Dengan spirit itulah tokoh-tokoh pendiri bangsa menyepakati Pancasila sebagai dasar filosofis sekaligus haluan negara dan UUD 1945 sebagai konstruksi direktif dalam membangun-tegak kehidupan berbangsa dan bernegara.
Spirit kemerdekaan dan antipenjajahan dalam konteks kekinian tak lagi cukup dipahami sebagai pembebasan dari kolonialisme atau imperialisme asing. Bebas dan merdeka dari penyimpangan bernegara oleh oknum-oknum yang boleh jadi bersemayam dalam tubuh negara adalah perwujudan dari kedaulatan rakyat.
Untuk itu, perjuangan dan pergerakan rakyat adalah keniscayaan manakala ada oknum-oknum tententu bersemayam dalam tubuh negara, yang secara diam-diam apalagi terang-terangan hendak membelokkan haluan politik negara ke arah yang bertentangan dengan tujuan bernegara.
Soekarno pernah mengingatkan dalam salah satu pidatonya yang diucapkan pada saat memperingati Hari Pahlawan 10 November 1962: "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."
Dalam konteks inilah para penyelenggara negara dan segenap elemen bangsa ini diuji konsistensinya dalam bernegara: Apakah bangsa ini sungguh-sungguh serius hendak membangun-tegak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di atas dasar Pancasila demi mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Mari kita renungkan bersama, jujur pada hati nurani, bersikap kesatria dalam menghadapi tantangan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H