Mohon tunggu...
Hadi Tanuji
Hadi Tanuji Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Muhammadiyah Grobogan

Saya adalah ayah dari 5 anak dan suami dari 1 orang istri. Aktivitas sehari-hari sebagai dosen statisika yang selalu berkutat dengan angka, sehingga perlu hiburan dengan bermain tenis meja. Olah raga ini membuat saya lebih sabar dalam menghadapi smash, baik dari lawan maupun dari kehidupan. Di sela-sela kesibukan, saya menjadi pemerhati masalah sosial, mencoba melihat ada apa di balik fenomena kehidupan, suka berbagi meski hanya ide ataupun hanya sekedar menjadi pendengar. Sebagai laki-laki sederhana moto hidup pun sederhana, bisa memberi manfaat kepada sesama.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hamba Allah itu ... Itu Saya!

31 Januari 2025   13:53 Diperbarui: 31 Januari 2025   16:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah masjid kecil di kampung Konoha Raya, Ustadz Hasyim baru saja menyampaikan tausiyahnya. Topik yang diangkat cukup tajam: Riya', si perusak amal. Jamaah tampak serius, sesekali mengangguk-angguk, seolah menyadari betapa seringnya hati mereka tergelincir dalam jebakan ini.

"Saudara-saudara sekalian," Ustadz Hasyim membuka ceramah dengan suara lantang, "Riya' itu seperti rayap yang memakan kayu dari dalam. Nampaknya kuat, tapi tahu-tahu roboh. Amal yang dilakukan bukan karena Allah, tapi karena ingin dipuji manusia, akan sia-sia di hadapan-Nya!"

Jamaah menggumam setuju. Tapi di barisan depan, Pak Dibyo, ketua DKM, tersenyum puas sambil sesekali mengelus jenggotnya yang baru dicat hitam pekat.

"Betul sekali, Ustadz!" seru Pak Dibyo. "Makanya saya kalau sedekah, diam-diam. Tidak pernah saya pamer-pamer. Kalau pun ada yang tahu, ya bukan salah saya, mereka saja yang kepo!"

Jamaah tertawa kecil, tapi Ustadz Hasyim hanya menghela napas. "Begitulah, Pak Dibyo, kalau kita ikhlas, tak perlu ada embel-embel penjelasan. Amal baik cukup Allah yang tahu."

"Riya' itu sering kali tidak terasa. Kadang kita merasa ikhlas, tapi masih berharap orang lain tahu amal kita."

Pak Dibyo, yang wajahnya mulai memerah, mencoba menyelamatkan situasi. "Ehem, tadi itu... saya hanya mengingatkan diri sendiri, Ustadz. Bukan riya', cuma latihan ikhlas!"

Jamaah senyum-senyum. Lalu tiba-tiba, seorang jamaah lainnya ikut bersuara, "Makanya saya kalau nyumbang ke masjid tidak pernah menulis nama asli saya, Ustadz. Saya ganti dengan nama 'Hamba Allah'. Seperti kemarin, ada 'Hamba Allah' yang nyumbang dua juta... itu saya!"

Tawa jamaah spontan membahana di dalam masjid. Saat suasana mulai tenang, seorang jamaah di barisan belakang angkat tangan dan nyeletuk dengan polos, "Itulah, Ustadz, karena saya takut riya dalam berinfak, sementara ini saya belum berinfak. Nanti kalau infak, takutnya saya riya'."

Ustadz Hasyim tertawa kecil lalu menjawab, "Lho, kalau tidak berinfak karena takut dianggap riya saat berinfak, itu termasuk riya' juga, namanya riya' dalam bentuk yang lain!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun