Masih ingat dengan orang ini? Ya, dia adalah seorang pria yang memiliki dakwaan kasus pembunuhan atas kelalaian dalam berkendara yang menyebabkan seorang ibu dan anak nya tewas mengenaskan. Meski kejadian ini sudah berlalu beberapa tahun, namun ada suatu cerita menarik tentang orang ini yang melibatkan netizen Indonesia di dalamnya.Â
Cameron Herrin, demikian namanya. Seorang pemuda tampan berusia kisaran 24 tahunan harus berurusan dengan pihak kepolisian Amerika Serikat wilayah Bayshore Boulevard, Florida atas kasus kelalaian berkendara yang menyebabkan meninggalnya seorang ibu beserta anak nya.
Kasus ini dianggap sebagai kasus yang cukup berat karena melibatkan seorang ibu dan anak nya yang masih kecil. Besar kemungkinan pelaku akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Persidangan pun pada akhirnya dijalankan dan diputuskan bahwa pelaku akan menjalani hukuman penjara selama 24 tahun. Namun, ada cerita menarik terkait persidangan pelaku pembunuhan ini.
Saat sidang ini disiarkan dan viral di halaman Media Sosial, beragam reaksi netizen dari seluruh dunia mencuat atas kasus ini. Tidak ketinggalan juga netizen dari Indonesia, negeri yang sangat kita cintai ini. Reaksi beragam juga diutarakan oleh netizen dengan sebutan +62 ini.Â
Ada yang menyayangkan tindakan nya, mengecam, dan lebih aneh nya lagi ada yang meminta pelaku untuk dibebaskan dari penjara dengan alasan bahwa tindakan tersebut dilakukan secara tidak disengaja.
Sekarang, mari kita berpikir sejenak. Menurut nalar logika kita, seseorang dapat dikatakan salah jika telah melakukan perbuatan yang salah. Pembunuhan, atau aksi apapun yang dapat menyebabkan korban termasuk kecelakaan akibat kelalaian pengendara tidak dapat diterima secara moral. Namun anehnya, beberapa netizen +62 ini justru membela si pelaku hanya karena pelaku memiliki paras yang tampan.
Menurut ilmu sosiologi, peristiwa seperti ini dinamakan Beauty Privilege. Berdasarkan definisi nya, Beauty Privilege adalah keistimewaan yang didapatkan seseorang dari tampang mereka yang terlihat lebih menarik di mata orang lain. Biasanya ini terjadi kepada orang - orang yang memiliki kelebihan fisik seperti tampan, cantik, maskulin, elegan dan lain sebagainya. Satu sisi, Beauty Privilege tidak dapat kita hindari mengingat hal ini sudah masuk dalam naluri dasar manusia yang selalu mencari kesempurnaan dan keindahan.Â
Patut kita sadari, terkadang Beauty Privilege ini menyebabkan seseorang yang bisa dikatakan "Kurang Menarik" secara umum,tidak memiliki kesempatan yang sama dengan orang - orang yang memiliki paras yang "Lebih Menarik". Bahkan ada satu istilah yang saat ini masih viral di Media Sosial yakni, LU GOOD LOOKING, LU AMAN.Â
Istilah ini seakan menggambarkan bahwasanya Beauty Privilege itu sudah seperti semacam budaya yang sudah tertanam di dalam kepala masyarakat kita, mengabaikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan popularitas, keadilan, kesejahteraan dan kesetaraan.Â
Sebetulnya fenomena Beauty Privilege ini bukanlah barang baru di dalam sejarah peradaban umat manusia. Beauty Privilege ini berdasarkan sebuah cerita di era Yunani Kuno, ketika ada seorang wanita yang dituduh sebagai pelaku pembunuhan, dihadapkan di sebuah forum persidangan. Di hadapan dewan juri yang mempersidangkan nya,wanita itu terus mengelak bahwa ia telah melakukan perbuatan tercela tersebut. Sampai pada akhirnya, diketahui bahwa dia benar - benar melakukan perbuatan keji itu.Â
Pengadilan Yunani itu kemudian memutuskan bahwa si pelaku harus segera di hukum mati, setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Namun, sebelum hukuman mati itu dilaksanakan, sang wanita meminta satu hal kepada sang hakim untuk melakukan sesuatu untuk terakhir kalinya. Hakim itu pun mengizinkan. Kemudian sang wanita berjalan ke tengah arena sidang, lalu kemudian melepaskan pakaian nya, memperlihatkan bentuk tubuh nya yang indah tanpa adanya satupun helai busana yang menempel di badan nya.Â
Semua orang yang berada di sana merasa takjub dan terkesima melihat kecantikan sang wanita yang adalah pelaku pembunuhan itu. Bahkan, hakim yang memimpin persidangan nya sampai meneteskan air mata dan berkata, "Bagaimana mungkin aku harus menghukum mati makhluk ciptaan dewa seindah ini!?". Alhasil, wanita itu dibebaskan dari segala tuduhan dan hukuman mati kepadanya kemudian dicabut.
Ini menandakan bahwasanya terkadang rasa keadilan dan kesetaraan dapat dikalahkan dengan hanya bermodalkan kecantikan, ketampanan ataupun kekayaan. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk bisa menjadi sukses, atau bahkan lebih daripada apapun. Tentu saja dibarengi dengan niat dan usaha yang tekun untuk menggapainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H