Kemiskinan adalah masalah yang signifikan yang dihadapi oleh beberapa negara, termasuk Indonesia. Banyak warga negara Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, yang didefinisikan sebagai kondisi di mana individu atau rumah tangga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan.Â
Garis kemiskinan diukur berdasarkan nilai rupiah yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, serta kondisi ekonomi dan kebijakan politik negara.Â
Data kemiskinan di Indonesia pada tahun 2024 menunjukkan tantangan besar dalam mengurangi angka kemiskinan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 - 2024 menetapkan target penurunan tingkat kemiskinan antara 7% hingga 6,5%, atau 18,34 juta sampai 19,75 juta penduduk pada akhir tahun 2024.Â
Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2023 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin mencapai 25,9 juta orang atau sekitar 9,36%, yang turun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022. Untuk mencapai target RPJMN 2024 di angka 7%, pemerintah harus mengurangi warga miskin sekitar 6,5 juta dalam setahun. Angka ini sangat berat, mengingat jumlah warga miskin rata-rata hanya berkurang 10 ribu dalam lima tahun.Â
Selain itu, standar garis kemiskinan yang digunakan saat ini dianggap terlalu rendah dan tidak relevan dengan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin berkembang. Oleh karena itu, pemerintah harus serius dalam merevisi metodologi pengukuran garis kemiskinan dan meningkatkan standar agar data kemiskinan yang lebih akurat dapat diungkapkan ke publik.
Dalam  Islam,  pengentasan kemiskinan  dilembagakan  dalam  salah  satu rukunnya, yaitu zakat. Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga dan memiliki peran sebagai salah satu pilar penting ekonomi dan keuangan syariah di sisi keuangan sosial islam. Mengeluarkan zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu dan telah memenuhi syarat dengan ketentuan syari'at Islam sebagai penyempurna ibadah yang dilakukan.Â
Allah SWT dengan tegas menetapkan adanya hak dan kewajiban antar 2 kelompok (kaya dan miskin) dalam pemerataan distribusi harta kekayaan, yaitu dengan mekanisme zakat, sehingga zakat bisa berperan dalam mengurangi kemiskinan. Selain itu di dalam harta orang-orang kaya sesungguhnya terdapat hak orang-orang miskin maka zakat berperan sebagai sumber dana yang potensial untuk memastikan keseimbangan pendapatan di masyarakat.
Seperti yang telah diketahui, bahwa zakat sudah diatur dalam UU Nomor 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat yang tujuannya adalah membantu kelompok fakir dan miskin. Untuk mendorong terlaksananya undang-undang ini pemerintah telah memfasilitasi dengan membuat lembaga zakat yang bertugas untuk mengelola zakat, infaq, dan sedekah.Â
Distribusi zakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung dari kebijakan lembaga zakat yang bersangkutan. Pertama, bisa disalurkan langsung kepada mustahik dengan pola konsumtif. Kedua, distribusi zakat tersebut bisa diwujudkan dalam bentuk produktif seperti yang terjadi pada zaman Rasulullah dengan cara memberikan modal atau investasi.
Melihat banyaknya tingkat kemiskinan yang tersebar di Indonesia dan tingkat penurunan kemiskinan yang kurang signifikan, lalu dengan upaya pemerintah dalam mengurangi jumlah kemiskinan dinilai masih belum menemukan jalan keluar yang terbaik. Walaupun pemerintah telah berupaya menerapkan beberapa program tapi kenyataannya tingkat kemiskinan di Indonesia belum menyentuh target yang diharapkan.Â
Oleh karena itu, dibutuhkannya sebuah metode berbasis islam yang memiliki instrumen menghidupkan masyarakat miskin dan memberikan kesempatan masyarakat miskin untuk memiliki akses modal untuk berusaha. Salah satu instrumen tersebut adalah zakat. Zakat merupakan salah satu instrumen yang dimanfaatkan untuk distribusi pendapatan dan kekayaan.Â
Adanya seperti zakat fitrah, zakat mal dan zakat profesi diharapkan dapat menekan gap kekayaan di Indonesia, selain itu juga zakat dapat digunakan sebagai salah satu mekanisme dalam mengurangi masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia, melalui program zakat produktif.
Berkaca pada zaman Umar bin Abdul Aziz, yang mana pada zaman tersebut tidak ditemukannya fakir miskin yang berhak menerima zakat. Umar bin Abdul Aziz tidak melakukan hal kotor seperti pencucian uang, pencetakan uang, ataupun kegiatan kotor lainnya dalam mengentaskan kemiskinan pada masa itu, kesuksesan yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz terjadi karena beberapa hal:
Pertama, adanya kesadaran kolektif dan pemberdayaan Baitul Maal dengan optimal.Â
Kedua, sifat komitmen tinggi seorang pemimpin dan didukung oleh kesadaran umat secara luas untuk menciptakan kesejahteraan dan rasa solidaritas.Â
Ketiga, kesadaran di kalangan muzaki yang relatif mapan secara ekonomi dan memiliki loyalitas tinggi demi kepentingan umat.Â
Keempat, adanya kepercayaan dalam alur birokrasi atau pengelola zakat yang bertugas mengumpulkan dan mendistribusikan.
Untuk mengoptimalkan potensi zakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengelolaan zakat sekarang ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pengelolaan zakat secara konsumtif dan produktif. Pengelolaan zakat secara konsumtif yaitu pengumpulan dan pendistribusian yang dilakukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik berupa pemberian bahan makanan dan lain-lain serta bersifat pemberian untuk dikonsumsi secara langsung, sedangkan pengelolaan zakat secara produktif yaitu pengelolaan zakat dengan tujuan pemberdayaan dan biasa dilakukan dengan cara bantuan modal pengusaha lemah, pembinaan, pendidikan gratis, dan lain-lain (Suratno, 2017)
Implementasi zakat untuk mengurangi kemiskinan telah disebutkan di Al-Quran, tepatnya pada Surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi:
Artinya: "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".
Zakat dapat mengatasi kemiskinan dan memperkecil adanya gap pendapatan para penerima zakat. Meskipun dengan dana zakat yang didapatkan oleh lembaga amil zakat relatif terbatas, namun pemberdayaan mustahik melalui program zakat produktif, dapat memberikan dampak positif bagi permasalahan dasar kemiskinan, yaitu penurunan jumlah kemiskinan dan memperkecil kesenjangan pendapatan. Oleh karena itu, zakat dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai salah satu solusi yang dapat dijalankan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan.
Masalah kemiskinan di indonesia selalu menjadi tantangan besar, meskipun pemerintah sudah banyak berupaya melakukan banyak program untuk mengurangi tingkat kemiskinan. Namun dengan begitu masih saja kemiskinan terjadi dan hanya berkurang sedikit dan belum mencapai target yang diinginkan.Â
Disinilah peran zakat menjadi sangat penting dalam islam sebagai salah satu instrumen pemberantas kemiskinan. Prinsip zakat mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.zakat dapat dikelola secara konsumtif dan produktif.Â
Dalam konteks mengurangi kemiskinan, pengelolaan zakat produktif dapat menjadi solusi yang efektif dengan memberdayakan masyarakat miskin melalui bantuan modal dan program pengembangan. Dengan hal ini memanfaatkan zakat secara optimal, baik melalui pengelolaan yang lebih efisien maupun program produktif, pemerintah dapat memiliki solusi yang berpotensi untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H