Lalu, bagaimana cara menghadapi pertanyaan soal gaji ini?
Penting untuk memiliki persiapan menjawabnya. Maksudnya, karena sudah tahu pertanyaan ini akan ditanyakan saat wawancara kerja, ada baiknya bila sebelum interview, kita sudah punya data besaran gaji. Mencari tahu.
Bisa melalui obrolan dengan teman atau kenalan yang bekerja di sana. Ataupun mengetahui besaran Upah Minimum Kota (UMK) yang ada di kota tempat perusahaan atau instansi tersebut.
Sebab, merujuk pengalaman, ada perusahaan atau instansi yang menanyakan besaran gaji ini kepada pelamar ketika wawancara.
Termasuk ketika kita bekerja person to person di bidang jasa. Sebut saja menjadi penulis lepas (freelance writer). Akan ada negosiasi upah dari proyek yang dikerjakan.
Tapi, ada juga yang tidak menanyakan soal ini karena besaran gaji yang diberikan berdasarkan UMK yang berlaku.
Namun, bila ditanyakan, membicarakan atau lebih tepatnya menegoisasi gaji ini menjadi bagian menantang saat wawancara kerja. Apalagi bila si pewawancara sudah berkata, "Mau minta gaji berapa?".
Bila begitu, seharusnya menyebut angka berapa? Tinggi, sedang-sedang saja, atau di bawah UMK?
Mengutip dari buku The Ikhlas Way tulisan Ang Harry Tjahjono yang berkisah tentang seputar dunia kerja, kuncinya adalah jangan 'menjual' diri Anda terlalu murah. Juga, jangan 'menjual' diri Anda berlebihan.
Contoh, seorang kandidat sales manager meminta gaji 100 juta nett di luar insentive, di luar tunjangan lain-lain. Permintaan itu jelas sekali meminta jawaban ditolak. Kenapa? Karena permintaan gajinya tidak wajar.
Sementara di sisi lainnya, ada seorang kandidat manajer yang meminta gaji IDR 15 juta gross karena yang bersangkutan tengah butuh kerja. Ini juga tidak wajar bila merujuk tanggung jawab besar di posisinya. Meski butuh kerja,tidak perlu sampai melakukan 'banting harga' sebegitu jauh.