Mohon tunggu...
Hadian Mukhlisha Irfani
Hadian Mukhlisha Irfani Mohon Tunggu... Arsitek - BIM and CPM Designer (Mahasiswa Magister Teknik Sipil UII Yogyakarta)

Sebagai mahasiswa yang sedang belajar tentang Teknik Sipil, dan terus berikhtiar menggeluti Spesialis "Building Information Modelling (BIM) Design dan Construction Project Management (CPM)". Saya terus berusaha belajar dan mencoba untuk menggabungkan ketepatan teknis dengan sentuhan artistik, dalam setiap proyek yang saya pelajari. Tentu, dengan modal kejujuran dan integritas, dan saya lebih banyak mendengarkan dan memahami kebutuhan 'klien' secara mendalam, sehingga dapat merancang konstruksi bangunan yang tidak hanya estetis, tetapi juga fungsional dan nyaman untuk digunakan. Dengan senantiasa komit terhadap kualitas dan kepuasan 'klien', saya selalu mencoba berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang harmonis dan inspiratif bagi setiap orang yang menghuninya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Revolusi Konstruksi Tahan Gempa, Membandingkan Inovasi Indonesia dan Negara Tetangga di Asia Tenggara

28 Agustus 2024   13:42 Diperbarui: 29 Agustus 2024   10:08 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Hadian M. Irfani

Konstruksi bangunan tahan gempa telah menjadi fokus utama di kawasan Asia Tenggara, terutama bagi negara-negara yang terletak di jalur cincin api Pasifik, seperti Indonesia dan Filipina. Dengan risiko bencana yang begitu tinggi, inovasi dalam bidang ini menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Di sisi lain, negara seperti Jepang, yang telah lama bergulat dengan gempa bumi, berhasil menunjukkan kemajuan signifikan dalam teknologi bangunan tahan gempa. Bagaimana Indonesia membandingkan dirinya dengan Jepang dan negara-negara tetangga lainnya di Asia Tenggara?

Pertama-tama, mari kita lihat inovasi yang terjadi di Indonesia. Dikenal dengan keanekaragaman geologisnya, Indonesia berusaha mengembangkan teknologi konstruksi yang dapat menahan interaksi kompleks antara lempeng tektonik.

Menurut Budi Santoso, pakar teknik sipil dari Institut Teknologi Bandung, penggunaan material lokal seperti bambu yang diperkuat dalam konstruksi bisa menjadi salah satu solusi yang ramah lingkungan dan efektif. Bambu memiliki sifat yang fleksibel yang sangat penting untuk bangunan tahan gempa.

Sementara itu, Jepang telah jauh mendahului banyak negara dalam penerapan teknologi canggih seperti sistem isolasi dasar dan damper yang mampu mengurangi dampak gempa signifikan.

Koji Yamada, profesor teknik struktural di Universitas Tokyo, mengatakan bahwa prinsip utama bangunan tahan gempa adalah fleksibilitas dan daya serap energi. Kedua aspek ini memungkinkan struktur untuk mengikut gerakan gempa tanpa mengalami keruntuhan.

Berbeda dari Jepang yang bersandar pada teknologi tinggi, Indonesia harus mengadaptasi pendekatan yang lebih ekonomis namun tetap efektif. Pemanfaatan teknologi sederhana seperti penggunaan beton bertulang dengan desain yang lebih baik seringkali menjadi pilihan.

Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah variasi kondisi tanah di berbagai wilayah, dari tanah berkapur di Jawa hingga tanah gambut di Kalimantan yang menuntut pendekatan konstruksi yang berbeda-beda.

Di Filipina, perkembangan teknologi bangunan tahan gempa juga cukup pesat. Beberapa proyek percontohan menunjukkan keberhasilan penggunaan teknologi dinding geser yang diperkuat dengan bahan modern seperti serat karbon.

Menurut Engr. Jaime Mendoza, dosen senior di University of the Philippines, ini adalah langkah maju yang signifikan, mengingat kondisi ekonomi dan geografis yang mirip dengan Indonesia.

Negara tetangga lainnya, seperti Malaysia dan Thailand, meskipun tidak berada tepat di jalur gempa, mulai memperhatikan isu ini dengan serius. Malaysia, dengan kondisi tanah yang relatif lebih stabil, mulai menyisipkan modul tahan gempa dalam kebijakan pembangunannya, sementara Thailand fokus pada penguatan struktur bangunan umum melalui penyisipan elemen struktural tambahan.

Dalam konteks kompetisi regional ini, Indonesia juga perlu belajar dari praktik terbaik negara-negara lain di Asia Tenggara. Salah satu pendekatannya adalah melalui kolaborasi dan pengetahuan bangsa lain yang memiliki pengalaman lebih, baik dalam hal desain maupun implementasi teknologi.

Gambar: irfanihome.archin
Gambar: irfanihome.archin

Di Indonesia sendiri, ketersediaan material bangunan yang bervariasi di berbagai lokasi merupakan keuntungan sekaligus tantangan. Di daerah-daerah tertentu, mudah untuk mendapatkan material bangunan yang kuat seperti batu dan beton, namun di tempat lain, seperti di pulau-pulau kecil, instruksi yang lebih disesuaikan untuk sistem konstruksi baru perlu diterapkan.

Namun, adopsi teknologi baru ini tidak lepas dari tantangan sosial-ekonomi. Di banyak wilayah di Indonesia, anggaran dan kesadaran masyarakat masih menjadi kendala utama. Dalam kasus ini, peran pemerintah dan edukasi publik sangat penting. Bahkan, teknologi paling maju tidak akan berhasil jika tidak ada upaya untuk mengintegrasikannya dalam kebijakan pembangunan nasional.

Pendekatan berbasis komunitas dengan memanfaatkan kearifan lokal juga dapat menjadi solusi yang efektif bagi Indonesia. Budaya gotong royong dan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan bisa meningkatkan penerimaan inovasi teknologi tahan gempa di tingkat lokal.

Kolaborasi internasional dan pertukaran ide dengan negara-negara seperti Jepang dapat memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan. Pemerintah Indonesia telah menjalin beberapa kerja sama strategis, termasuk transfer teknologi dan pelatihan untuk insinyur lokal, guna meningkatkan kapasitas nasional di bidang ini.

Selain itu, pentingnya penelitian dan pengembangan konteks lokal tidak boleh diabaikan. Penelitian berkelanjutan yang dilakukan oleh universitas-universitas lokal dan pusat riset menjadi fondasi bagi inovasi yang lebih relevan dan berkelanjutan.

Rini Astuti, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, menambahkan bahwa peningkatan sensor gempa dan teknologi prediksi juga harus menjadi prioritas. Integrasi antara teknologi ini dengan arsitektur bangunan mampu memberikan peringatan dini dan mengurangi potensi kerugian material dan nyawa.

Meskipun tantangan konstruksi bangunan tahan gempa di Indonesia sangat besar, semangat gotong royong dan inovasi yang terjangkau memberi harapan untuk masa depan yang lebih aman.

Dengan belajar dari negara-negara tetangga dan memperkuat riset lokal, Indonesia dapat mencapai standar keamanan bangunan yang lebih tinggi.

Kesadaran ini harus ditanamkan sejak dini, baik dalam sistem pendidikan formal maupun melalui penyuluhan kepada masyarakat umum. Hanya dengan kolaborasi menyeluruh dan tekad kuat, sistem bangunan yang tahan gempa dapat benar-benar terwujud di seluruh Nusantara.

Pada akhirnya, revolusi konstruksi tahan gempa di Indonesia tidak hanya bergantung pada adopsi teknologi mutakhir saja, tetapi juga pada kapasitas bangsa ini untuk beradaptasi dan menerapkan strategi yang sesuai dengan kondisi lokalnya.

Membangun masa depan yang lebih aman adalah tugas bersama, bukan hanya tanggung jawab para ahli dan pemerintah, tetapi juga semua pihak yang terlibat dalam pembangunan negeri ini.

Wallahu A'lamu Bishshawaab.

Kaliurang, 28 Agustus 2024.

Gambar: irfanihome.archin
Gambar: irfanihome.archin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun