Sekali lagi laki-laki mendesah. Makin tak suka. Namun, sanubarinya mulai tersentuh.
“Saya heran. Kenapa setiap orang mengusik kehidupan saya. Jijik melihat saya.”
“Karena sayang.”
“Cuih,” laki-laki meludah, mencibir, “Persetan dengan sayang!”
“Percayalah, semua orang menyayangi Saudara.”
“Mana buktinya? Kenapa mereka menjauhi saya? Mencampakkan saya?”
“Bersediakah Saudara bercerita kepada saya tentang diri Saudara?”
Akhirnya, laki-laki itu menceritakan perjalanan singkat hidupnya. Dua tahun yang lalu bisnisnya gulung tikar akibat kalah persaingan, lalu dia menganggur. Perubahan total mewarnai hidupnya. Dia mulai stres, pelampiasannya adalah dengan bermabuk-mabukan. Sang istri menggugat cerai karena tak tahan dengan kondisi, ditambah akibat sikap dan perlakuan dirinya yang sering kasar. Setahun kemudian mereka resmi bercerai. Istri dan anak-anak pergi meninggalkannya. Dia menjalani hidupnya seorang diri. Maka lengkaplah kemelut yang dihadapinya.
“Tak ada lagi yang menyayangi saya.”
“Masih ada.”
“Tak ada.”