Mohon tunggu...
Muhammad Hadziq Averroes
Muhammad Hadziq Averroes Mohon Tunggu... Lainnya - Santri SMPIT/Pondok Pesantren Insan Madani Banjarmasin

Tertarik menulis ketika berumur 9 tahun dan terus belajar menulis lebih baik. Pada usia 11 tahun menerbitkan sebuah novel sederhana "Play Armada".

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Warrior's Path 5

22 September 2024   13:23 Diperbarui: 22 September 2024   13:29 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik benar-benar cepat, wanita tadi telah memelukku dalam isak tangisnya, setiap detik pula ingatan ku kembali. Aku lupa saat ingatanku kabur dulu, tapi sepertinya tidak lama sebelum tiba di kota ini.

"Ibu" desahku, balas memeluk, setelah beberap saat melepas rindu dan menjelaskan kebradaanku selama ini, laki-laki berambut kelabu itu bertanya padaku "hei, masih ingat aku" jemarinya melayang sebentar, sebelum menjentik ubun-ubun ku dengan keras, bahkan terasa panas. Aku tersentak sambil mengusap kepala, menatap wajahnya baik-baik.

"Kak ya?" Ucapku dan wajahnya menunjukkan kepuasan.

"Lupa namanya" aku tertawa pelan sementara ia meninju pundakku.

"Sudahlah, kita terpisah dua tahun, kumaklumi. Tanyakan pada Ozora" ia berlalik pergi sambil melambaikan tangan. Aku mengedikkan bahu pada Ozora disampingku, mengangkat alis dengan penasaran. "Faqri" jawab gadis itu dengan tersenyum.

"Dimana clakmu nak" ibu menyentuh bagian bawah mataku. "Celak?" "Mungkin hilang dijalan, akan kucatkan lagi bagi" Ozora menyambung riang, senyumnya sangat indah.

Aku hanya berbeda di tahun dengan Ozora dan empat tahun dengan Farqi. Jadi sepertinya bila saling melempar lelucon masih nyambung. Aku dibawa keluarga lamaku ke paviliun yang mereka beli tidak jauh dari jantung kota.

Aku berlutut didepan Ozora sementara tangannya lihai mewarnai bagian bawah mataku dengan celak merah yang sama, melewati batas ekor mata untuk membentuk sisi tajam, lamat-lamat kudengar ayah dan Farqi membicarakan tentangku di tepi ruang.

"Yah, lama rasanya tidak ngumpul lengkap seperti ini lagi" ayah tersenyum mendengar ucapan kakak, "tapi dia tidak mungkin banyak berubah" Farqi melempar jeruk keudara, lalu kemudian melemparnya ke arahku. Aku terkesiap, Ozora baru saja menyelesaikan celakku. "Benarkan, dik" ucap Farqi sambil tersenyum. Untuk pertama kali, aku merasakan sebagai seorang adik.

Aku menikmati pagi itu dengan nyaman hingga matahari semakin meninggi, lalu segera pamit. "Mau kemana memangnya" ayah bertanya ketika aku berdiri, "aku kesini bersama teman-teman, mereka pasti sudah menunggu di penginapan" "penginapan yang mana?" Ibu ikut bertanya. "Aku tidak tahu namanya karena tadi langsung mencari Ozora, tapi di pinggiran kota" jelasku, "hmm, ibu akan kirimkan makanan kesana nanti". Aku semakin dekat dengan pintu.

"Kakak" gadis itu mendekat, membuatku menoleh. "Siang ini, ayo duel di lapangan dekat pusat kota" aku terkejut mendengar ajakannya, awalnya kukira hanya gurauan karena kami lama tak berjumpa, tapi wajahnya serius. "Baiklah" ujarku pelan. Seluruh keluarga mengantarku hingga pintu, tapi Farqi sepertinya tertarik untuk ikut keluar. k

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun