"Kata beliau Mittikal dapat berkembang secara alamiah dalam tiga tingkatan, masing-masing memiliki kekuatan berbeda yang saling terhubung" lanjut penjelasan Erlan.
"Mittikal  terhubung oleh unsur alami dan tersimpan dalam tubuh manusia sebagai mantel. Kita menggunakan mereka sebagai senjata mematikan, tidak ada yang menandinginya"
Erlan menoleh, sinar matanya terpancar kuat menatap pada Kor. Ada semacam telepati yang tergambar pada akalnya, kalimat rekannya tertulis jelas. "Satu hal yang membawamu ke sini adalah menguak teori, rekan gurulah menjadi tersangka utama. Dengar-dengar dia memiliki pasukan bayaran, awalanya penelitian Mittikal dilakukan bersamanya tapi sejak Mittikal berhasil pada percobaan pertama ia menghilang."
Mereka bedua memasuki ruang tanpa pintu itu, gelap dan agak lembab di dalamnya. Secara siluet terlihat meja-meja dipenuhi tabung kimia, etalase berlatar putih dengan tabung-tabung lebih kecil.
TAP
Sekedar menyalakan semua lampu sekaligus, siluet terlihat jelas sekarang, semula gelap menerangkan apa adanya.
"Ah, lama sekali tak berkunjung" suara katua Erlan terdengar riang ketika menyusuri seluruh ruangan dia menuju pada sebuah meja jati besar yang terlihat mencolok dibandingkan barang lainnya. Benda itu kosong kecuali sebuah bingkai foto yang kusam kacanya oleh debu. Kor mengekor Erlan ke sana.
Walau buram tapi foto di dalamnya masih jelas. Ayahnya dan seorang lagi berkulit gelap. "Ya dialah tersangkanya. Aku tidak tahu mengapa bisa berpikir begitu. Tapi, dalang semuanya sepertinya bukan dia, tapi dendam" hening, terlalu hening, hanya ada nagin lewat entah dari mana.
"Baa?" Kor bukan orang yang lemah jantung, tapi mudah untuk terkejut. "Fufu", terkejutkah" "Khek" Addes berdiri di depan pintu dengan senyum tipis sisa kesedihan sudah hilang dari wajahnya. Suara tersedak itu dari ketua yang menahan tawanya ditenggorokkan.
"Kenapa tiba-tiba datang Des, tidak tidur?. Addes hampir menjawab dengan caranya. "Tidak, saat menuju ke toilet aku menemukan pintu ini" jawabnya dengan sopan, biasanya sering mencelutuk. Sekarang dia menaruh hormat pada sepupunya, anak paman yang memberi perlindungan padanya. Sebelumnya Addes selalu menggembung pipi karena kesal ketika ditanya keadaan, sekarang tidak dilakukannya lagi.
"Apa yang kalian lihat?" tanyanya sambil mendekat.