Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pelajaran dari Atalanta, Tampil Gagah saat Dianggap Sebelah Mata

23 Mei 2024   13:11 Diperbarui: 23 Mei 2024   16:14 726
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak orang yang terkejut ketika Atalanta mengalahkan Bayer Leverkusen di final Liga Europa dini hari tadi.

Ada pula yang merasa kecewa karena rela begadang demi menyaksikan penampilan Bayer Leverkusen yang sebelumnya diagung-agungkan di media.

Eh ternyata mainnya begitu saja.

Ya, saya yakin, sebelum final Liga Europa 2023/24 dimainkan dini hari tadi, ada banyak orang menjagokan Bayer Leverkusen bakal jadi juara Liga Europa 2023/24.

Sejumlah media Eropa, pundit papan atas hingga pengamat bola kelas kampung, banyak yang memprediksi Bayer Leverusen bakal menghabisi Atalanta di final.

Salah satu media di Eropa dalam ulasan prediksinya bahkan memprediksi Bayer Leverkusen bakalan menang 3-1.

Tingginya hype pada Bayer Leverkusen itu memang beralasan. 

Lha wong Bayer Leverkusen baru saja jadi juara Bundesliga Jerman 2023.24 dengan status invicible alias tidak terkalahkan dalam 34 pertandingan seusim. 

Bahkan, dalam perjalanan menuju final, tim yang dilatih mantan gelandang Timnas Spanyol Xabi Alonso ini juga tidak pernah tersentuh kekalahan. Menang sembilan kali dan imbang tiga kali dari 12 laga road to final.

Karenanya, tidak sedikit orang yang memposisikan Atalanta sebagai tim inferior di final tadi.

Banyak yang memandang Atalanta dengan sebelah mata alias meremehkan karena terlanjur silau dengan kehebatan Bayer Leverkusen. 

Bahkan, ada seorang kawan yang menganggap keganasan Atalanta saat mengalahkan Liverpool 3-0 di Anfield pada perempat final leg pertama, karena Liverpool sedang sial.

"Buktinya Atalanta kalah di kandangnya pada leg II," ujarnya merujuk hasil 0-1 di Bergamo.

Toh, Atalanta yang lolos ke semifinal berkat keunggulan 3-1 atas Liverpool yang sejak awal sebenarnya digadang-gadang bakal menjadi calon juara Liga Europa musim ini.

Atalanta memberi bukti

Dan yang terjadi di final dini hari tadi adalah pelajaran berharga dari lapangan sepak bola.

Bahwa, jangan sekali-kali memandang remeh dan merendahkan seseorang. Sebab, mereka yang kau rendahkan, akan punya motivasi besar untuk membuktikan kemampuannya yang sebenarnya.

Itulah yang dilakukan Atalanta di final Liga Europa 2023/24 yang dimainkan di Aviva Stadium di Dublin, Irlandia.

Sejak kick off dimulai, Atalanta langsung menggebrak dan mengejutkan Bayer Leverkusen. Mereka pun unggul 2-0 di akhir babak pertama lewat brace (dua gol) dari Ademola Lookman. 

Di babak kedua, Lookman, pemain kelahiran Inggris berkebangsaan Nigeria--yang oleh warganet Indonesia lantas diplesetkan menjadi Lukman, kembali mencetak gol di menit ke-75. Atalanta pun menang 3-0 dan menjadi juara.

Selain foto perayaan gelar, ada sebuah foto yang juga viral di media sosial.

Yakni ketika Pelatih Gian Piero Gasperini terlihat menyuruh Xabi Alonso untuk diam dengan meletakkan jarinya di bibirnya. 

Foto ini seolah membungkam para peragu Atalanta. 

Dibanding Bayer Leverkusen yang memang berambisi meraih treble winners di musim ini, semangat Atalanta adalah semangat tim biasa saja yang ingin menunjukkan bahwa mereka bisa berjaya di kancah Eropa. 

Ya, final Liga Europa 2023/24 ini menjadi momen yang sangat penting dan bersejarah bagi Atalanta yanga 'hanya' tim biasa di Italia. Bukan tim tenar seperti AC Milan, Inter Milan, atau Juventus.

Bagi Atalanta, ini merupakan final pertama mereka di kompetisi Eropa. Bisa dibayangkan bagaimana motivasi mereka menyambut final ini.

Bagi Atalanta, final tersebut bukan hanya tentang kesempatan meraih piala.

Tapi, final tersebut juga momen untuk mengangkat martabat mereka dengan meraih trofi Eropa pertama sekaligus trofi bergengsi pertama dalam 50 tahun terakhir.

Ya, sepanjang sejarah klub sejak berdiri tahun 1907 silam, Atalanta hanya sekali memenangi piala. Yakni ketika menjadi juara Coppa Italia pada tahun 1963. Atau sudah berlalu 61 tahun silam.

Sementara prestasi mereka di kancah domestik adalah pernah enam kali juara Serie B Italia yang merupakan kompetisi level II di Italia setelah Serie A Italia.

Mereka tidak pernah juara Liga Serie A Italia. Tidak juga Coppa Italia. 

Bandingkan dengan pemain-pemain Bayer Leverkusen yang baru saja meraih gelar juara Bundesliga, bahkan berpeluang meraih treble winners karena juga main di final DFB Pokal Jerman.

Di kancah Eropa, Bayer Leverkusen juga pernah menjadi juara Piala UEFA--nama lawas Liga Europa--tahun 1988 silam saat mengalahkan tim Spanyol, Espanyol. 

Mereka juga pernah menjadi finalis Liga Champions 2002 tetapi kalah dari Real Madrid lewat gol mematikan tendangan voli ajaib Zinedine Zidane.

Merujuk fakta itu, tidak mengherankan bila pemain-pemain Atalanta tentu tidak ingin melewatkan final di kompetisi Eropa yang bole jadi hanya terjadi sekali ini seumur hidup mereka. 

Ketika banyak orang meremehkan mereka, pemain-pemain Atalanta justru menjadikan itu sebagai kepingan energi untuk bisa tampil 'meledak' di final. 

Dan itulah yang terjadi di final tadi. Atalanta benar-benar tampil meledak.

Menengok road to final Atalanta

Perjalanan Atalanta menuju final sebenarnya luar biasa. Tapi, karena pencapaian mereka di Liga Serie A Italia tidak sekeren Bayer Leverkusen, banyak orang tidak melihatnya.

Atalanta sudah tampil ganas sejak pertandingan fase grup. Mereka ada di Grup D bersama Sporting CP dari Portugal, Sturm Graz dari Austria, dan Rakow Czesthocowa dari Ceko.

Tim asal Bergamo Italia ini tidak terkalahkan dalam enam pertandingan. Mereka menang empat kali dan imbang dua kali.

Di babak gugur 16 besar, Atalanta kembali bertemu Sporting CP. Hasilnya, hasil menang 2-1 dan imbang 1-1.

Di perempat final, Atalanta berjumpa dengan Liverpool yang digadang-gadang sebagai calon juara.

Hasilnya, Atalanta mempermalukan Liverpool 0-3 di Anfield pada leg pertama. Meski di leg kedua kalah 0-1 di kandang, Atalanta melaju ke semifinal dengan keunggulan gregat 3-1.

Di semifinal, Atalanta berjumpa tim Prancis yang pernah juara Liga Champions, Marseille. Hasilnya, Atalanta menang agregat 4-1 usai bermain imbang 1-1 dan menang 3-0 di kandang pada semifina leg II.

Kemenangan di semifinal leg II itu seolah menjadi ulangan penampilan mematikan Atalanta ketika menghajar Liverpool di Anfield.

Artinya, dalam 12 laga perjalanan menuju final, Atalanta hanya kalah sekali. Itupun dari Liverpool. Selebihnya menang 7 kali dan imbang empat kali.

Atalanta lantas menyempurnakan penampilan hebat mereka dengan mengalahkan "raja terakhir di final, yakni Bayer Leverkusen lewat penampilan mematikan. Selamat Atalanta. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun