Mohon tunggu...
Hadiyah Marowati
Hadiyah Marowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Buruh pabrik

Lulusan SMA yang gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berkemah di Pantai Jungwok (Part 1)

12 Februari 2017   09:09 Diperbarui: 12 Februari 2017   09:37 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="tebing karang pantai Jungwok"][/caption]

 

(Part 1) Lambaian Cemara Udang Penyemangat Menuju Pantai Jungwok

Senin pagi, 30 Januari 2017 saya berangkat dari stasiun Kutoarjo menumpang kereta Prambanan Ekspres menuju stasiun Tugu Yogyakarta. Tiket kereta seharga delapan ribu rupiah itu menyuguhkan perjalanan yang menyenangkan dengan kenyamanan gerbong kereta lokal yang sejuk dan lapang. Satu setengah jam kemudian, saya telah sampai di stasiun Tugu lalu berjalan kaki menuju halte Malioboro 1.

Ini pertama kalinya saya mengikuti kegiatan berkemah di alam terbuka. Saya berangkat sendirian dan akan menuju titik kumpul pemberangkatan di Banguntapan. Kegiatan berkemah ini diadakan oleh komunitas KampusFiksi, sebuah komunitas kepenulisan yang diselenggarakan oleh penerbit Divapress Yogyakarta. 

Saya berencana ke Banguntapan menggunakan bus TransJogja dari halte Malioboro 1 lalu turun di halte portabel Gedongkuning, dan berlanjut dengan naik ojek ke Banguntapan. Hal itu saya lakukan demi menjaga kondisi badan yang sering mengalami mabok darat bila menaiki mobil termasuk angkutan umum. Juga untuk menghemat ongkos kendaraan tentunya. Setelah membayar tiket bus TransJogja senilai tigaribu limaratus rupiah, saya duduk sebentar di halte menunggu bus 2A yang akan mengantar saya ke Gedongkuning. Tak lama kemudian, bus itu datang dan mengantar saya ke tempat tujuan. Sebenarnya, bus TransJogja sangat nyaman dengan tempat duduk yang empuk dan ber-AC. Petugasnya juga ramah-ramah. Sayangnya, badanku berkata lain, serangan mabok darat membuat saya menyerah dan menyudahi perjalanan di halte Sugiono 1. Saya berhenti sejenak di halte, menunggu rasa pusing dan mual menghilang dari badan.

Saya memutuskan mengubah rencana, saya tak sanggup bila harus lanjut naik bus lagi sehingga memilih menumpang ojek menuju Banguntapan. Kali ini bukan kunjungan pertama saya ke Banguntapan, saya pernah beberapa kali ke sana dan menjadikan gapura Mantup sebagai ancer-ancer. Sayangnya, ingatan saya berulah dengan berpatokan dengan wujud gapura Mantup sekian tahun lalu sehingga membuat ojek kesasar sampai daerah Piyungan, kebablasan sekitar 2km. Beruntung, Bapak ojek yang penyabar masih berkenan mengantarkan saya ke tujuan di gang Sampangan, Banguntapan Yogyakarta. Saya lega setelah bertemu teman-teman rombongan di sana.

Rombongan berangkat pukul satu siang dari Banguntapan menuju pantai Jungwok yang berada di desa Jepitu, kecamatan Girisubo, Gunungkidul Yogyakarta. Rombongan kami berjumlah 22orang, kami berangkat menggunakan 3 mobil dan beberapa sepeda motor. Saya ikut menumpang mobil. Perjalanan menempuh jarak 70km terasa melelahkan bagi saya karena melintasi jalanan Gunungkidul yang aduhai liukannya. Isi perut saya serasa dikocok-kocok serupa milkshake yang siap dituang ke plastik. Saya muntah-muntah sepanjang perjalanan, lagi-lagi mabok darat. ^_^

Setelah dua jam perjalanan, tibalah kami di area parkir pantai Jungwok. Kami menurunkan barang bawaan dari mobil dan melanjutkan perjalanan menuju pantai dengan berjalan kaki. Jalanan berbatu dan becek menyambut langkah kami, menuntut kehati-hatian dalam melangkah supaya tidak tergelincir.

Saya menghela napas lega karena terbebas dari rasa mual selama mabok darat. Saya menapaki jalanan berbatu dihiasi tanjakan dan turunan silih berganti. Baru setengah perjalanan, saya mulai kelelahan. Saya memelankan langkah hingga mendapati pemandangan yang melecutkan kembali semangat saya, yaitu pohon cemara udang. Pepohonan berdaun jarum itu melambai-lambai menyemangati saya. Pohon bernama latin Casuarina equisetifolia itu tumbuh berjajar di kiri kanan jalan menuju pantai Jungwok.

Saya mempercepat langkah, sesekali berlarian menyongsong rerimbunan pohon cemara udang yang jumlahnya semakin banyak. Mengabaikan beban yang mengelayut pada tas punggung dan tas jinjing yang saya bawa. Bahkan mengabaikan teman-teman yang berjalan di belakang saya. Pesona pohon cemara udang telah menyihir saya menjadi bocah yang terobsesi dengan keanggunannya. Sesekali saya mendongak, memandangi biji cemara udang yang ada di ruas-ruas daunnya. Bentuknya mirip bintang-bintang, biarpun tidak berkerlip-kerlip bagiku tetap indah dipandang.

Akhirnya, sampailah kami di pantai Jungwok yang memanjakan mata. Hamparan pasir putih yang bercampur serpihan kerang, deburan ombak, dan tebing karang yang menjulang. Pantai juga terasa teduh dinaungi pohon pandan. Kami urung berenang dikarenakan hari mulai gelap. Kegiatan kami dilanjutkan dengan mendirikan tenda, salat berjamaah, santap malam, dan api unggun. Kegiatan berenang di laut akan kami lakukan pada keesokan harinya.

[caption caption="tebing karang Jungwok"]

[/caption]

[caption caption="tenda di pantai Jungwok"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun