatkan klub. Akhirnya Di Matteo kehilangan pekerjaan dan sampai akhir musim hanya menunggu klub-klub yang mencari jasa kepelatihan.
Sampai musim berakhir tak ada satu pun klub yang terpikir memakai jasa kepelatihannya. Akhirnya ia mencoba mengajukan lamaran ke klub yang juara piala Carling tapi terdegradasi, Birmingham. Birmingham tak menghiraukan lamaran Di Matteo, hingga datang malaikat yang bernama Andre Villas Boas. Disini takdir menjodohkan Chelesa dengan Di Matteo lagi, bak mimpi bagi Di Matteo, kembali klub asal yang mempunyai makna khusus dihatinya.
Di Matteo mengaku tak mengenal Villas Boas sebelumnya. Ia mengaku di telpon oleh AVB untuk membantunya menangani Chelsea. Bulan berganti bulan, Chelseanya AVB tak kunjung menemui konsistensi, peluang gelar juara premier league hilang serta sering tak bertaji di kandang lawan. Ditambah AVB melakukan hal yang cukup berani, "memarkir" sejumlah pemain senior Chelsea, kecuali John Terry. JT mendapat beda perlakuan, walau sering ditampilkan tapi rasa solidaritas menyeruak apalagi setelah seorang Anelka "ditendang" hingga ke negeri China. Memimpin pemberontakan diiringi kekalahan demi kekalahan Chelsea, membuat sang "big boss" kehilangan kesabaran. Ya, Abramovich tak memberi garansi lagi kepada seorang Andre Villas Boas hingga akhir musim, kekalahan demi kekalahan memuncakan semua energi amarah yang ada. Disini seorang Di Matteo tampil dan memicu kesinisan di media Inggris.
Diawal kepelatihannya Media Inggris dengan sinis menuduh Di Matteo memfasilitasi "pemberontakan" pemain senior Chelsea, Di Matteo cendrung diam dan tak berkomentar, ia hanya fokus bagaimana Chelsea melewati pertandingan demi pertandingannya. Ujian pertama melawan Birmingham dilewati sukses, klub yang sempat menolaknya mendapat pelajaran dari kebangkitan armada Chelsea, hingga laga melawan Napoli dalam leg dua liga champion.
Chelsea memenangi salah satu pertandingan krusialnya tahun ini melawan Napoli. Tapi ada gelagat yang muncul yaitu bagaimana aksi Terry yang juga mantan rekan setim Di matteo memberi instruksi kepada Essien tertangkap oleh para media Eropa. Reaksi cepat media Eropa menghasilkan kesimpulan : ada kekuatan senioritas yang begitu luar biasa di kamar ganti Chelsea.
Kesimpulan yang mematahkan isu tentang Di Matteo yang membantu pemberontakan pemain Chelsea. Namun hal tersebut menjatuhkan harkat seorang Di Matteo sebagai pelatih Chelsea. Waktu berganti hingga Di Matteo merasakan kekalahan pertama saat melawan Manchester City.
Menjelang laga krusial melawan klub terbaik dunia Barcelona, Di Matteo tak berani pasang target. "Jangan memainkan sepakbola menyerang melawan klub seperti Barcelona" adalah jalan terbaik dari yang ada. Cattenacio menjadi pilihan terbaik. Tapi ada satu yang tak boleh dilupakan, keberuntungan atau nasib. Dan ini yang berpihak pada Chelsea.
Dengan bermain gaya Italia, Chelsea sukses menyingkirkan klub terbaik di planet Bumi, Barcelona, tentu dengan permainan yang displin ala tentara dan serangan balik secepat-cepatnya. Kemenangan 1-0 di Stamford Bridge menjaga bekal Chelsea saat berkunjung di Nou Camp.