Korupsi, Budaya Dulu, Kini, hingga Nanti

Korupsi. Mungkin kita sudah tidak asing dengan kata ini yang kerap kali muncul di televisi. Tentu saja hal yang sangat menyebalkan ketika kita mengetahui jumlah uang yang dikorupsikan oleh para pejabat kita yang jumlahnya tidak sedikit. Hal ini tentu dapat menurunkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah yang berkuasa yang akan menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi yang sangat berdampak buruk untuk kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa korupsi merupakan suatu parasit yang sangat membahayakan bangsa dan negara. Sudah banyak sekali negara di dunia yang hancur akibat tindakan korupsi yang masif. Contohnya seperti Somalia, Nigeria, dan yang terbaru adalah Sri Lanka yang beberapa waktu lalu sempat mengalami ketidakstabilan ekonomi - politik dan hiperinflasi yang sangat tinggi. 

Indonesia harus berbenah untuk bisa menjadi negara yang mampu memberantas korupsi dengan cepat. Akan tetapi, penegakkan hukum di Indonesia masih sangatlah lemah dan jauh dari kata memadai. Arti profesionalitas yang selama ini dipegang teguh oleh seluruh institusi penegakkan hukum di negara ini perlu dipertanyakan. Banyak sekali kasus dimana para pelaku koruptor yang bisa dengan seenak jidatnya keluar masuk penjara seperti tidak memiliki rasa bersalah.

Lantas, apa yang menyebabkan korupsi menjadi kian masif di kalangan para pejabat elit di republik ini?

1. Penegakkan Hukum Yang Masih Lemah

Kita pasti pernah mendengar istilah, "Tumpul ke Atas Tajam Ke Bawah". Itulah yang sangat menggambarkan hukum di negeri kita tercinta ini. Bagaimana proses peradilan yang seharusnya bisa memberikan keadilan kepada rakyat kecil, malah mengalami keterbalikan sehingga rakyat kecil menjadi tercekik oleh maraknya praktik korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum di lembaga pemerintahan, atau lembaga penegakkan hukum.

Bagaimana kita bisa memberantas korupsi, sementara budaya korupsi di sekitar kita saja terus berkembang dengan sangat masif. Banyak sekali kasus kejahatan yang tidak terlaporkan ke pihak kepolisian karena banyak dari korban tindakan kejahatan takut untuk melaporkan dengan alasan jika membuat laporan itu akan dikenai biaya segini dan sekian. Ini menunjukkan bahwa, budaya korupsi yang masif akan menciptakan suatu kondisi dimana ketika masyarakat sudah takut dan tidak lagi percaya kepada institusi negaranya sendiri.

Edukasi anti korupsi harus mulai digalakkan sejak dini. Pemerintah, kini harus mulai berbenah.

2. Masyarakat Yang Cenderung Abai

Tanggapan beragam datang dari masyarakat terkait tingginya kasus korupsi di Indonesia. Tapi hampir sebagian dari masyarakat kita cenderung abai terhadap peristiwa tersebut. Menganggap bahwa tingginya kasus korupsi di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah dan tidak perlu untuk di komentari. Ini memunculkan persepsi bahwasanya masyarakat cenderung abai terhadap para pejabat yang terjerat dalam kasus korupsi. 

Tidak usah jauh - jauh ke gedung KPK yang ada di Jakarta, kita sendiri bisa melihat berbagai praktek korupsi yang ada di sekitar kita. Seperti misalnya jalanan rusak yang tak kunjung diperbaiki jika ditanyakan akan menjawab dengan alasan dana yang kurang. Padahal  pemerintah sendiri telah menggelontorkan dana RP54,71 triliun untuk 83.794 desa yang tercatat di seluruh Indonesia.

Dana yang sangat besar, akan tetapi tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat desa yang terpencil dan jauh dari perkotaan. Bisa disimpulkan bahwa praktik korupsi memang sudah menjadi budaya di masyarakat.

3. Warisan Sejak Zaman Penjajahan

Masih ingat dengan sejarah pembangunan jalan Anyer - Panarukan yang terkenal memakan banyak korban? Di dalam buku sejarah yang sering kita baca di bangku sekolah, banyaknya korban yang berjatuhan saat pembangunan jalan itu adalah sebagai akibat kekejaman Kolonial Belanda yang menjajah negeri nusantara dengan memeras keringat dan tenaga warga pribumi sampai mati. Akan tetapi, kenyataannya tidaklah demikian.

Pemerintah Hindia Belanda saat itu yang dipimpin oleh H.W Daendels, sebetulnya memberikan upah untuk para tenaga kerja yang bekerja dalam pembangunan jalan tersebut. Akan tetapi, uang upah tersebut di korupsi oleh para bupati atau pejabat daerah mereka yang bersangkutan. Sungguh ironis, rela mengorbankan nyawa saudara sebangsa sendiri demi mengenyangkan perut pribadi.

4. Pemerintah Yang Cenderung Anti Kritik 

Ini adalah alasan paling umum yang sangat sering kita dengar. Masih ingat dengan UU ITE yang dianggap memiliki beberapa "pasal karet", itu menjadi alasan mengapa banyak sekali masyarakat yang seringkali abai akan maraknya tindakan korupsi di negeri ini. UU ITE cukup mencekik masyarakat dengan berbagai pasal yang mengandung unsur ganda, terutama sekali soal "Ujaran Kebencian". 

Akibatnya, masyarakat menjadi takut untuk menyampaikan kritik dan aspirasi mereka dalam berbagai hal yang menyangkut masalah di dalam republik ini. Kebebasan berbicara seakan di kekang oleh rezim penguasa yang cenderung menindas. Penguasa yang melindungi oligarki yang merusak negeri ini, bukannya melindungi rakyat yang sudah mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk kemerdekaan bangsa ini.

Sungguh sulit situasi sekarang ini. Banyak sekali permasalahan yang harus diselesaikan guna menjaga kestabilan dan keberlangsungan republik ini. Korupsi, adalah satu dari sekian banyak hal yang menggerus proses integrasi bangsa menjadi bangsa yang berdaulat dan berkedaulatan atas rakyat. Negara kuat, rakyat berdaulat.